JAKARTA– Gejolak di intern PT Pertamina (Persero) soal kisruh PT Pertamina Power Indonesia (PPI), anak usaha Pertamina di sektor pembangkit listrik tenaga gas, dengan Marubeni Corp di Proyek Pembangkit Lisrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1 di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat memasuki babak baru. Adalah Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, secara resmi mencopot Ginanjar Sofyan sebagai Direktur Utama PPI per Jumat (15 November 2019).
“Benar, Per Jumat (15 November) saya sudah tidak menjabat lagi Dirut PPI,” ujar Ginanjar saat dikonfirmasi Dunia-Energi pada Sabtu (16/11).
Dengan pencopotan Ginanjar, kursi direksi PPI hanya satu orang yaitu Indra Trigha. Karyawan yang lama di bidang pengolahan Pertamina ini menjabat Direktur Strategic Planning & Business Development PPI. Bersama Ginanjar, Indra dan 28 pekerja PPI bahu-membahu membawa perubahan bagi Pertamina yang memulai bisnis (move on) ke sektor pembangkit listrik tenaga gas. “Semoga Indra dan kawan-kawan bisa membawa perbaikan bagi PPI,” ujar Ginanjar.
PPI adalah pimpinan konsorsium PLTGU Jawa 1 berkapasitas 1.760 Megawatt (MW) bersama Marubeni dan Sojitz, dua perusahaan asal Jepang. Bersama mitranya di floating strorage regassification unit (FSRU), ketiganya membentuk konsorisum PT Jawa Satu Power.
Saat ini kemajuan proyek tersebut mendekati 40%, di atas proyeksi. Ginanjar bersyukur meninggalkan proyek ini dengan kemajuan yang di atas ekspektasi. “Saya berharap proyek Jawa Satu ini bisa beroperasi pada 2021,” ujarnya.
Seperti diberitakan Dunia-Energi sebelumnya, pencopotan Ginanjar dikaitkan “ketidaksukaan” Marubeni Corp dengan gaya kepemimpinan Ginanjar yang dinilai tidak pro-anggota konsorsium. Padahal, sepak terjang Ginanjar di PPI diakui oleh banyak pihak (termasuk dari intern Pertamina) menguntungkan Pertamina dan PT PLN (Persero) selaku pemegang (bouwheer) proyek PLTGU Jawa 1. Selain efisiens, Ginanjar memimpin konsorsium Jawa Satu Power dengan mengedepankan transparansi.
“Berbagai upaya licik yang dilakukan oleh anggota konsorsium, terutama Marubeni, selalu dihalangi oleh Ginanjar. Mungkin Marubeni lapor ke BOD Pertamina sehingga tanpa melakukan klarifikasi kepada Ginanjar, Nicke mencopot yang bersangkutan,” ujar sumber Dunia-Energi yang mengetahui latar belakang pencopotan Ginanjar dari kursi dirut PPI dan pimpinan Jawa Satu Power.
Sumber membisikkan, pada Selasa (5 November 201) dua pekan lalu juga ada pertemuan khusus antara Sekretaris Perusahaan Pertamina Tajuddin Noor yang didampingi Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Heru Setiawan dan Direktur SDM Pertamina Kushartanto Koeswiranto. Pertemuan dilakukan setelah pada pagi harinya dilakukan rapat dewan direktur Pertamina yang salah satunya membahas soal “kisruh” Ginanjar dengan Marubeni.
Sumber Dunia-Energi yang mengetahui pertemuan itu menyebutkan, dalam pertemuan pada sore nan cerah itu, Ginanjar ditawari dua opsi untuk memiliki jabatan direksi di PT Elnusa Tbk (ELSA), anak usaha Pertamina di sektor hulu dan PT Asuransi Tugu Pratama Tbk, anak usaha Pertamina di sektor asuransi. Toh, sarjana manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran itu menolak dua jabatan itu lantaran yang bersangkutan tidak mendapat alasan lengkap tentang pencopotannya yang mendadak.
Tajuddin yang dikonfirmasi pada Rabu (6 November) hanya memberikan jawaban singkat. “Pertanyaannya berat banget. Aku butuh waktu dulu, kebetulan lagi banyak rapat,” ujarnya kepada Dunia-Energi.
Dharmwan H Samsu, Komisaris Utama PPI yang juga direktur hulu Pertamina, mengatakan hingga kini belum ditetapkan siapa pengganti Ginanjar. Isu pergantian dirut bukan masalah, siapapun bisa diganti. “Saya saja bisa diganti. Itu bukan isu, yang penting perusahana bekerja dengan kemitraan yang positif. Tidak ada isu antara kami dan Marubeni,” ujar Dharmawan kepada Dunia-Energi.
Dengan dicopotnya Ginanjar, posisi Dirut PPI dan jabatan pimpinan konsorsium Jawa Satu Power lowong. Padahal, proyek PLTGU Jawa 1 sedang dalam performa yang bagus baik dari pengembangan PLTGU maupun FSRU. Proyek ini bisa saja terhenti sementara karena tidak ada pejabat yang bisa mengambil keputusan dalam tahap konstruksi ini.
Ginanjar memang getol menyoal pelanggaran “etika bisnis” yang dilakukan Marubeni, salah satu mitra konsorsium Pertamina di Jawa Satu Power. Mantan Vice Presdident LNG di Direktorat Gas Pertamina itu beberapa kali mengirim surat resmi ke bagian investigasi korporat untuk melihat beberapa keganjilan proyek PLTGU Jawa 1 seperti soal entering fee masuknya Sojitz ke konsorsium pada Juni 2016.
Pertamina sebagai pimpinan konsorsium sejatinya tak pernah meminta entering fee sebesar US$ 1,5 juta kepada Sojitz. Ini terkait surat Sojitz pad September 2018 yang menyampaikan kepada PPI bahwa Marubeni meminta “kompensasi” atas bergabungnya Sojitz ke dalam konsorsium dan Sojitz akhirnya menyepakati pembayaran kepada Marubeni. Sojitz mengira bahwa permintaan Marubeni tersebut atas sepengetahuan dan persetujuan PPI, padahal kenyataannya PPI tidak pernah diinformasikan dan diminta persetujuan. Belakangan, Marubeni terpaksa harus men-disclose kepada PPI perihal kesepakatan entering fee dengan Sojitz.
Di luar itu, ada juga masalah pembelian lahan tambahan untuk Right of Way (ROW) pada 2018 seluas 21 hektare. PPI selalu menyampaikan kepada konsorsium bahwa keekonomian proyek Jawa-1 berada di “zona kuning”. Dengan demikian, setiap potensi penghematan pada Proyek harus dioptimalkan untuk menjaga, bahkan menaikkan EIRR proyek untuk kembali ke “zona hijau” (hurdle rate). Namun, konsorsium Jawa Satu Power hampir kehilangan potensi penghematan US$ 12 Juta dalam beberapa kali proses negosiasi dengan kontraktor pembebasan lahan akibat dorongan kuat Marubeni yang menyetujui penawaran harga lahan awal dari kontraktor dengan alasan tata waktu yang ketat. Padahal saat itu harga yang ditawarkan lebih tinggi tiga kali lipat dari harga lahan yang dibeli konsorsium dari PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha PT Pertamina yang kini jadi anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), di lokasi yang sama. PPI berhasil memperoleh harga lahan hanya 1/6 dari penawaran awal kontraktor atau 1/3 dari harga lahan Pertagas.
Di luar itu, ada isu pelanggaran kandungan dalam negeri. Seperti dikutip dari bocoran surat Dirut PPI, Deputi COO JSP (representasi Marubeni) secara diam-diam melakukan pendekatan intensif ke kontraktor EPC untuk menggunakan produk pipa impor dari Marubeni Itochu Steel Inc. Mengutip surat tersebut, Dirut PPI menyatakan bahwa upaya tersebut dapat melanggar Peraturan Menteri Perindustrian tentang TKDN. Hal ini secara terang benderang diatur dalam Power Purchase Agreement (PPA) antara konsorsium dan PT PLN (Persero).
Belum lagi soal negosiasi dengan MOL sebagai pengganti Exmar dalam Konsorsium FSRU pada 2018. Sojitz dan Marubeni menginisiasi penggantian mira FSRU dari Exmar menjadi Mitsui O.S.K. Lines (MOL) karena adanya indikasi bahwa Exmar dalam kondisi keuangan yang tidak stabil dan dapat menimbulkan bankability concern bagi lender.
Melalui surat nomor 116/PPI00000/2019-SO, Ginanjar menyampaikan empat soal itu kepada Chief Audit Executive Pertamina melalui surat tertanggal 13 September 2019. Subjek surat tersebut terkait tambahan data dan informasi terkait permohonan pelaksanaan investigas proyek PLTGU Jawa 1.
Di luar itu, Dirut PPI juga menyampaikan kepada Heru Setiawan ihwal pencarian mitra untuk konsorsium IPP di Bangladesh. Marubeni awalnya diajak untuk jadi bagian dari proyek itu, tapi Dirut PPI Ginanjar menyarankan untuk mencari mitra baru. Salah satu opsi adalah memberikan kesempatan kepada salah satu perusahaan asal Jepang yang sangat menjunjung etika bisnis untuk jadi mitra Pertamina di proyek IPP Bangladesh berkapasitas 1.200 MW. (DR/RI)
Komentar Terbaru