JAKARTA – Lambannnya pengembangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia salah satunya akibat minimnya data geologis, sehingga investor besar enggan masuk. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah mengajukan anggaran Rp 15 triliun untuk membiayai eksplorasi yang lebih masif.
Hal ini terungkap dalam Seminar Pengelolaan Data Hasil Survei Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi, di Balai Kartini Jakarta, Kamis, 6 Desember 2012. Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini yang membuka acara itu mengakui, pengembangan migas Indonesia saat ini seakan jalan di tempat.
Berangkat dari itu, kata Rudi, diharapkan pemerintah dapat menyisihkan dana yang cukup untuk memenuhi keminiman data-data tersebut. “Bagaimana undang investor, datanya minim. Kita tidak bisa undang investor besar kalau begini keadaannya,” paparnya.
Harapannya, untuk keperluan eksplorasi yang lebih masif guna melengkapi data-data geologi migas, pemerintah dapat menyisihkan dana 5%, dari total penerimaan sektor migas per tahun yang mencapai Rp 300 triliun. “Kita minta 5%-nya saja, yakni Rp 15 triliun untuk petroleum fund,” tukasnya.
Rudi mengaku sudah menitipkan harapan itu, lewat revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 (UU Migas) yang kini tengah digodok DPR. Dana Rp 15 triliun per tahun itu, akan digunakan oleh Kementerian ESDM untuk mengupayakan pengelolaan data migas, pengembangan sumber daya manusia, dan survei pada lokasi sumber migas.
“Dengan begitu, kita ke depan akan memiliki data-data migas yang cukup dan menjadi milik pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk mengundang investor besar,” jelasnya.
Toh demikian, menurutnya dana Rp15 triliun itu sebenarnya tidak cukup. Pasalnya, kisaran dana eksplorasi atau petroleum fund secara internasional mencapai 8% dari total penerimaan migas per tahun.
“Kelogisan internasional dalam menyisihkan dana untuk kebutuhan petroleum fund itu berkisar antara 3% sampai 8%,” tandasnya.
(CR-1 / duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru