JAKARTA— Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk menghentikan pembahasan RUU EBET yang antara lain berisi klausul power wheeling karena berisiko mengerdilkan peran negara pada pengelolaan sistem kelistrikan nasional.
 
“Rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU yang memuat power wheeling merupakan upaya untuk menghabisi peran negara dan memelihara kepentingan oligarki,” ujar Pengamat Energi dari Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean, Selasa (21/11/2023).
 
Secara gamblang, Ferdinand menjelaskan, RUU tersebut memberikan akses listrik milik negara berupa jaringan, transmisi, dan distribusi kepada swasta langsung ke pelanggan. “Sudah jelas, swasta bisa menjual listrik ke pelanggan dengan menggunakan infrastruktur negara,” ujar dia.
 
Ferdinand mengatakan yang lebih parah dalam undang-undang itu juga akan dibentuk badan usaha ketenagalistrikan yang akan mengatur penggunaan jaringan oleh swasta tersebut. “Ini kan parah. Saat ini, kebutuhan energi negara sudah dipenuhi BUMN,” katanya.
 
Dia menduga ada struktur kekuasaan di mana kekuasaan berada di tangan segelintir orang yang ingin menguasai energi di Tanah Air dengan merebut sistem ketenagalistrikan. “Mereka bersembunyi di belakang dalih energi baru dan energi terbarukan. Padahal tujuannya menguasai sistem kelistrikan.”
 
Menurut Ferdinand, negara maju seperti China hingga kini membangun PLTU karena murah. “Mengapa Indonesia sok-sokan menjadi pelopor energi terbarukan yang sama-sama kita ketahui masih mahal sekali investasinya serta masih minim investor,” katanya.
 
Dia meminta pemerintah dan DPR agar segera menghentikan pembahasan tersebut. “Sekali lagi saya bilang, RUU itu hanya mewadahi kepentingan oligarki. Jadi segera hentikan,” katanya. (RA)