JAKARTA– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium sebesar Rp 150 per liter dan solar Rp 750 per liter yang mulai berlaku 5 Januari 2016 lalu adalah stimulus untuk pertumbuhan ekonom dan peningkatan daya beli masyarakat. Menurut Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratamaja Puja dengan turunnya harga BBM, pelaku usaha bisa memanfaatkannya. Harga barang kebutuhan produksi bisa turun seiring dengan turunnya harga BBM.
“Kami juga berharap pemerintah daerah segera menetapkan penurunan ongkos angkutan umum dan penurunan biaya transportasi dapat langsung berpengaruh pada harga barang,” ujar Wiratmaja.
Harga BBM diturunkan karena ditundanya pelaksanaan pungutan dana ketahanan energi (DKE). Sebelumnya, pemerintah akan menerapkan pungutan DKE sebesar Rp 200-Rp 300 per liter sehingga harga premium menjadi Rp 7.150 dan solar menjadi Rp 5.950. Pemerintah membatalkan pelaksanaan pungutan DKE sehingga harga solar akan turun dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650. Harga premium untuk non-Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) turun dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950, sedangkan harga premium untuk Jamali turun dari Rp 7.400 menjadi Rp 7.050.
Namun, kebijakan penurunan harga BBM tersebut praktiknya belum berpengaruh terhadap harga-harga kebutuhan pokok. Harga kebutuhan pokok yang merupakan kebutuhan sejumlah masyarakat tak kunjung turun. Seperti halnya ikan, sayur dan bahan pokok lainnya yang berada di di sejumlah pasar di sejumlah tempat di Jadebotabek dan beberapa kota besar lainnya malah mengalami kenaikan harga.
Pasalnya Harga BBM tak berpangaruh pada penurunan harga kebutuhan pokok. Padahal biasanya jika Harga BBM turun, harga sembako juga akan mengikutinya. Namun kali ini berbeda meski harga BBM turun, harga sembako tetap saja berada di atas bahkan hingga naik sampai 30%.
Sementara itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun sedang melakukan penghitungan atas penyesuaian tarif angkutan umum karena adanya penurunan harga BBM.Tarif angkutan umum yang menjadi kewenangan Kemenhub adalah tarif untuk angkutan jalan antar-kota antar-provinsi (AKAP) dan angkutan penyeberangan.
“Kami sampaikan, penghitungan (penurunan tarif) sedang berlangsung. Simulasi sudah dilakukan dengan berbagai asumsi,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Sugihardjo.
Sementara itu, penyesuaian tarif angkutan kota dan antar-kota di dalam provinsi menjadi kewenangan gubernur. Begitu juga tarif angkutan di dalam kota atau kabupaten, hal itu menjadi tanggung jawab wali kota atau bupati.
Menurut Sugihardjo, ada dua asumsi yang dijadikan pedoman penurunan tarif angkutan umum oleh Kemenhub, yakni turunnya harga BBM dan efek berantai kepada masyarakat. “Apabila selesai menghitung tarif, kami akan membuat surat kepada gubernur atau wali kota agar sesuai kewenangan melakukan penurunan tarif (penyesuaian) sehingga beban masyarakat terhadap transportasi berkurang. Uangnya bisa digunakan untuk sektor produktif dan untuk kehidupan sosial,” katanya.
Andre Djokosoetono, Ketua Umum DPP Organda, mengatakan kebijakan tarif angkutan sebenaranya sangat luas dan ada banyak faktor pembentukannya. Kalau untuk bahan bakar sebenarnya untuk secara sederhara bisa kita pisahkan antara solar dengan premium. Kalau untuk kendaraan yang menggunakan premium rasanya sulit untuk menurunkan tarif angkutan dengan bahan bakar premium, baik angkutan penumpang maupun barang. Penurunan harga premium kali ini sangat kecil terhadap persentase biaya operasi (opex), hanya Rp350 per liter. Hal ini dinilai tidak cukup untuk mengurangi biaya operasional untuk menutupi kenaikan biaya komponen lainnya. Misalnya, biaya upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMP), biaya perawatan dan biaya kompenen lain. Angkutan darat pengguna premium misalnya, taksi dan mikrolet/angkot. ”Masih banyak komponen lainnya ini yang biayanya makin tinggi. Penurunan premium tidak cukup untuk kaver ini,” katanya.
Berbeda dengan angkutan dengan bahan bakar solar. Menurut Andre, penurunan tarif angkutan darat dengan bahan bakar solar masih ada harapan. Pasalnya, penurunan harga solar cukup signifikan sebesar Rp 1050 per liter. Penurunan ini sudah pasti akan membantu melakukan efisiensi dengan sendirinya. Dengan penurunan yang signifikan ini untuk truk baik umum maupun di pertambangan penurunan ini sudah membantu melakukan efisiensi.
Untuk angkutan AKAP kelas ekonomi Organda sudah sepakat untuk turun kurang lebih 5%. Penerapannya direncanakan pertengahan tahun ini. Menurut Andre, Organda harus menjelaskan hal ini karena ada masyarakat yang bertanya ketika harga BBM naik, tarif angkutan langsung naik. tetapi ketika BBM turun sulit sekali tarif akutan turun.
“Perlu kami sampaikan kanaikan BBM selalu menyeret semua komponen penentu tarif angkutan ikut naik. Tapi, saat turun, komponen ini tidak ikut terkerek turun. Kalau UMR 2016 contohnya, apakah bisa turun ketika harga BBM turun. Jadi sebetulnya tingginya biaya angkutan paling banyak karena faktor inefisiensi. Seperti kemacetan panjang yang kerap terjadi,” katanya. (EA/DR)
Komentar Terbaru