JAKARTA- Bermula dari kejatuhan harga karet yang semula Rp14 ribu-Rp15 ribu per kilogram menjadi Rp4 ribu-Rp5ribu per kg lantaran monopoli tengkulak di Desa Prangat Baru. Belum lagi banyaknya tumpukan sampah sisa makanan di Terminal Santan yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang mencapai 100,55 ton.
Kondisi tersebut membuat Rindoni prihatin. Belakangan, sarjana pendidikan ini pun mencari bisnis apa yang bisa dilakukan oleh warga di Desa Prangat Baru. Muncullah ide dia untuk menanam kopi.
“Saya yakin kopi bila dikelola dengan baik dan benar bisa mendatangkan kesejahteraan bagi para petani,” kata Rindoni, mitra binaan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) saat berbicara dalam sharing session secara virtual bertema Journey to Empowerment: Berbagi Nilai dan Cita-Cita Bersama Masyarakat di Wilayah Operasi Migas, Kamis (16/12).
Rindoni, yang juga Ketua Kelompok Tani Kopi Desa Prangat Baru, mengatakan setelah rapat untuk melakukan sesuatu dalam menciptakan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat Desa Prangat Baru, khususnya petani, dicarilah tanaman yang bisa tumpang sari dengan tanaman karet.
“Kami temukan kopi bisa. Kami budidaya kopi liberika yang berasal dari Liberia dengan fermentasi biji kopi alami dari luwak liar,” ungkap Rindoni yang pada 12 Juli 2020 membentuk Kelompok Kopi Luwak yang saat ini memiliki 34 anggota.
Namun kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang pertanian kopi di awal penanaman membuat petani tidak langsung dapat menikmati hasilnya, seperti: tata cara penanaman yang benar, kondisi lahan yang kurang subur, dan harga kopi yang anjlok, hingga pada akhirnya mereka tergantung pada tengkulak. Belakangan, PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) melakukan pendampingan. Hasilnya pun positif. Rindoni dkk menggunakan metode tumpeng sari: tanaman kopi di sela tanaman karet.
Metode tumpang sari ini diklaim baru pertama kali diterapkan di Kalimantan Timur. Metode tumpang sari pada tanaman karet mejadi penanaman kopi pertama kalinya di daratan rendah. “Ada simbiosis mutualistis antara petani kopi liberika dan satwa musang luwak liar dalam proses fermentasi biji kopi. PHKT membantu jaga kesuburan tanah kebun dengan pemberian bantuan pupuk kontan,” katanya.
PHKT, yang merupakan bagian dari Zona 10 Pertamina Subholding Upstream Regional 3 Kalimantan, mengembangkan kopi liberika di Desa Prangat Baru. Melalui Program Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru (Kapak Prabu), program pengembangan kopi liberika ini berhasil menjadi salah satu kandidat PROPER Emas. Ini adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Iman Sudirman, Field Manager PHKT DOBU, mengatakan sebelum menjadi petani kopi, kegiatan petani di Desa Prangat Baru adalah berkebun karet. Namun, karena kondisi tanaman karet yang tua, tidak ada peremajaan, dan harga karet yang menurun, akhirnya petani beralih menanam kopi. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang pertanian kopi di awal penanaman membuat petani tidak langsung dapat menikmati hasilnya, seperti: tata cara penanaman yang benar, kondisi lahan yang kurang subur, dan harga kopi yang anjlok, hingga pada akhirnya mereka tergantung pada tengkulak.
Menurut Iman, PHKT datang menawarkan pendampingan dan bimbingan dalam usaha kopi melalui program Kampung Kopi. Sejumlah pelatihan dilakukan, mulai dari tata cara pembibitan, menjaga agar kopi berbuah dengan baik, cara panen yang benar, tata cara pengolahan dan penyajian kopi, hingga membuat kemasan yang menarik.
“Kini petani dapat mengelola kebun kopi dengan baik. Khusus untuk menjaga kualitas tanah yang baik, kelompok tani belajar bagaimana menjaga dan menambah kesuburan tanah kebun dengan kompos, yang dibantu oleh Santan Terminal PHKT,” ujarnya.
Melalui kegiatan Corporate Social Innovation (CSI) Biogreening, Santan Terminal telah mampu mengolah limbah organik dari mitra perusahaan katering menjadi pupuk kompos Santan Terminal. “Kami kelola biji kopi secara manual, masih menggunakan kearifan lokal. Dengan penggorengan tanah. Dengan cara ini kami bisa merasakan menikmati kopi bersama teman, dan tamu yang datang,” kata Rindoni.
Ke depan, produk biji kopi luwak Desa Prangat Baru diharapkan bisa dipasarkan dengan sistem maju dan modern dengan packaging-nya dibantu pihak Pertamina.
Menurut Rindoni, tempat mereka strategis, berada di pinggir jalan provinsi yang menghubungkan kota-kota di Kalimantan Timur.
“Kami harap masyarakat Kaltim bisa menikmati kopi sambil menikmati alam. Kami kembangkan edukasi Kampung Kopi Luwak,” kata Rindoni.
Iman menjelaskan, sebagai salah satu program CSR PHJT DOBU, Program Kapak Prabu sudah dipaparkan ke Dewan PROPER awal Desember lalu. “Semoga ke depannya, Program Kapak Prabu bisa semakin bermanfaat bagi masyarakat,” kata Iman.
Fitriati, Kepala Desa Prangat Baru, mengatakan kopi yang ditanam oleh Kelompok Kampung Kopi adalah kopi liberika, yaitu jenis yang jarang dibudidayakan di Indonesia. Jika kualitasnya bisa dijaga dengan pengemasan yang baik, akan mempunyai potensi besar dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan petani, hingga dapat menjual kopi Kapak Prabu ke luar daerah.
“Kopi di wilayah kami punya potensi besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” katanya.(RA)
Komentar Terbaru