JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai 23 % energi baru dan terbarukan (EBT) pada bauran energi di tahun 2025. Di akhir tahun 2021, bauran energi dari EBT telah mencapai sekitar 11,7 %.
Sebagai negara tropis dengan radiasi matahari yang maksimal, pemerintah menargetkan akan ada tambahan 3,6 Gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
“Indonesia negara tropis, sehingga banyak daerah yang memiliki radiasi matahari yang maksimal. Untuk mencapai target tersebut, kami mengesahkan Peraturan Menteri (Permen) terkait PLTS Atap.Kami juga memiliki potensi energi angin, air, dan arus laut,” ungkap Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat melakukan pertemuan dengan World Bank Managing Director for Operations Axel van Trotsenburg dan Vice President for East Asia and the Pacific Manuela Ferro di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa(15/2/2022). Dalam pertemuan ini juga membahas upaya transisi energi di Indonesia yang juga merupakan isu utama pada gelaran Presidensi G20 Indonesia.
Arifin menyampaiman upaya lainnya untuk mencapai bauran energi tersebut, yakni pembangunan 10,6 GW pembangkit listrik tenaga (PLT) EBT, termasuk penggantian PLTD menjadi PLT EBT, dan pemanfaatan biofuel hingga 11,6 juta kiloliter.
Pemerintah juga telah memiliki peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Pada peta jalan tersebut, tambahan pembangkit listrik setelah tahun 2030 hanya dari PLT EBT. Mulai 2035, pembangkit listrik akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE) dalam bentuk tenaga surya, diikuti tenaga angin dan arus laut pada tahun berikutnya. Hidrogen juga akan dimanfaatkan secara gradual mulai 2031 dan secara masif pada 2051. Tenaga nuklir akan masuk dalam sistem pembangkitan mulai tahun 2049.
“Pada rencana suplai listrik, ada arus laut, surya, air, panas bumi, dan sebagainya. Namun saat ini sumber energi terbesar adalah dari energi surya,” ujar Arifin.
Indonesia juga akan membangun super grid untuk meningkatkan konektivitas kelistrikan, di mana transmisi baru antarsistem dan antarpulau dibutuhkan untuk membagi sumber energi terbarukan yang dimiliki suatu daerah.
Arifin menekankan perlunya pembangunan infrastruktur untuk menghubungkan pulau-pulau utama dengan transmisi yang disuplai dari PLT EBT.
“Sebagai contoh, Kalimantan Utara akan dihubungan dengan Sumatera dan Sulawesi. Selain itu, suplai listrik dari Nusa Tenggara, di mana banyak sumber energi surya, dapat dihubungkan ke Sulawesi dan Kalimantan,” ujarnya.(RA)
Komentar Terbaru