BANDUNG – Upaya komersialisasi gas bumi demi mengoptimalkan penyerapan gas bumi bagi pasar domestik terus dilakukan. Meski demikian masih terdapat kendala dalam upaya tersebut, yaitu harga dan kurangnya koordinasi lintas sektor. Padahal, saat ini, 68 persen produksi gas bumi digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Refominer Institute, mengatakan hingga saat ini, tiga kementerian terkait yaitu kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan masih memiliki pandangan yang berbeda terkait harga gas bumi.
“Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah, karena selama tidak ada kesepahaman, maka akan berpengaruh kepada komersialiasi gas bumi di Indonesia, padahal kebutuhan gas bumi diperkirakan akan terus bertambah dalam 10 tahun ke depan,“ ujar Komaidi dalam acara Forum Gas Bumi 2024 yang digelar SKK Migas di Bandung, Rabu (19/6).
Komaidi mengatakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) menjadi salah satu kunci agar komersialiasi gas bumi dapat lebih optimal. Pasalnya, HGBT dapat menentukan nilai keekonomian suatu proyek. Untuk itu, diperlukan kesepahaman antara Kementerian terkait, produsen gas, dan pengguna gas bumi.
Menurut dia, tujuan pemerintah memberikan harga gas murah untuk industri memiliki tujuan yang baik. Namun demikian, pemerintah juga perlu memperhatikan keberlangsungan industri lainnya. “Padahal nilai keekonomian proyek gas bumi juga penting, karena ini adalah penentu suplai gas bumi untuk industri,” kata Komaidi.
Komaidi menyebutkan, salah satu negara yang berhasil dalam menjaga nilai keekonomian gas bumi adalah Thailand. Pemerintah Thailand mampu menyediakan kebijakan yang bisa memberikan nilai keekonomian kepada semua pihak, baik produsen maupun konsumen gas.
“Pemerintah Thailand menjamin adanya margin yang layak untuk semua elemen, mulai dari insentif untuk produsen gas bumi, sampai ke pembelinya, ada jaminan pasokan,” ujar dia.
Sementara itu, Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Rizal Fajar Muttaqin mengatakan, kelanjutan kebijakan HGBT di sektor industri akan diputuskan Presiden Joko Widodo.
Rizal mengatakan, Kementerian ESDM masih melakukan evaluasi hingga Bulan Agustus mendatang untuk kemudian dilaporkan ke Menteri ESDM dan dilanjutkan kepada Presiden Jokowi. Ia mengatakan, evaluasi yang dilakukan antaranya melihat dari sisi penerimaan negara atas kebijakan HGBT tersebut.
“Dari sisi penerimaan negara, Menteri Keuangan menyampaikan sekitar Rp. 67 triliun sudah digunakan untuk penyesuaian harga ini,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Achmad Widjaja, mengatakan bahwa gas bumi adalah bahan baku yang sangat penting untuk menggerakan industri. “Dari sisi pengusaha pengguna gas bumi, hal yang menjadi perhatian adalah kepastian pasokan dan skema one price policy, serta penerapan open akses atas pipa gas eksisting,” ungkap dia.
Menurut Achmad, peran gas bumi seyogyanya tak tergantikan karena selain sebagai bahan baku atau komoditi, gas bumi juga merupakan sumber energi yang paling efisien. “Itu sebabnya, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus tidak hanya kepada industri hilir, melainkan juga kepada industri hulu yang menjadi produsen gas bumi,” kata dia.(AT)
Komentar Terbaru