JAKARTA – Tren penurunan harga batu bara dalam beberapa bulan terakhir 2018 berlanjut hingga awal 2019. Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk Januari 2019 ditetapkan sebesar US$92,41 per ton atau turun 0,1% dibanding Desember 2018.
HBA Januari 2019 melanjutkan tren penurunan harga dalam tiga bulan terakhir 2018.
HBA bulan lalu tercatat lebih tinggi sedikit yakni US$ 92,51 per ton. HBA di November sebesar US$97,90 per ton turun dibanding HBA Oktober yang tercatat sebesar US$ 100,89 per ton. HBA pada September tercatat masih sebesar US$ 104,81 per ton.
HBA pada awal tahun ini juga masih lebih rendah dibandingkan HBA pada Januari 2018 yang berada di posisi US$ 95,54 per ton.
Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan permintaan batu bara dari China masih menjadi penyebab terkoreksinya harga batu bara dalam beberapa bulan terakhir.
“Ini sebagai dampak dari kebijakan pemerintah China yang membatasi impor batu bara,” kata Agung di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (3/1).
Formula HBA ditetapkan Kementerian ESDM berdasarkan index pasar internasional. Ada 4 index yang dipakai yakni Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25% dalam formula HBA.
Posisi HBA pada Januari 2019 pasti tidak diharapkan para pelaku usaha. Pasalnya posisi ini bahkan lebih rendah dari pada rata-rata HBA pada 2018 sebesar US$ 98,6 per ton. Untungnya, HBA Januari 2019 masih lebih tinggi dibanding rata-rata HBA 2017 sebesar US$ 85,92 per ton.
Sebagai salah satu konsumen terbesar batu bara di dunia, penurunan permintaan dari China jelas mempengaruhi pasokan yang menjadi berlebih dipasaran. Apalagi Indonesia yang juga merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di dunia tengah menggenjot produksinya.
Hingga akhir Desember saja, data yang masuk ke Kementerian ESDM, produksi batu bara sudah mencapai 456 juta ton.
Menurut Agung, pemerintah optimistis target produksi sebesar 485 juta ton akan tercapai, karena data produksi yang sudah masuk belum termasuk data dari para pelaku usaha yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau perusahaan tambang batu bara daerah.(RI)
Komentar Terbaru