JAKARTA – Pemerintah terus melancarkan berbagai jurus demi meningkatkan gairah investasi para pelaku usaha di sektor hulu migas. Terbaru adalah telah disetujuinya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang aturan main baru skema bagi hasil new gross split.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah menyetujui pemberlakuan beleid terbaru ini. “Per hari ini sudah dapat persetujuan Presiden,” kata Arifin saat diskusi dengan awak media di Gedung Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (2/8).

Lebih lanjut Arifin menyatakan keunggulan dari new gross split ini antara lain penyederhanaan komponen tambahan split agar lebih implementatif, yaitu dari 13 komponen menjadi hanya 5 komponen.

Serta yang paling penting adalah terkait bagi hasil atau split yang ditawarkan pemerintah bisa sangat besar kepada para kontraktor. “Tambahan split bagi kontraktor lebih menarik, bisa mencapai 95%, contohnya untuk Migas Non Konvensional (MNK), itu bisa dapat lebih besar (split) karena costnya banyak, resiko tinggi, PSC-nya juga itu gross split karena kalau cost recovery ada prosedur yang butuh waktu lama,” ungkap Arifin.

Skema gross split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di perhitungkan dimuka. Melalui skema ini, Negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan Negara menjadi lebih pasti. Negara pun tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara.

Perhitungan gross split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang pasti, terdapat pada persentase base split. Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%.

Paling mutakhir beleid terbaru ini bisa diaplikasikan nantinya di proyek MNK yang tengah digarap Pertamina di blok Rokan. Sejauh ini Pertamina Hulu Rokan (PHR) sudah melakukan dua pemboran di sana.” Sumur Gulamo dan Kelok sudah dibor, dan sedang dilakukan analisis mengenai batuannya,” ujar Arifin.

Kementerian ESDM sendiri sempat merilis informasi bahwa potensi MNK inplace di kedua sumur tersebut mencapai 80 juta barel minyak. Blok Rokan ini merupakan bagian cekungan dari central sumatera basin yang menyimpan lebih besar lagi potensi MNK.

Berdasarkan hasil assesment Energy Information Administration (EIA, 2013) Amerika Serikat, potensi MNK pada lima cekungan di Indonesia, terdapat sumber daya gas dan minyak in-place sebesar 303 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/TCF) dan 234 miliar barel minyak (billion barrel oil/BBO). Salah satu potensi sumber daya MNK itu berada pada cekungan Central Sumatera Basin. Adapun potensi sub basin North Aman di cekungan Central Sumatera Nasin memiliki potensi sumberdaya inplace 1.86 miliar barel minyak dan 2.4 TCF kubik gas.

“MNK Kerja sama dengan perusahaan Amerika Serikat (EOG Resources). sekarang batuan sedang analisa dan kalo bagus ada salah satu fakta bahwa batuan kita mengandung clay yeast material yang bisa melancarkan minyak shale yang terperangkap di batuan,” kata Arifin.

Sementara itu, Ariana Soemanto, Direktur Pembinaan Program Hulu, Kementerian ESDM, menyatakan pemangkasan variabel dalam beleid terbaru ini jumlahnya memang cukup signifikan.

“Jadi komponen variabel yang awalnya 10 disederhanakan menjadi 3. Sedangkan komponen progresif yang awalnya 3 disederhanakan menjadi 2. Detailnya nanti akan disosialisasikan lebih lanjut. Yang jelas PSC gross split yang baru ini akan menjadi pilihan yang lebih menarik dibanding PSC gross split sebelumnya. Di samping PSC cost recovery yang tentu juga masih tersedia,” jelas Ariana.