JAKARTA – Produksi minyak dari Blok Rokan di Riau dapat meningkat dengan menerapkan program Enhanced Oil Recovery (EOR). Tantangan terbesar menerapkan EOR dengan menggunakan bahan kimia adalah penggunaan formula untuk memproduksi bahan kimia yang akan diinjeksi atau dimasukan ke dalam reservoar.
Masalahnya, menurut Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto, dari empat formula EOR yang dimiliki PT Chevron Pacifc Indonesia (CPI) selaku operator Blok Rokan, hanya tiga formula yang bisa diberikan ke Pertamina sebagai operator berikutnya dan satu formula lainnya tidak bersedia diberikan.
Salis S Aprilian, Founder dan CEO Digital Energy Asia, perusahaan konsultansi di sektor energi, menilai masalah formula itu bisa merujuk pada perjanjian sebelumnya antara CPI dan SKK Migas. Bila menggunakan skema Cost Recovery, SKK Migas bisa masuk dan mendapatkan formula tersebut dari CPI. “Nanti (formula itu) diberikan ke operator baru,” ujar Salis kepada Dunia Energi, Jumat (13/11).
Sebaliknya, bila memang semuanya masih biaya CPI dan belum di-close-out, Salis menyarankan Pertamina mengajak CPI untuk investasi di Blok Rokan secara bisnis (business to business). “Tapi saya yakin meski tidak semua biaya, ada sebagian (terutama biaya SDM) yang sudah di-recover,” ujar mantan Direktur Utama PT Pertamina EP dan PT Pertamina Hulu Energi, anak usaha di sektor hulu PT Pertamina (Persero) itu.
Bila pun misalnya CPI memang menyalahi hukum/perjanjian, menurut Salis, tinggal di arbitrase agar ada kejelasan hukum. Apabila pihak Indonesia yang benar, Salis menjamin CPI tidak akan berani mempertaruhkan reputasi bisnis mereka di tataran global. “Multinational company itu sangat takut sahamnya anjlok,” ujarnya.
Salis menyarankan Pertamina yang akan menjadi operator Blok Rokan mulai Agustus 2021 bisa bertanya pada para pekerja Indonesia yang ada di CPI. Dia memastikan CPI memiliki data, termasuk data biaya (costs) apa saja yang sudah di-recovery. “Merah putih mereka ( pekerja CPI asal Indonesia) dipertaruhkan,” ujarnya.
Djoko Siswanto sebelumnya meminta Pertamina aktif mempersiapkan kegiatan EOR di Rokan yang ditargetkan bisa dimulai pada 2024. Untuk urusan formula pada bahan kimia EOR, Djoko optimistis dengan koordinasi Pertamina dan berbagai lembaga maka formula bahan kimia bisa ditemukan, sehingga Pertamina tidak perlu lagi bergantung pada formula yang tidak diberikan Chevron.
“Dengan kemampuan para peneliti Indonesia seharusnya formula tersebut bisa ditemukan. Ambil core batuan resevoirnya, bawa ke Lab Lemigas, Perguruan Tinggi, BPPT, Corelab, untuk mencari satu formula tersebut untuk di Minas agar ditemukan (formulanya). Kita kan banyak expert duit risetnya bisa dicari, masa enggak bisa menemukan satu formula yang enggak diberikan Chevron, harusnya sudah bisa,” tegas Djoko.
Pertamina pernah menyatakan adanya ganjalan penggunaan formula EOR dalam implmentasi EOR di Rokan yang dimiliki oleh CPI sehingga harus kembali melalui kesepakatan bisnis karena dianggap bukan bagian yang di cost recovery sehingga tidak wajib dikembalikan negara.
Albert Simanjuntak, Presiden Direktur CPI, dalam paparannya di komisi VII DPR, pernah menyatakan bahwa ada salah satu formula yang tidak termasuk cost recovery nantinya menjadi urusan business to business dengan Pertamina. “Ada formulanya termasuk cara melaksanakannya, SOP teknisnya. Chemical-nya diproduksi oleh Chevron, tentu pabriknya miilik Chevron. Nanti ada pembicaraan B-to-B,” ujar Albert ketika itu. (DR)
Eor (enhace oil recovery)formulanya…ya surfactan sama folimer karna well yang di sls watercutnya rata 85% untuk kota Batak petapahan masih 65- 75%…
Surfactan sama polimer untuk mendorong hidrocarbon kepermukaan karna watercut yang tinggi untuk wilyah sls sudah 80% lebih untuk kota Batak sekitar 65% sampai 75%