JAKARTA – Empat kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) dengan skema gross split ditandatangani, Rabu (11/7). Dua kontrak merupakan kontrak perpanjangan dan dua lainnya merupakan kontrak pengelolaan bersama antara kontraktor eksisting bersama PT Pertamina (Persero) dengan jangka waktu masing-masing selama 20 tahun.
Keempat kontrak yang ditandatangani adalah PSC Blok Bula, Malacca Strait, Kepala Burung dan Blok Salawati.
“Perkiraan total nilai Investasi dari pelaksanaan komitmen kerja pasti lima tahun pertama adalah sebesar US$ 148,4 juta atau setara Rp 1,9 triliun,” kata Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu.
Blok Bula pembagian bagi hasilnya untuk minyak kontraktor sebesar 66,5% dan pemerintah 33,5% dengan komitmen kerja pasti US$ 5,25 juta. Blok Malacca Strait bagi hasil untuk minyak 59% kontraktor dan 41% pemerintah dengan total komitmen kerja pasti US$ 45,75 juta. Untuk gas 64% menjadi jatah kontraktor. Sisanya 36% jatah pemerintah.
Blok Kepala Burung, pembagian untuk minyak sebesar 48,5% menjadi jatah kontraktor dan 41,5% menjadi jatah pemerintah. Sementara untuk gas 53,5% untuk kontraktor dan 46,5% menjadi jatah pemerintah. Serta total komitmen kerja pasti US$ 61,22 juta.
Blok Salawati dengan komitmen kerja pasti US$ 36,25 juta, pembagian hasil untuk minyak 48% untuk kontraktor dan sisanya 52% untuk jatah pemerintah.
Untuk bonus tanda tangan total yang didapatkan oleh pemerintah mencapai US$ 5,5 juta dengan perincian bonus untuk blok Bula US$ 1 juta, Salawati US$ 1 Juta, Kepala Burung 1 Juta dan Malacca Strait US$ 2,5 juta.
Kontrak yang ditandatangani adalah kontrak pengelolaan blok Bula dengan Kontraktor adalah Kalrez Petroleum (Seram) Ltd. yang sekaligus juga sebagai operator. Kontrak blok Bula saat ini (existing) akan berakhir pada 31 Oktober 2019.
Kontrak blok Salawati dengan kontraktor Petrogas (Island) Ltd. (sekaligus sebagai Operator) dan PT Pertamina Hulu Energi Salawati. Kontrak akan berakhir pada 22 April 2020.
Kontrak Kepala Burung dengan kontraktor Petrogas (Basin) Ltd. (sekaligus sebagai operator) dan PT Pertamina Hulu Energi Salawati Basin. “Kontrak bagi hasil Kepala Burung saat ini (existing) akan berakhir pada 14 Oktober 2020,” ungkap Djoko.
Selanjutnya adalah kontrak blok Malacca Strait dengan kontraktor EMP Malacca Strait S.A (sekaligus sebagai Operator) dan PT Imbang Tata Alam yang akan berakhir pada 4 Agustus 2020.
Djoko mengatakan hak partisipasi (participating interest/PI) yang dimiliki kontraktor tersebut, termasuk PI 10% yang akan ditawarkan kepada BUMD.
Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, berharap dengan adanya keputusan kontrak jauh hari sebelum kontrak berakhir diharapkan produksi tidak anjlok, bahkan masih bisa ditingkatkan.
“Tujuan pemerintah untuk mempercepat tanda tangan wilayah kerja yang akan berakhir ini agar para KKKS bisa melakukan alih kelola. Agar tujuan kami untuk mempertahankan atau meningkatkan produksi bisa tercapai,” ujar Ego.
Blok Bula sendiri produksi minyaknya tercatat sebesar 209,95 barrel oil per day (bopd). Blok Malacca Strait 2.202,24 bopd dan gas sebesar 3,01 mmscfd, blok Salawati produksi rata-rata1.117,56 bopd dan sebesar 2,56 mmscfd. Serta blok Kepala Burung 4.211 bopd dan gas sebesar 20,9 mmscfd.
Selain meminta para kontraktor untuk menjalankan komitmen kerja pasti, alih kelola blok terminasi juga harus memberikan manfaat terhadap penerimaan negara.
Menurut Ego, penerapan gross split selain memberikan kepastian penerimaan negara tentu juga positif bagi kontraktor.
“Prinsipnya alih kelola bisa memberikan penerimaan negara yang lebih baik, tapi juga KKKS bisa mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Mekanisme dari cost recovery ke gross split, KKKS bisa lebih efisien,” tandas Ego.(RI)
Komentar Terbaru