JAKARTA – Kenaikan harga gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk di wilayah industri Batam, Kepulauan Riau diklaim sebagai konsekuensi perubahan harga di hulu. Untuk wilayah industri Batam, PGN mendapatkan pasokan gas dari ConocoPhillips.
Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan harga gas di kawasan industri Batan sudah ditetapkan dengan harga baru. Saat itu pemerintah menjadi mediator antara industri dan PGN. Selain implemetasi aturan baru dalam penetapan harga, salah satu penyebab kenaikan harga gas di Batam lantaran kenaikan harga di sumber gas.
“Harga di hulu naik, itu untuk di Batam,” kata Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (26/8).
Harga gas untuk kawasan industri Batam sejak Juli sudah berubah dan naik menjadi US$7,3 per MMBTU dari harga sebelumnya yakni sebesar US$7,22 per MMBTU.
Menurut Danny Praditya, Direktur Komersial PGN, harga gas di Batam menerapkan perhitungan penetapan harga gas berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang harga jual gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
Pada pasal 5 ayat 4 (a) diatur bahwa IRR ditetapkan paling besar 11% dalam mata uang dolar AS. Tapi IRR bisa lebih dari 11%. Pasal 5 ayat 4 (b) ditetapkan bahwa badan usaha pemegang izin usaha niaga minyak dan gas bumi mengembangkan infrastruktur di wilayah yang belum berkembang atau belum ada infrastruktur sama sekali (pioneering), badan usaha bisa mengusulkan IRR paling besar 12%.
Bahkan badan usaha juga bisa mendapatkan IRR lebih dari 12% jika sesuai dengan evaluasi dan penilaian dari Menteri ESDM. Hal itu tertuang dalam pasal 5 ayat 4 (c). Volume gas bumi yang digunakan keekonomian awal sebesar alokasi gas yang dimiliki atau 60% dari kapasitas desain pipa yang dibangun, mana yang lebih besar.
Regulasi tersebut juga mengatur biaya niaga yang dipungut oleh badan usaha. Biaya niaga yang dimaksud adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan niaga gas tetapi tidak terbatas pada biaya pengelolaan komoditas, biaya pengelolaan konsumen, biaya pemasaran, biaya risiko, dan margin niaga. Jika penyaluran gas melalui dua badan usaha niaga berfasilitas untuk menyentuh konsumen akhir, biaya niaga dibagi ke dua badan usaha tersebut.
Pada pasal 6 ayat 1, biaya niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat 2 ditetapkan paling besar 7% dari harga gas bumi.
Menurut Djoko, kenaikan harga berdasarkan Permen 58 masih dimungkinkan, asalkan tidak melebihi margin sebesar 7%, seperti yang sudah diatur dalam Permen. Kenaikan harga tersebut harus disepakati para konsumen gas. Keberadaan Permen 58 membuat para pengusaha pengangkutan dan distribusi gas tidak bisa seenaknya lagi menaikkan harga gas.
“Tidak masalah, selama konsumennya oke (kenaikan harga gas). Aturan itu justru agar harga tidak setinggi-tingginya, namun dibatasi. Nanti kalau tidak ada aturan, naik semaunya,” kata Djoko.(RI)
Komentar Terbaru