Sulit dibayangkan, apa jadinya dunia ketika tidak ada lagi sumber energi. Jangankan berharap adanya kemajuan ekonomi, aktivitas umat manusia pun dipastikan bakal terhenti. Mungkin kita akan kembali pada masa-masa ratusan abad silam. Pergi dari satu tempat ke tempat lain berjalan kaki, tanpa pakaian dan alas kaki karena mesin-mesin produksi semuanya berhenti.
Habisnya sumber energi bukanlah sebuah mimpi di siang bolong. Namun sudah menjadi ancaman nyata yang menganga di depan mata. Indonesia saja, yang katanya gemah ripah loh jinawi, saat ini hanya memiliki cadangan pasti minyak sebesar 4 miliar barel minyak bumi, dan 104 trillion cubic feed (tcf) gas. Cadangan ini diperkirakan bakal habis dalam 10-20 tahun kedepan.
Sejauh ini untuk Indonesia, belum banyak alternatif energi pengganti minyak dan gas bumi. Hanya batubara yang sudah mampu menggerakkan pembangkit listrik, namun sulit digunakan untuk rumahtangga dan transportasi. Masyarakat dunia khususnya Indonesia, praktis belum bisa meninggalkan ketergantungan pada minyak dan gas bumi.
Namun apa daya, tatkala produksi minyak Indonesia sejak 2002 selalu dirundung nestapa? Mungkin secara bertahap kita bisa bergeser ke gas. Namun tanpa adanya penemuan cadangan baru, dalam dua dekade mendatang, bangsa ini akan terseok mengemis energi ke negara lain. Kejayaan sebagai bangsa yang dikaruniai sumber daya alam melimpah, hanya tinggal cerita.
Dalam Kitab Suci Umat Islam, Al Qur’an, Tuhan berfirman bahwa Dia tidak akan mengubah nasib manusia, jika manusia itu sendiri tidak berusaha mengubah nasibnya. Artinya, mimpi buruk akan krisis energi yang dapat merontokkan sendi-sendi kehidupan bangsa itu tidak akan terjadi, jika kita mau berupaya keras mengantisipasinya.
Berbagi Potensi dan Risiko
Indonesia sendiri, sebenarnya belum benar-benar berada di titik nadir kemiskinan akan sumber energi, utamanya minyak dan gas bumi. Seperti diungkapkan Wakil Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) J Widjonarko, negeri ini masih memiliki potensi kandungan minyak dan gas bumi yang cukup besar.
Sayangnya, potensi itu masih sebatas catatan diatas kertas. Untuk membuktikan dan selanjutnya memproduksikannya, dibutuhkan kegiatan ekplorasi dengan teknologi tinggi serta biaya yang tidak murah. Namun Widjonarko meyakinkan, potensi besar cadangan migas yang bakal ditemukan, sangat sepadan dengan biaya dan risiko yang dihadapi dalam eksplorasi.
Guna memperkuat keyakinan itu, BPMIGAS dan Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung penuh inisiatif Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) bersama The Jakarta Scout Check Forum (JSC) menggelar “Farm-out Forum” untuk mengajak para investor migas di Tanah Air berbagi potensi dan risiko geologi, untuk keperluan eksplorasi.
“Berbagi potensi dan risiko adalah hal yang biasa dalam industri yang padat modal dan teknologi ini,” ujar Widjanarko dalam forum yang berlangsung di Bali, Jumat, 17 September 2012 tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawasan Eksplorasi Migas Kementerian ESDM, Yunan Muzaffar menyatakan, siap mendukung dan memfasilitasi Farm-out Forum, sepanjang mengikuti aturan-aturan yang berlaku. “Pemerintah mendukung penuh kegiatan Farm-out ini, karena murni kegiatan bisnis antara pemangku kepentingan dan investor,” ujar Yunan mewakili Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Naryanto Wagimin.
Yunan menambahkan, meski baru pertama diadakan, namun Farm-out Forum di Indonesia sudah berjalan sesuai aturan. Selama ini pemerintah hanya memonitor kegiatan beberapa blok yang ada di Indonesia, yang diikutsertakan dalam forum sejenis di Singapura, Houston, bahkan London. Repotnya, forum-forum sejenis di luar negeri, tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Ia menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, data yang dihasilkan dari operasi migas adalah milik pemerintah, yang bisa digunakan oleh pemangku kepentingan. “Pemerintah, harus mengatur, menata, dan mememanfaatkannya, termasuk untuk kepentingan farm out,” tandas Yunan di akhir pidato sambutannya.
Joint Venture Hingga Konsorsium
Farm-out Forum yang baru pertama digelar di Indonesia ini, boleh dibilang sukses. Kurang lebih 167 peserta yang terdiri dari perwakilan Direktorat Jenderal Migas, BPMIGAS, PT Patra Nusa Data, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian ESDM, perusahaan minyak dan gas bumi, perusahaan survei, serta perusahaan jasa konsultan, hadir dalam acara itu. Termasuk perwakilan investor dan stakeholder sektor migas dari Malaysia, Australia, Jepang, Singapura, dan Italia.
Kesuksesan Farm-out Forum juga bisa dilihat dari antusiasnya keikutsertaan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas. Sedikitnya 15 KKKS (22 Blok) ikut serta dalam forum tersebut. Yaitu HESS South Sesulu, Talisman Energy Andaman III, Talisman Energy Sadang, Talisman Energy South Mandar, Talisman Energy South Sageri, Murphy Oil Corp Wokam III, Star Energy Sebatik, NuEnergy Indon CBM Limited Rengat, Mubada Petroleum Kerapu, Husky Oil North Sumbawa II, dan PTTEP Malunda.
Tampak hadir pula Radiant Bukit Barisan South West Bukit Barisan, Tiara Bumi Petroleum West Air Komering, PT Pandawa Prima Lestari Wain, PT Three Golden Energy West Tungkal, Lundin Baronang, Lundin Cakalang, Lundin Gurita, Medco Nunukan, PT Sugico Graha West Kutai, PT Sugico Graha West Sanga-Sanga, dan PT Sugico Graha Kuala Kapuas II.
Tercatat turut serta sebagai sponsor dalam acara tersebut, antara lain Pertamina, PT Patra Nusa Data, TGS, Total E&P Indonesie, Fugro Jason, PetroChina, dan PT Exploration Think Tank Indonesia. “Kami berharap forum ini dapat diadakan reguler setiap tahun, sehingga ada peningkatkan kegiatan eksplorasi migas guna menambah cadangan migas Indonesia” ujar Ketua Umum IAGI, Rovicky Dwi Putrohari, disela-sela berlangsungnya acara.
Sepanjang Farm-out Forum berlangsung, telah dipresentasikan dua Blok potensial untuk Farm-out, dan 20 Wilayah Kerja Migas dalam bentuk poster booth. Wakil Sekretaris Jenderal IAGI merangkap Ketua JSC, Danu Widhisiadji menambahkan, dengan berbagi potensi dan risiko, diharapkan kegiatan eksplorasi yang padat teknologi dan padat modal tidak menjadi momok lagi.
Berbagi potensi dan risiko atau lazimnya disebut “sharing risk” biasanya dilakukan investor migas dengan membentuk Joint Venture atau konsorsium, pada wilayah kerja mereka. “Ini hal yang lumrah dalam bisnis migas,” tandasnya. Dengan begitu, ke depan Indonesia dapat berharap gairah eksplorasi makin menggeliat, cadangan migas bertambah, dan Indonesia terhindar dari ancaman krisis energi. Tentu saja, bersama kita bisa. (Iksan Tejo/duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru