JAKARTA – Mineral Industry Indonesia (MIND ID) sebagai holding BUMN Tambang yang diberikan mandat mengelola mineral sebagai bahan baku pengembangan baterai kendaraan listrik meminta beragam insentif. Manajemen MIND ID mengeluh kepada parlemen tidak kunjung diberikan insentif dari pemerintah, padahal manajemen MIND ID mengklaim insentif tersebut sangat krusial bagi percepatan pengembangan baterai kendaraan listrik.
Hendi Prio Santoso, Direktur Utama MIND ID, menyatakan ada beragam insentif yang bisa diberikan pemerintah untui memastikan pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik dari hulu hingga ke hilir. Salah satu yang cukup penting adalah penerapan pajak impor yang lebih tinggi atas produk hilirisasi tambang yang bisa disubstitudi dengan dalam negeri yang dihasilkan dari hilirisasi proses yang dilajukan anggota grup MIND ID.
“Kemudian kami membutuhkan insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday dari Kementerian keuangan untuk mendorong peningkatan investasi di sektor hilir,” kata Hendi saat rapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin sore (6/2).
Selain itu MIND ID kata Hendi juga mendorong adanya perbaikan tata kelola komoditas mineral sebagai pendukung pengembangan baterai kendaraan listrik.
“Dukungan regulasi tata kelola komoditas timah, nikel dan bauksit sebagai mineral kritis dan minerla strategis Indonesia,” ujar Hendi.
Indonesia sendiri memiliki badan usaja khusus yang mengurus pengembangan baterai kendaraan listrik yakni Indonesia Battery Corporation (IBC) yang dibentuk pada tahun 2021 lalu. IBC merupakan konsorsium raksasa yang berisikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni empat perusahaan BUMN sektor pertambangan dan energi. Ada MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), dengan komposisi saham sama rata masing-masing 25%.
IBC didirikan dengan maksud sebagai holding untuk mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Sebagai pengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik, maka sejak dibentuk IBC juga akan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang menguasai teknologi dan pasar global untuk membentuk entitas patungan di sepanjang rantai nilai industri EV battery mulai dari pengolahan nikel, material precursor dan katoda, hingga battery cell, pack, energy storage system (ESS), dan recycling. Tidak hanya IBC tapi MIND ID bersama Antam di dalam konsorsium IBC juga tetap memiliki perannya sendiri.
IBC mengantongi komitmen investasi senilai US$15 miliar atau setara Rp 214,5 triliun (kurs Rp 14.300) dari dua kemitraan yang dijalin untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik di Tanah Air.
Pertama adalah kemitraan yang dijalin melalui PT Aneka Tambang Tbk dengan korporasi asal China PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL) untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi. CBL merupakan anak perusahaan Guangdong Brunp Recycling Technology Co., Ltd (Brunp), di mana Brunp adalah anak perusahaan dari Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL).
Kerja sama tersebut adalah dalam Proyek Integrasi Baterai EV Indonesia (electronic vehicle/kendaraan listrik), yang meliputi penambangan dan pemrosesan nikel, bahan baterai EV, pembuatan baterai EV, dan daur ulang baterai
Kemitraan kedua adalah perjanjian serupa dengan LG Energy Solution (LGES), perusahaan asal Korea Selatan. Framework agreement antara konsorsium LGES dengan Antam dan IBC mengenai komitmen kerja sama secara end to end pembangunan industri EV battery di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$ 8 miliar.
IBC bersama dengan konsorsium LGES telah menyusun pra studi kelayakan untuk pembangunan industri EV battery terintegrasi. (RI)
Komentar Terbaru