JAKARTA – Harita Nickel Group melalui anak usahanya PT Trimegah Bangun Persada Tbk inisiasi pemanfaatan limbah pengolahan nikel. Dalam uji cobanya slag atau limbah pengolahan nikel bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Bahkan setelah dilakukan penelitian oleh tim TBP, slag tersebut juga diperkirakan bisa bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Retno Dewi Handayani, Green Mining Manager Harita Nickel, mengungkapkan inisiasi pemanfaatan slag ini memang masih dalam tahap uji coba. Namun dari hasil sementara pengujian yang dilakukan dia optimistis bisa memperbesar skala pemanfaatan slag tersebut.

“Kami juga berinovasi, salahsatunya adalah dengan pemanfaatan Slag Nickel, jadi kebijakan dari pemerintah terkait hilirisasi, jadi kami ada juga kegiatan untuk pengolahan biji nikel dimana sisa hasil pengolahan atau sisa hasil produksi dari pabrik karena kami optimis bahwa sisa hasil pengolahan ini dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan yang telah kami lakukan adalah untuk konstruksi seperti batako dan juga untuk karang buatan,” jelas Rento dalam DETalk yang digelar Dunia Energi dengan tema Peran Perusahaan Ekstraktif dalam Memelihara Keseimbangan Lingkungan, Selasa (11/6).

Retno menjelaskan slag yang diuji Harita ternyata juga mengandung unsur hara yang baik untuk tanah. “Ternyata slag nikel ini mengandung Si dan Mg yang cukup besar menjadi potensi hara bagi tanaman. Dan juga secara fisik slag nickel ini 99% itu berbentuk pasir dimana tentunya akan membantu kondisi tanah nikel yang padat sehingga membantu penyerapan dari air,” jelas Retno.

Dia menuturkan hingga kini slag masih sangat sedikit yang termanfaatkan atau baru sekitar 2% untuk konstruksi. Ini yang sebenarnya menjadi dasar untuk melakukan penelitian terkait dengan slag nikel sebagai pembenah tanah. Retno berharap bisa segera ada hasil dari uji lab slag sehingga bisa segera digunakan untuk kegiatan reklamasi Harita Nickel.

Dari hasil penelitian sementara bahwa dengan presentasi dan komposisi slag nikel, Harita telah menggunakannya dengan persentase terbesar 80% dimana tanaman masih dapat tumbuh, kalau ini nantinya bisa diaplikasikan tentunya kami berharap pemanfaatan itu bisa lebih dari 50%.

“Untuk Target yang ingin dicapai jangka pendek adalah kami sedang merencanakan ujicoba skala lapangan. Untuk Target jangka panjangnya ialah bila memang hasil dari ujicoba ini bisa diaplikasikan tentunya kami berharap bisa menjadi bahan untuk bag filling penimbunan dari bekas lahan tambang yang merupakan bagian tahapan penataan lahan,” jelas Retno.

Reklamasi memang jadi fokus TBP yang ditunjukkan dengan realisasi lahan yang telah direklamasi mencapai 200 hektar (ha). Selain itu TBP tidak hanya melakukan pengelolaan reklamasi saja, tapi juga melakukan pengelolaan dan pemantauan yang memang menjadi kewajiban Perusahaan yang tercantum di dalam dokumen RKL dan RPL dari AMDAL, baik pengelolaan pemantauan terhadap air, udara, tanah termasuk pemantauan ekologi perairan. Kemudian tidak hanya melakukan pemantauan flora dan fauna darat, tapi juga ekologi perairan.

“Tentunya kami melakukan reklamasi 100% dari rencana yang sudah kami rencanakan di dalam dokumen rencana reklamasi, kami Menyusun dokumen rencana reklamasi setiap 5 tahun sekali, tentunya ini sebagai dana jaminan dan ini akan dievaluasi terkait dengan realisasi luasan. Untuk kepatuhan perusahaan, Jadi kami berupaya untuk menjadi Perusahaan yang patuh terkait peraturan dan kewajiban yang menjadi dasar dalam operasi Perusahaan dalam dokumen AMDAL,” jelas Retno.

Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), menyatakan program reklamasi dan pengelolaan limbah pengolahan nikel sudah sewajarnya dilalukan perusahaan tambang yang telah mengambil sumber daya alam. Dia menilai inisiatif pemanfaatan limbah produksi nikel bisa jadi terobosan penting untuk mempercepat penanganan limbah yang dihasilkan dari kegiatan tambang.

“Saya mendengar tadi di Harita setelah direklamasi binatangnya ada lagi, itu artinya mereka merasa nyaman, memang tidak mungkin sempurna tapi minimal mendekati . Kepentingan ekonomi kadang-kadang tinggalkan kepentingan lingkungan dan sosial. Seringkali kita temukan bekas lahan tambang yang sudah jadi danau. Tapi ada juga fakta harus kita akui, di Indonesia ada juga perusahaan seperti Harita ada juga pemain tidak fair, cenderung ambil keuntungan lebih besar tapi tinggalkan masalah ke anak cucu kita,” jelas Ali.

Dia mengingatkan untuk meningkatkan kolaborasi dalam memelihara keseimbangan lingkungan di lahan-lahan sekitar area operasi.

“Harita sampaikan ada area bibit, riset panjang, artinya sudah kolaborasi dilakukan dengan stakeholders dengan program konstruktif. Ada kemitraan dengan masyarakat ada pengembangan ekonomi ini support dalam kembangkan konsep SDGs,” ungkap Ali. (RI)