JAKARTA – Ragam cara ditempuh Pemerintah demi menyelamatkan janji yang sudah diutarakan untuk mempercepat transisi energi melalui pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Setelah tidak mendapatkan respon positif dari dunia internasional untuk bisa dapatkan pendanaan biaya pensiun dini, kini pemerintah putar arah kembali bakal menjadikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai sumber dana. Namun langkah itu dinilai kurang tepat karena Indonesia dianggap kembali tunduk kepada negara – negara maju yang lebih dulu menimbulkan emisi besar.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan Pemerintah jangan sesumbar menggunakan sumber APBN untuk mendanai pensiun dini PLTU, apalagi untuk PLTU milik swasta karena akan memberatkan keuangan negara.

Menurut dia jika negara maju saja tidak berkomitmen dalam program energi hijau dan dukungan pendanaan yang mereka janjikan, kenapa Indonesia mau saja didikte untuk memensiunkan dini PLTU yang masih ekonomis.

“Kita harus mengevaluasi secara sungguh-sungguh program suntik mati PLTU tersebut, jangan sampai merugikan kepentingan nasional. Kita tidak ingin APBN kita yang langka ini digelontorkan untuk menghapus aset PLTU yang masih bernilai. Banyak pos-pos pembangunan lain yang membutuhkan alokasi prioritas pendanaan APBN, baik terkait sektor pendidikan, kesehatan maupun pangan,” ujar Mulyanto (22/10).

Mulyanto menuturkan penggunaan APBN untuk suntik mati PLTU ini bukanlah program yang layak untuk mendapat prioritas alokasi.  “Kita tunda pun tidak ada masalah,” kata Mulyanto.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan menyebutkan bahwa peraturan menteri ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan kebijakan transisi energi yang berkeadilan dan terjangkau oleh pemerintah dengan beberapa  cara. Termasuk di antaranya  pemberian dukungan fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di sektor ketenagalistrikan atau yang selanjutnya disebut “Platform Transisi Energi”.

Fasilitas Platform Transisi Energi ini, menurut Pasal 3 PMK 103 Tahun 2023, dimanfaatkan untuk keperluan sejumlah keperluan. Pertama, percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU batubara, percepatan pengakhiran waktu kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik PLTU batubara.

 

Kedua, percepatan pengakhiran waktu kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik PLTU batubara. Ketiga, dan/atau pengembangan pembangkit energi terbarukan sebagai pengganti atas kedua tindakan di atas.

Sumber pendanaannya, menurut Pasal 3 PMK 103 Tahun 2023, dapat berasal dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dukungan fiskal yang diberikan dalam fasilitas Platform Transisi Energi sebagaimana dimaksud memperhatikan kemampuan keuangan negara,” tulis Ayat 3. (RI)