PT PUPUK INDONESIA selama ini dikenal sebagai pemasok utama pupuk bagi para petani. Tapi tahukah Anda bahwa PT Pupuk Indonesia ternyata juga jadi salah satu penopang untuk menjaga asa transisi energi di Indonesia. Anggapan itu tidak berlebihan mengingat sepak terjang PT Pupuk Indonesia yang berinisiatif dalam mengembangkan Green Ammonia sebagai alternatif bahan bakar energi ramah lingkungan.

Baru-baru ini terobosan baru ditempuh PT Pupuk Indonesia melalui anak usahanya, PT Pupuk Kujang Cikampek. Di wilayah yang dikenal sebagai lumbung padi itu tidak hanya ada Pupuk yang diproduksi oleh PT Pupuk Kujang Cikampek, tapi Green Ammonia juga mulai diproduksi pada awal Februari tahun ini dengan volume awal pada tahap uji coba volumenya sebesar 5 ton yang akan digunakan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuan yang dioperatori oleh PT PLN Indonesia Power (PLN IP).

Skema kerja sama kedua perusahaan yakni PLN IP memasok kebutuhan Green Hydrogen yang menjadi bahan baku produksi Green Ammonia kepada PT Pupuk Kujang Cikampek. Untuk tahap awal ini PT Pupuk Kujang Cikampek menerima pasokan 1 ton Green Hydrogen yang kemudian diolah di fasilitas pengolahan Ammonia PT Pupuk Kujang untuk menjadi 5 ton Green Ammonia.

Green Ammonia akan digunakan dalam proses co-firing di PLTU, sebuah proses pembakaran di boiler atau tungku khusus untuk menghasilkan tenaga uap sehingga memutar turbin dan menghasilkan energi listrik. Dalam tahap uji coba ini Green Ammonia akan dipakai dalam proses co-firing selama 8 jam. Jika berbagai parameternya aman, dan uji cobanya memuaskan, bukan tidak mungkin penggunaan Green Ammonia di PLTU akan menuju ke tahap penghitungan efisiensinya.

Saat ini, sekitar 70% amonia digunakan untuk membuat pupuk dan sisanya digunakan untuk berbagai aplikasi industri seperti plastik, bahan peledak, dan serat sintetis.

Amonia adalah gas berbau tajam yang banyak digunakan untuk membuat pupuk pertanian. Sebagian besar amonia sejauh ini diproduksi dari gas alam dan udara. Molekul gas alam direduksi menjadi karbon dan hidrogen. Hidrogen kemudian dimurnikan dan direaksikan dengan nitrogen di udara untuk menghasilkan amonia (proses Haber-Bosch) yang disebut sebagai amonia abu-abu (Grey Ammonia). Jika metode ini dikombinasikan dengan penangkapan dan penyimpanan karbon, maka ini disebut amonia biru (Blue Ammonia). Produksi setiap metrik ton amonia abu-abu berkontribusi terhadap emisi sekitar 1,9 metrik ton CO2 (1). Produksi amonia global menyumbang 1,3% dari emisi CO2 terkait energi (2). Menurut International Energy Agency (IEA), amonia adalah salah satu komoditas dengan emisi paling intensif yang diproduksi oleh industri berat, hampir dua kali lebih intensif emisi daripada produksi baja mentah dan empat kali lebih intensif dari semen berdasarkan emisi langsung.

Namun demikian ada cara lain untuk membuat amonia yakni dengan menggunakan hidrogen hijau (Green Hydrogen) dan nitrogen dari udara. Ini disebut dengan amonia hijau.

Proses pembuatan Ammonia yang ada sekarang ini masih menghasilkan emisi, namun ini berbeda dengan yang ada di Pupuk Kujang. Karena menggunakan bahan baku Green Hydrogen maka emisi dari proses pembuatan Amonia sukses ditekan.

Produksi amonia hijau adalah proses pembuatan amonia yang 100% terbarukan dan bebas karbon. Proses inilah yang digunakan oleh PT Pupuk Kujang Cikampek untuk memastikan Green Ammonia yang diproduksi rendah emisi. Ini berarti PT Pupuk Indonesia turut ambil bagian dalam upaya penekanan emisi sekaligus turut serta dalam transisi energi.

Pemanfaatan Ammonia (Foto/Dok/World Economic Forum)

Berdasarkan uji coba yang dilakukan selama lebih dari tiga pekan, didapatkan hasil menggemberikan dimana uji ammonia cofiring sebesar 3% digunakan pada PLTU selama 8 jam dengan pemanfaatan 50 ton ammonia.

Robert Sarjaka, Direktur Operasi dan Produksi Pupuk Kujang menuturkan, untuk urusan memproduksi Green Ammonia, perusahaan pupuk dan petrokimia di Jawa Barat itu menjadi yang pertama membuat Green Ammonia di Indonesia. Dia menegaskan sebagai pemain lama dalam industri Ammonia, Pupuk Kujang memiliki fasilitas lengkap dalam memproduksi Ammonia. Fasilitas tersebut bisa juga digunakan untuk memproduksi Green Ammonia.

“Ini adalah sebuah tonggak sejarah di sektor energi. Green ammonia adalah ammonia yang paling bersih, tidak menghasilkan karbon secara langsung saat dibakar. Bahan bakunya adalah green hydrogen, tanpa bahan bakar fosil,” jelas Robert saat peresmian uji coba produksi Green Ammonia.

Selain bermanfaat secara signifikan dalam pengurangan emisi, proses ini juga tidak bergantung pada gas alam seperti halnya produksi Brown Ammonia. Hal itu membuat Green Ammonia juga bisa menghasilkan listrik dengan harga yang kompetitif. Produksi amonia berbasis elektrolisis atau Green Hydrogen diyakini dapat bersaing dengan reforming gas alam dalam rentang konteks yang lebih luas dan terbatas.

Iswahyudi Mertosono, Vice President Pengembangan PT Pupuk Kujang mengatakan, injeksi green hydrogen dalam pabrik ammonia eksisting untuk memproduksi hybrid ammonia ini merupakan proses yang pertama kali di dunia dan dalam merancang proses ini memerlukan modifikasi perpipaan dan evaluasi risiko dan teknis yang tidak sederhana. “Alhamdulillah, hari ini kita bisa saksikan bahwa hal ini bisa kita wujudkan,” kata Iswahyudi.

Hasil uji coba juga menunjukkan dari uji cofiring ammonia sebesar 3% ini dapat mengurangi penggunaan batubara sebanyak 4,5 ton per jam dengan pengurangan CO₂ sebesar 9,45 ton CO₂ per jam selama pengujian atau berpotensi mengurangi CO₂ sebesar 70.640,64 ton CO₂ per tahun.

Permintaan Ammonia dunia (Sumber : World Economic Forum)

Edwin Nugraha Putra, Direktur Utama PLN IP menuturkan dalam pengujian cofiring ammonia ini akan memberikan dampak yang signifikan pada pengurangan emisi karbon dimana selama pengujian atau berpotensi mengurangi CO₂ sebesar 70.640,64 ton CO₂ per tahun. “Hal ini juga setara dengan menanam sekitar 70.000 pohon,” kata Edwin, Kamis (27/2).

Berdasarkan data World Economic Forum, selama ini sekitar 70% amonia digunakan untuk pupuk sementara sisanya digunakan untuk aplikasi industri, termasuk plastik, bahan peledak, dan serat sintetis. Permintaan amonia diperkirakan akan tumbuh secara signifikan selama beberapa tahun mendatang seiring dengan bertambahnya populasi.

Langkah Pupuk Indonesia yang aktif mengembangkan Green Ammonia boleh dibilang sudah tepat. Masih berdasarkan kajian World Economic Forum, yakni ada peningkatan minat terhadap potensi penggunaan Green Ammonia sebagai bahan bakar berkelanjutan mengingat dampak karbonnya yang rendah. Apalagi Ammonia dianggap lebih mudah dan murah untuk disimpan dan diangkut daripada hidrogen, yang juga disebut-sebut sebagai sumber bahan bakar bersih yang potensial . Karena itu, amonia juga dapat digunakan sebagai pembawa hidrogen. Serta berpotensi sebagai pengganti bahan bakar fosil dalam proses industri dan pembangkitan listrik.

Kajian pemanfaatan Green Ammonia ini sudah beberapa tahun dilakukan PT Pupuk Indonesia. Realisasi uji coba produksi Green Ammonia di Pupuk Kujang sendiri merupakan hasil dari kesepakatan antara PT Pupuk Kujang, PLN Indonesia Power serta Ishikawajima-Harima Heavy Industries (IHI Corporation) disela 2nd Asia Zero Emission Community (AZEC) pada Agustus tahun lalu.

Masanori Tsuruda, Sementara itu, Deputy Commissioner for International Affairs Agency for Natural Resources and Energy, Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) yang hadir di lokasi mengatakan bahwa Pemerintah Jepang sangat berkomitmen untuk terus mendukung proyek dan upaya Indonesia untuk melakukan transisi energi serta berharap dapat menjadi contoh negara anggota Asia Zero Emission Community (AZEC).

“Saya sangat senang melihat bahwa proyek ini berjalan dengan baik dan telah menunjukkan kemajuan yang nyata. Negara-negara anggota AZEC sangat berkomitmen untuk mencapai tujuan yang ambisius, yaitu mencapai dekarbonisasi, pertumbuhan ekonomi, dan keamanan energi secara bersamaan. Saya berharap proyek ini akan menjadi contoh yang baik bagi negara-negara AZEC lainnya,” ujar Masanori.

Abadi Poernomo, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), upaya – upaya inisiatif para pelaku usaha untuk ambil bagian dalam penurunan emisi patut diapresiasi. Pemerintah kata dia tidak bisa bekerja sendiri dalam memenuhi target penurunan emisi dan transisi energi. Langkah Pupuk Indonesia dan unit usahanya kata dia harus terus didorong dengan berbagai instrumen fasilitas yang dimiliki pemerintah. Uji coba ini sangat positive dalam menyongsong eracenrgi hijau. Apapun juga yang dilakukan oleh Badan Usaha untuk mencapai NZE di 2060 perlu didukung, apalagi yang telah selaras dengan Kebijakan Energi Nasional,” kata Abadi kepada Dunia Energi.

Abadi menilai uji coba yang dilakukan juga bisa menjadi tolak ukur jika nanti Green Ammonia digunakan dengan skala yang lebih besar. Dia optimistis dengan penerapan yang tepat penggunaan Green Ammonia pada pembangkit listrik bisa direalisasikan dengan harga energi yang bisa memenuhi keekonomian. “Dari uji coba ini, nanti akan terlihat keekomiannya. Keekonomian menjadi tolok ukur , karena saat ini kita masih memerlukan energi yang affordable,” ujar Abadi.

Tantangan dalam penurunan emisi dan transisi energi semakin besar. Tekanan internasional maupun kebutuhan besar energi yang tinggi di dalam negeri membuat cita-cita untuk mengadirkan energi bersih dan ramah terhadap lingkungan terasa sangat berat. Namun tidak tepat jika itu terus menjadi alasan pasalnya Indonesia mempunyai modal besar yang jika dikelola dengan baik maka berbagai tantangan bisa dihadapi. Modal itu kini dimiliki oleh Pupuk Indonesia, pengalaman, teknologi yang mumpuni membuat PT Pupuk Indonesia kini jadi kunci dalam menjaga asa transisi energi di Indonesia.