DUA perahu berkapasitas sekitar 8-10 penumpang yang didampingi satu perahu kecil menyusuri Sungai Hitam pada sore itu. Perahu bergerak dari dermaga di Kampung Lama, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dengan kecepatan sedang dengan tujuan bisa melihat habitat Bekantan yang menghuni kawasan hutan mangrove di sepanjang Sungai Hitam.
Perahu terus bergerak menyusuri aliran Sungai Hitam menembus hutan mangrove hingga perkampungan nelayan menjelang muara sungai. Hingga sekitar satu jam menyusuri sungai, belum satu pun Bekantan terlihat. Gantinya, satwa khas lain bisa ditemui saat itu, seperti ular hingga sekumpulan burung bangau.
Tidak menyerah, Pokdarwis Sungai Hitam Lestari yang dipimpin sang ketua, Aidil Amin, 49 tahun, membawa rombongan berbalik arah dan menyusuri aliran sungai yang lebih kecil. Tak sia-sia, akhirnya dua anak bekantan pun terlihat di atas pohon rambai yang menjulang tinggi.
Bekantan adalah monyet berhidung besar panjang dengan rambut berwarna cokelat kemerahan. Karena hidungnya yang besar dan rambut tubuhnya yang agak pirang, bekantan kerap dijuluki juga sebagai monyet belanda. Selain hidungnya yang besar, ciri khas monyet ini adalah perutnya yang buncit dan keahliannya untuk berenang.
“Kalau beruntung, kadang kita bisa melihat sekumpulan Bekantan yang tengah berenang disini,” kata Aidil, Senin, 7 November 2023.
Primata ini merupakan satwa endemik Kalimantan. Karena kelangkaannya, mamalia ini bahkan telah ditetapkan sebagai hewan yang terancam punah dalam Daftar Merah IUCN. Kini, spesies ini telah bertatus sebagai satwa yang dilindungi, baik oleh organisasi dunia maupun pemerintah Indonesia.
Setelah sekitar 15 menit puas melihat aktivitas dua anak Bekantan, perahu pun bergerak kembali ke arah muara sungai. Dan sejumlah Bekantan dewasa pun terlihat di pohon rumbai yang menjulang tinggi. Meski terlihat jauh, penampakan sekumpulan Bekantan cukup memuaskan kami.
Aidil mengatakan biasanya Bekantan akan terlihat pada pagi dan sore hari, yakni antara pukul 07.00-10.00 dan pukul 15.00-17.00. “Biasanya diluar itu ada juga pengunjung yang mau lihat. Kami tetap akan antar sampai ketemu Bekantannya,” kata Aidil. Wisata susur Sungai Hitam beroperasi pukul 07.00 WITA hingga 17.00 WITA.
Aidil adalah Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari yang beranggota 6 orang yang berasal dari Kampung Lama, Samboja. Mereka bertekad untuk menjaga dan melestarikan Bekantan yang merupakan salah satu penghuni asli kawasan Sungai Hitam. Populasi Bekantan di kawasan Sungai Hitam mencapai ratusan ekor. “Bahkan ada Bekantan yang dititipkan kesini. Ada enam ekor yang waktu dititip kesini,” kata Aidil.
Aidil mengungkapkan telah menjalankan wisata susur sungai sejak tahun 1999. Tidak seperti sekarang menggunakan perahu dengan mesin, saat itu perahunya masih menggunakan dayung.
Wisatawan yang mengunjungi Sungai Hitam tidak hanya berasal dari berbagai daerah di Nusantara, namun juga dari berbagai negara. “Mungkin hanya wisatawan dari Arab Saudi saja yang belum pernah berkunjung kesini,” sebut Aidil.
Sebelum pandemi Covid-19, mayoritas pengunjung Sungai Hitam adalah wisatawan asing. Namun setelah pandemi, jumlah wisatawan asing dan nusantara mulai seimbang. Kebanyakan wisatawan asing merupakan tamu dari Borneo Orangutan Survival (BOS) Samboja Lodge, tempat ekowisata lainnya yang lekat dengan kegiatan pelestarian orang utan.
Untuk tarif, Aidil menyebut untuk wisatawan asing dikenakan Rp130 ribu per orang. Untuk wisatawan domestik, tariff dihitung rombongan per perahu. Rombongan dengan perahu berkapasitas 4 orang dikenakan Rp300 ribu/perahu dan Rp 600 ribu untuk perahu berkapasitas 8 orang. Tarif ini dihitung perjam. Saat ini, Aidil bersama kelompoknya mengoperasikan 5 perahu berkapasitas kecil 4 orang dan kapasitas 8-10 orang.
Mandiri
Program Ekowisata Sungai Hitam Lestari mulai diinisiasi Pertamina EP Sangasanga, Zona 9, Regional 3 Kalimantan, Subholding Upstream pada 2019. Program tersebut dilatarbelakangi kerusakan habitat Bekantan yang lebih rentan terjadi pada habitat yang berada di tepi sungai yang disebabkan kawasan hutan di tepi sungai mudah dijangkau dan dialihfungsikan menjadi pemukiman, tambak dan pertanian. Pada 2013, jumlah Bekantan di Kawasan Sungai Hitam berjumlah 188 ekor yang keberadaannya terdapat di 9 spot area Sungai Hitam.
Melalui Program Ekowisata Sungai Hitam Lestari, PEP Sangasanga melakukan intervensi dengan mengembangkan Kelompok Sadar Wisata sebagai wadah koordinasi sekaligus lembaga hukum yang menaungi aktivitas pelestarian Bekantan. Dan juga mengembangkan ekowsisata berbasis pelestarian Bekantan dengan memanfaatkan sempadan sungai yang sebelumnya kurang termanfaatkan dengan baik.
Pada awal program sejumlah kegiatan dilaksanakan, diantaranya pembersihan kawasan Sungai Hitam dan pembangunan gapura masuk lokasi Ekowisata Sungai Hitam. Dan pada tahun kelima, di 2023, PEP Sangasanga membantu pengadaan perahu tambahan, pelatihan Bahasa Inggris untuk pemandu wisata hingga renovasi tempat wisata.
Head of Comrel & CID Zona 9 Regional 3 Kalimantan Elis Fauziyah, menyebut Pokdarwis Sungai Hitam Lestari sudah masuk level mandiri dan bisa menjalankan bisnis Ekoriparian sendiri. “Tahun ini harusnya sudah exit program, saat ini kami sedang evaluasi. Tapi jika merujuk tiga indikator kemandirian, Sungai Hitam Lestari sudah bisa disebut mandiri,” kata Elis.
Elis mengungkapkan dengan jumlah pengunjung yang telah lebih dari dua ribuan per tahun, Ekowisata Sungai Hitam seharusnya bisa berjalan dengan baik. Ke depan, lanjut dia, opsi yang tengah dikaji setelah program berakhir adalah PEP Sanga Sanga akan menjadi mitra Pokdarwis Sungai Hitam Lestari.
Aidil sendiri masih berharap adanya pendampingan dan bantuan dari PEP Sangasanga, salah satunya untuk pelatihan digital marketing. “Kami juga berharap dibangun tempat literasi disini. Jadi sebelum susur sungai, pengunjung bisa mendapatkan informasi mengenai kawasan Sungai Hitam, termasuk tentang Bekantan,” kata Aidil.(AT)
Komentar Terbaru