JAKARTA – Pemerintah tengah memgkaji pemberlakukan kontrak jangka panjang hingga 30 tahun untuk kontrak jual beli listrik dari panas bumi (PLTP). Ini merupakan strategi yang diusung untuk mendorong investasi panas bumi yang potensinya besar namun tidak dimanfaatkan secara optimal.

Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan panas bumi terbilang besar bahkan bisa tujuh kali lipat dari batu bara. Karena itu wajar jika harga listrik yang dihasilkan lebih tinggi ketimbang batu bara. Namun jika dibiarkan seperti itu maka tidak akan ada tempat bagi panas bumi di kelistrikan Indonesia. Untuk itu pemerintah bakal menawarkan regulasi terbaru terkait kontrak jual beli listrik antara PLN dan pengembang panas bumi untuk memastikan pelaku usaha juga bisa dapat untung.

“Pemerintah lagi atur adalah geotermalnya tetap diakomodir oleh PLN dengan harga yang ekonomis. Kita bikin average rata-rata break even pointnya 8-10 tahun, tetapi kita perpanjang kontraknya menjadi 30 tahun. Nah 20 tahun ini dia bisa mendapatkan revenue profit yang baik. Jadi harus kita combine,” kata Bahlil disela pembukaan Th 10th Indonesia International Convention & Exhibiton (IIGCE) 2024 di Jakarta, Rabu (18/9).

Sejauh ini berdasarkan data pemerintah realisasi pemanfaatan panas bumi baru 2,6 Gigawatt (GW) atau sekitar 3% dari total kapasitas pembangkit listrik yang ada di tanah air yakni sebesar 93 ribu megawatt (MW). Padahal berbagai kajian menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia.

Tantangan lainnya dalam pengembangan panas bumi adalah urusan perizinan dan lahan. Kementerian ESDM kata Bahlil bakal fokus berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mencari solusi dari masalah tersebut.

Bahlil mengakui saat ini untuk bisa memulai kegiatan produksi panas bumi hingga ke konstruksi PLTP bisa memakan waktu 6 tahun. Sebagian besar waktu itu dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan lahan dan perizinan.

“Eksplorasi itu butuh waktu 2-3 tahun jadi bisa membangun konstruksinya itu pada tahun ke-6 jadi lebih masa periodisaai presiden satu periode. kami akanmemangkas baik dari sisi syarat waktu untuk kita mendorong teman-teman investor dalam melakukan percepatan-percepatan investasi,” ungkap Bahlil.