JAKARTA- Harga minyak mentah selang beberapa pekan terakhir tengah turun dipicu sentimen ekonomi politik global. Mengutip Reuters, Jumat (20/3), harga minyak jenis WTI kontrak pengiriman Mei 2020 naik US$43 sen, atau 1,7% pada US$ 26,34 per barel. Sedangkan harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Mei 2020 tergelincir US$3 sen, atau 0,1%, menjadi US$ 28,44 per barel.
Penurunan harga minyak tentu saja memengaruhi proyeksi dan dan rencana perusahaan minyak dan gas bumi, termasuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), salah satunya PT Pertamina EP. Anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas itu sebelumnya memproyeksikan peningkatan produksi minyak menjadi 85 ribu barel per hari (BOPD) dan gas 932 jua standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2020. Untuk mencapai target tersebut, manajemen Pertamina EP (PEP) mengalokasikan belanja modal US$ 784 juta dan belanja operasi US$ 1,24 miliar.
Nanang Abdul Manaf, Presiden Direktur PEP, mengatakan kondisi perekonomian dunia saat ini sulit sehingga harga minyak ikut tertekan. Tren harga minyak saat ini belum bisa ditentukan apakah akan berlangsung lama, pendek atau akan rebound. Kondisi ini diperparah dengan wabah virus Corona atau covid-19 yang melanda ratusan negara di dunia, termasuk Indonesia.
“Kondisi saat ini ini adalah momentum yang menantang (challenge) bagi industri hulu migas. Dalam kondisi tersebut, PEP dan KKKS diuji dengan kondisi supaya tetap bertahan dengan tetap mengutamakan keselamatan kerja dan efektif dalam pengeluaran,” ujar Nanang kepada pimpinan unit bisnis PEP dari Asset 1 hingga 5 di Jakarta, Rabu (11/3) pekan lalu.
Nanang optimistis PEP bisa melalui masa sulit akibat penurunan harga minyak dunia yang tidak terproyeksikan sebelumnya. Apalagi PEP memiliki pengalaman operasi di tengah rendahnya harga minyak sehingga kondisi saat ini bukan hal yang terlalu mengejutkan. Namun, dia meminta para pimpinan unit bisnis PEP di daerah (field manager dan general manager) sebagai perpanjangan tangan manajemen PEP untuk melakukan efisiensi beberapa program yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan operasi produksi.
“Tidak ada pembatasan biaya sepanjang setiap biaya yang dikeluarkan berdampak pada peningkatan kinerja, produksi, cadangan, HSSE, dsb. Hal-Hal yang tidak berhubungan dengan produksi dan peningkatan cadangan dan sebagainya, kita tidak lakukan,” katanya.
Salah satu contohnya adalah di sektor eksplorasi. PEP komitmen dan konsisten untuk secara kontinu melakukan kegiatan pencarian cadangan minyak. “FM dan GM harus mengalkulasi sumber daya yang didapatkan (2C) dari hasil kegiatan eksplorasi, termasuk survei seismik ada 2D dan 3D dijalankan,” ujarnya.
Konsisten Eksplorasi
PEP memang salah satu KKKS yang konsisten eksplorasi. Selama tiga tahun terakhir, perusahaan telah mengucurkan dana sebesar US$ 494 untuk mencari cadangan minyak baru. Dana itu dialokasikan untuk pemboran 26 sumur (wildcat dan appraisal), survei seismik dua dimensi (2D) sepanjang 2.508 km, dan survei seismik tiga dimensi (3D) seluas 1.367 km2 sepanjang 2017-2019.
Dari aktivitas tersebut, Pertamina EP berhasil menemukan sumber daya 2C. Pada 2017 ditemukan sumber daya 2C setara 64 MMBOE, naik menjadi 71 MMBOE pada 2018, dan melonjak lagi menjadi 103 MMBOE pada 2019. Tahun ini, temuan sumber daya 2C diproyeksikan 106 MMBOE dengan alokasi anggaran investasi dan operasi eksplorasi sebesar US$ 112 juta. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan serius dan memiliki komitmen tinggi untuk secara kontinu berupaya mencari cadangan minyak baru untuk menggantikan minyak dan gas yang telah diproduksikan. Apalagi, Indonesia memiliki potensi sumber daya minyak yang banyak. Dari 128 cekungan (basins), baru 54 cekungan yang sudah melalui eksplorasi dan eksploitasi dengan reserves 3,2 billion barrel oil dan gas 100 TCF.
Firlie Hanggodo Ganinduto, Ketua Komite Tetap Energi Migas Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, mengatakan masih ada 70-an cekungan yang belum dikelola. Penemuan baru akan mengubah sumber daya alam menjadi cadangan bertambah di kemudian hari. “Kalau cadangan tidak ditemukan kita akan mengalami penurunan sumber daya migas cukup siginifikan dibandingkan kebutuhannya,” ujarnya kepada Dunia-Energi.
Mengutip data SKK Migas, saat ini terdapat 10 wilayah yang berpotensi memiliki cadangan cukup besar (giant discovery) antara lain di Sumatera Utara (Mesozoic Play), Sumatera Tengah (Basin Center), Sumatera Selatan (Fractured Basement Play), Northern Papua (Plio-Pleistocene & Miocene Sandtone Play), Bird Body Papua (Jurassic Sandstone Play), dan Warim Papua.
Menurut Firlie, KKKS harus melakukan kegiatan eksplorasi demi menambah cadangan dan mengganti minyak dan gas yang telah diproduksikan. “Saya melihat PEP salah satu KKKS yang konsisten melakukan eksplorasi di tengah penurunan harga minyak sejak beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Agar kegiatan eksplorasi makin masif, Firlie berharap, pemerintah dan SKK Migas memberikan insentif kepada KKKS. Salah satunya insentif fiskal berupa pembebasan pajak saat eksplorasi. Saat ini kegiatan eksplorasi masih terkena pajak. “Itu mungkin kita harus bicarakan dengan Kementerian Keuangan untuk membebaskan dalam masa eksplorasi. Setelah produksi ada income, baru kena pajak yang sesuai aturan negara ,” katanya.
Deni Rahayu, Dewan Pakar Asosiasi Daerah Penghasil Migas, menilai dalam kegiatan eksplorasi PEP menerapkan konsep Quantity Assurance, yaitu metodologi monitoring kuantiti aliran minyak dan gas dari suatu proses ekplorasi, operasi dan produksi. Dengan demikian, data dan informasi bisa lebih terverifikasi dan tervalidasi. Hal ini berdampak proses bisnis PEP dapat dilihat secara utuh. Karena itu, improvement optimalisasi produksi dapat dilakukan, selain dapat digunakan juga sebagai bahan dasar bagi keputusan-keputusan PEP dalam melakukan kegiatan-kegiatan eksplorasi dan produksi lainnya.
Sebagai petroleum geoscientist, Deni percaya penambahan cadangan PEP dapat dicapai karena banyak potensinya. Eksplorasi yang masif masih dapat dilakukan dengan melihat kembali data-data terdahulu (data sumur, seismik maupun studi sebelumnya) terkait upside potensial yang bisa didapatkan.
“Sejarah eksplorasi memperlihatkan kepada kita bahwa penemuan-penemuan lapangan baru bisa karena reinterpretasi data lama maupun penggunaan konsep konsep baru didalam eksplorasi baik di daerah baru maupun daerah yang sudah produksi,” ujar alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung.
Deni mengakui, banyak kendala yang dihadapi KKKS dalam kegiatan eksplorasi, antara lain perizinan, tumpang tindih lahan, dan kondisi lainnya. Hal ini tentunya perlu dukungan seluruh stakeholders migas agar berjalan tidak sektoral sehingga kejadian-kejadian tersebut bisa dicarikan solusi, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan KKKS. “Ketidakpastian petroleum system, tentunya dapat dikurangi dengan melakukan kegiatan eksplorasi yang cukup sehingga risiko berkurang,” katanya. (DR)
Komentar Terbaru