JAKARTA – Data blok minyak dan gas yang disiapkan untuk dilelang pemerintah selama ini kerap dikeluhkan karena kualitas yang tidak sesuai harapan. Kondisi ini berpengaruh terhadap minat investasi kontraktor terhadap pengelolaan blok-blok migas yang ditawarkan.
Ego Syahrial, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui kondisi rendahnya kualitas data blok migas yang dimiliki pemerintah. Salah satu penyebab adalah minimnya pendanaan yang diperlukan untuk mempersiapkan data tersebut.
Selama ini pemerintah hanya bisa menyiapkan data migas berdasarkan survei 2D. Ini berbeda dengan data migas milik badan usaha yang kerap kali justru lebih baik karena survei tidak hanya 2D melainkan juga 3D.
Dalam lelang blok migas tahun lalu saja dari lima blok migas yang diminati 70% data disiapkan sendiri oleh badan usaha.
“Anggaran kementerian terbatas karena satu tahun itu paling tidak seismik baru di badan geologi dananya tidak sampai Rp 90 miliar. Data disiapkan pemerintah masih 2D kerapatan kualitas data memang tidak sebagus itu,” kata Ego dalam diskusi bersama media di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (4/1).
Menurut Ego, dari total dana yang tidak sampai Rp 90 miliar tersebut masih harus dibagi lagi menjadi tiga wilayah berdasarkan sebaran basin atau cekungan yang terdapat di wilayah Indonesia.
Pada 2017, dana yang bisa digelontorkan Kementerian ESDM untuk melakukan survei data seismik 2D hanya RP 75 miliar untuk survei di titik lokasi dengan masing-masing dana per lokasi adalah sebesar Rp 25 miliar. “Tahun lalu ada tiga di Arafura Selatan, Selaru Timur serta Buru itu semua off shore,” kata Ego.
Untuk tahun ini dana yang disiapkan justru lebih rendah, hanya Rp 58 miliar untuk dua titik lokasi yakni di Selo Bangka, Sulawesi Tenggara dengan dana RP 29 miliar dan Singkawang Kalimantan Barat juga dengan biaya Rp 29 miliar.
Ego mengatakan dengan alokasi dana yang minim dipastikan akan sulit untuk memperoleh informasi akurat mengenai potensi cadangan migas di 128 cekungan yang tercatat sejauh ini. Terlebih untuk kedepan cadangan migas banyak terdapat di Indonesia bagian timur, dimana biaya yang dibutuhkan pasti akan lebih besar. Untuk satu titik survei di wilayah Indonesia Timur dana yang dihabiskan bisa mencapai Rp 100 miliar.
Data Kementerian ESDM menyebutkan sejauh ini potensi dari 128 cekungan yang baru 40% yang sudah dieksplorasi dan berhasil diproduksikan, sementara 20% baru dilakukan tahapan eksplorasi awal dan belum dipastikan potensi cadangannya. Sisanya belum tersentuh.
“Wilayah yang belum dilakukan apa-apa dan belum dilihat itu 40% (dari 128 cekungan). Nah itu terletak di Indonesia Timur,” tandas Ego.(RI)
Komentar Terbaru