BANGKALAN – Jumlah produksi garam di Indonesia kian menurun, sedangkan jumlah kebutuhan garam setiap tahunnya selalu meningkat. Madura yang merupakan daerah dengan penghasil garam terbesar di Indonesia juga mengalami penurunan dari hasil garam. Oleh karena itu persoalan garam masih menjadi isu utama, tidak terkecuali di wilayah Kabupaten Bangkalan. Pengembangan sektor garam di wilayah Kabupaten Bangkalan juga masih kekurangan perhatian dari pemerintah setempat untuk menggenjot jumlah produksi garam rakyat. Pada tahun 2022, capaian garam di Kabupaten Bangkalan hanya 740 ton dari target yang ditetapkan yakni 4.000 ton atau hanya 18,5% dari target Kabupaten Bangkalan. Angka tersebut diambil berdasarkan data angka produksi di empat kabupaten yakni kabupaten Bangkalan, Pamekasan, Sampang dan Sumenep.
Dalam upaya mendorong produksi garam nasional, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) mengembangkan inovasi program Siram Berbakat (Kristalisasi Garam Berbahan Bakar Briket Rakyat) di Desa Banyusangka, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Selain mampu meningkatkan produksi garam rakyat, program Siram Berbakat juga menyelesaikan permasalahan sampah di Desa Banyusangka.
PHE WMO meningkatkan produksi garam rakyat melalui proses kristalisasi menggunakan teknologi tepat guna yang memiliki bahan bakar dari briket. Briket dikembangkan berasal dari sampah masyarakat yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Muzwir Wiratama, GM Zona 11 Regional 4 Subholding Upstream Pertamina, mengatakan usaha garam rakyat di Indonesia memiliki akar sejarah yang kuat dan layak untuk dikembangkan. Sebagai negara kepulauan, usaha garam rakyat sangat potensial sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.
“PHE WMO mendukung upaya pemerintah mendukung produksi garam nasional dengan memberdayakan petani garam di Desa Banyusangka, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan melalui inovasi dan pengembangan teknologi sehingga usaha garam rakyat semakin efisien, berkualitas dan menjadi komoditi strategis yang dapat meningkatkan kesejahteraan petambak garam khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya. Kami ingin keberadaan kami membawa nilai manfaat kepada pemangku kepentingan, khususnya masyarakat di ring satu,” kata Wiratama, di Salt Center Banyusangka Bumdes Wijayakusuma, Desa Banyusangka, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan, Selasa(8/11).
Wiratama menyampaikan Program Pengembangan Siram Berbakat ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mendukung kinerja keberlanjutan melalui program Environmental, Social & Governance (ESG) dan mendukung pemerintah mencapai target agenda internasional khususnya Sustainable Development Goals, dimana program ini utamanya berkontribusi pada tujuan nomor 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
“Semoga bisa menjadi HUB yang lebih besar lagi dan bisa direplikasi di tempat lain,” ujar Wiratama.
Ubaidillah Husni, Local Hero sekaligus Ketua Unit Usaha Produksi Garam, mengakui Salt Center Terintegrasi berhasil mendongkrak produksi garam masyarakat Desa Banyusangka.
“Produksi garam di Salt Center saat ini bisa mencapai 50 kilogram per hari. Kami juga mengembangkan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak seperti pengrajin ikan asin dalam pendistribusian garam, serta petani garam sekitar baik di wilayah Desa Banyusangka maupun desa sekitarnya, untuk menjalin kerjasama distribusi garam rakyat ‘HUB’ melalui BUMDes Wijaya Kusuma,” ungkapnya saat ditemui di Salt Center.
Desa Banyusangka memiliki kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terbesar di Kabupaten Bangkalan. Di sisi lain, kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan juga masih rendah dan seringkali membuang sampah sembarangan. Banyusangka yang berada di kawasan pesisir juga mendapatkan banyak sampah kiriman dari arus laut, bahkan kondisi ini juga menyebabkan banjir di Desa Banyusangka. Masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat Desa Banyusangka adalah masih rendahnya produksi garam rakyat sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan garam lokal, khususnya untuk proses pengasinan ikan.
Minimnya produksi garam dan masalah sampah, mendorong dirumuskannya inovasi program untuk menjawab kedua permasalahan tersebut secara bersamaan. Inovasi program yang dikembangkan dijawab melalui kegiatan pengelolaan lingkungan di Desa Banyusangka dengan menerapkan pengelolaan sampah yang bekerjasama dengan Rumah Daur Ulang (RDU) De eL Ha Kabupaten Bangkalan. Sampah yang telah dikumpulkan oleh kelompok selanjutnya ditukar dengan briket, selanjutnya briket tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses kristalisasi garam.
Inovasi program yang dikembangkan oleh PHE WMO untuk menjawab permasalahan yang dihadapi terkait dengan minimnya produksi garam, dilakukan dengan membuat serangkaian teknologi tepat guna mulai dari peningkatan kapasitas masyarakat hingga pengembangan teknologi itu sendiri.
Garam yang diproses dengan evaporasi dengan memanfaatkan briket ini juga memiliki hasil yang lebih putih dan halus. Inovasi ini juga mampu meningkatkan kapasitas produksi mencapai 50kg per hari. Selain peningkatan produksi garam, teknologi Siram Berbakat ini juga ramah lingkungan dan mampu mengurangi emisi GRK sebesar 85%.
Pengembangan HUB “Jaringan Kerjasama Petani Garam Rakyat” ini dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat luas karena tingginya harga garam yang dimainkan oleh tengkulak sedangkan kualitas garamnya rendah.
Melalui inovasi ini, petani garam tidak hanya dari Desa Banyusangka tetapi desa sekitar lainnya seperti Desa Tlangoh juga bekerjasama dengan BUMDes Wijaya Kusuma dalam proses distribusi garam. Dengan adanya kerjasama ini BUMDes Wijaya Kusuma telah mampu menjamin stabilitas harga garam khususnya di wilayah Desa Banyusangka dan sekitar Kecamatan Tanjungbumi. Hingga saat ini sebanyak 7 petani garam bekerjasama dengan BUMDes Wijaya Kusuma.
Program ini telah berkontribusi terhadap 4 aspek yang sangat dirasakan oleh penerima manfaat yakni alam, ekonomi, sosial, dan kesejahteraan.
Inovasi Sosial Salt Centre Terintergrasi
Program Salt Centre Terintegrasi dikembangkan pada tahun 2018 melalui fasilitasi penyediaan sarana dan prasana produksi garam serta penyediaan rumah garam sebagai salah satu upaya peningkatan produktivitas petani garam dikala musim penghujan. Adanya rumah garam ini merupakan salah satu jalan keluar agar produksi garam tidak tergantung pada musim, karena hingga saat ini sebagaian pesar petani garam sangat bergantung pada musim dan ketika musim hujan/ kemarau basah hasil garam tentunya mengalami penurunan. Pelaksanaan program Rumah Garam di tahun 2018 terbukti efektif karena pada saat musim penghujan di tahun tersebut kelompok mampu produksi garam dengan hasil panen mencapai 11 ton dalam satu tahun penuh.
Pada 2022, PHE WMO mengembangkan program Salt Centre yang fokus pada pengembangan teknologi tepat guna untuk peningkatan kualitas garam. Adapun teknologi yang diterapkan adalah dengan membuat roughing filter, rumah garam portable dan juga alat cuci garam. Penerapan teknologi tepat guna tersebut telah berhasil meningkatkan kualitas garam rakyat di Desa Banyusangka dengan salah satu indikator pengukurannya adalah peningatan kadar NaCl garam banyusangka dari yang sebelum ada program hanya sekitar 56,12% dan menjadi 94,07% dan telah memenuhi standart garam konsumsi. Selain itu, pelaksanaan program di tahun 2022 juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi produk berbahan dasar garam dan juga pengembangan eduwisata garam. Meskipun telah berhasil dalam meningkatkan kualitas garam dan juga ekonomi masyarakat melalui inovasi yang dikembangkan, tetapi nyatanya masih terdapat masalah yang krusial yang dihadapi oleh petani garam di Indonesia. Masalah tersebut adalah minimnya jumlah produksi garam rakyat.
Pada program Salt Centre Terintegrasi juga dikembangkan kegiatan pengenalan cuaca. Pengenalan cuaca ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya petani garam untuk mengetahui pertanda alam melalui pemantauan awan. Hal tersebut ditujukan agar masyarakat dapat melakukan prediksi cuaca secara mandiri. Pengamatan cuaca ini menggunakan teropong binocular yang dapat melihat secara lebih jelas dan dalam jarak yang lebih jauh terkait dengan kondisi awan sehingga dapat memprediksi apa yang akan terjadi. Dengan adanya pelatihan ini masyarakat mampu mengukur peluang terjadinya hujan. Pada kegiatan pelatihan cuaca ini juga dilakukan pengenalan kepada kelompok penerima manfaat untuk mengakses data cuaca pemerintah sebagai data sekunder. Pada kegiatan ini kelompok juga membuat daily report sebagai bentuk record daily dari hasil pengamatan cuaca. Pengamatan cuaca dilakukan dengan menggunakan teropong binocular, windsocks dan juga anemometer untuk memastikan kondisi cuaca berdasarkan kondisi awan, arah angin dan juga kecepatan angin.
Inovasi lain yang diterapkan pada Salt Center Terintegrasi di Desa Banyusangka adalah Teknologi Ulir Filter (TUF) .
TUF merupakan salah satu water treatment yang ditujukan untuk mempercepat proses evaporasi garam, sehingga produksi garam yang dihasilkan juga akan meningkat. Teknologi ini juga sebagai upaya untuk efisiensi lahan garam.
Penerapan Teknologi Ulir Filter ini dilakukan dengan cara memodifikasi petak garam yang dibuat secara berulir untuk mempercepat laju air agar lebih cepat tua sehingga mempercepat proses kristalisasi garam. Jika dengan menggunakan metode konvensional proses kristalisasi air tua membutuhkan waktu 21-28 hari, dengan adanya teknologi ulir filter mampu mempercepat proses kristalisasi mencapai 14 hari. Teknologi Ulir Filter ini juga memanfaatkan limbah padat Non B3 PHE WMO berupa pipa sebanyak 0,34785 ton.
PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi di lapangan lepas pantai barat Madura. PHE WMO sebagai Kontraktor Kontrak Kerjasama SKK Migas untuk pengelolaan lapangan migas di Blok WMO sejak 7 Mei 2011, di mana sebelumnya konsesi blok dikelola oleh Kodeco Energy Co. Ltd. Pada 1 April 2021, PHE WMO menjadi wilayah kerja di bawah Zona 11, Regional 4, Sub Holding Upstream (SHU).
PHE WMO dibentuk khusus untuk mengelola lapangan minyak dan gas lepas pantai barat Madura (West Madura Offshore). Lokasi sumur dan anjungan proses PHE WMO berada di lepas pantai, sementara fasilitas proses dan distribusi untuk gas berada di wilayah Gresik, Jawa Timur.(RA)
Komentar Terbaru