JAKARTA – Iklim investasi sektor mineral dan batu bara diproyeksi tidak akan berkembang dan justru menurun dalam periode kedua Pemerintahan Joko Widodo. Hal ini terjadi karena investasi masih mengandalkan pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan atau smelter. Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan tahun ini pemerintah mematok target investasi US$7,7 miliar, lebih tinggi dibanding realisasi investasi 2019 sebesar US$6,5 miliar. Realisasi investasi sektor minerba tahun lalu lebih tinggi dari target US$6,1 miliar.
Pemerintah mengakui sejak 2015, investasi sektor minerba naik turun karena dipengaruhi harga komoditas batu bara dunia. Meski target investasi tahun ini meningkat, pada 2021 investasi mulai menurun menjadi US$5,6 miliar. Investasi diperkirakan semakin menurun pada 2022 atau hanya akan menjadi US$4,3 miliar.
“Lalu pada 2023 turun terus menjadi US$3,22 miliar karena pembangunan smelter sudah mulai berkurang. Investasi diprediksi hanya US$3,17 miliar pada 2024,” kata Bambang di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (11/2).
Secara total, investasi tersebut berasal dari 193 perusahaan yang terdiri dari perusahaan pemegang Kontra Karya 27 perusahaan, Perjanjian Karya Pertambangan Batu Baru (PKP2B) 48 perusahaan. Kemudian perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Pusat 53 perusahaan, IUP Khusus dua perusahaan yakni PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral, IUP OPK Olah Murni (OP) 11 perusahaan, IUPJ 18 perusahaan, dan IUP BUMN tiga perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya telah merevisi jumlah target pembangunan smelter hingga tahun 2022 menjadi hanya 52 smelter terbangun dari sebelumnya sebanyak 68 smelter. Dari 52 smelter sebanyak 17 diantaranya sudah terbangun dan beroperasi saat ini. Sehingga ada 35 smelter lagi yang masih belum terbangun.
Adapun rinciannya sebanyak 31 smelter sekarang telah terdata ditambah dua smelter milik PT Freeport Indonesia terdiri dari satu smelter tembaga dan satu smelter anoda slime. Kemudian dua smelter lainnya milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara terdiri dari satu smelter tembaga dan smelter anoda slime.
Dengan berkurangnya jumlah smelter yang ditargetkan terbangun maka terjadi penyusutan total kapasitas pengolahan yang awalnya sebesar 96 juta ton menjadi 69 juta ton.
Sebenarnya investasi yang gelontorkan IUP BUMN akan meningkat seiring dengan proyek hilirisasi gasifikasi batu bara mulai dari 2021 hingga 2024. Salah satu perusahaan yang tengah berinvestasi di proyek gasifikasi batu bara adalah PT Bukit Asam Tbk (Persero) dengan PT Pertamin (Persero) yang mengubah gas menjadi Dymethil Ether untuk bahan baku LPG yang selama ini masih impor.
“Lalu ada investasi baru dari IUPK Olah Murni pada 2023-2024 dan untuk investasi IUP daerah 2020 lebih tinggi karena saat itu juga ada pembangunan smelter yang izinnya dikeluarkan daerah,” kata Bambang.(RI)
Komentar Terbaru