SOROWAKO – Nikel dalam beberapa tahun ke depan dipastikan menjadi komoditas mineral primadona yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan, terutama untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Indonesia sendiri menjadi salah satu wilayah yang memiliki cadangan cukup besar serta sampai saat ini jadi salah satu pemain utama pemasok nikel.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sumber daya dan cadangan nikel di Indonesia masih menunjukkan jumlah yang sangat menjanjikan. Hingga tahun 2020, pemerintah mencatat cadangan nikel di Indonesia mencapai 72 juta Ton Ni termasuk limonite. Jumlah tersebut merupakan 52% dari cadangan yang tercatat di dunia.
Salah satu pengelola terbesar cadangan nikel tersebut adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Salah satu area tambang utama Vale berada di Sorowako, Sulawesi Selatan dengan total luas area tambang mencapai 70.566 hektar (ha). Sebenarnya ada dua lokasi tambang lain yang sudah mendapatkan izin pengelolaan yakni di blok Pomalaa dengan luas 24.752 ha dan Bahadopi 22.699 ha.
Rizal Baslang, Manager Mine PT Vale Indonesia, menyatakan blok Sorowako merupakan kontributor utama produksi nikel Vale di Indonesia. Meskipun Vale sudah lama beroperasi di Sorowako tapi potensinya diperkirakan masih cukup besar dan bisa bertahan lebih dari 20 tahun lagi.
“Bisa sampai 2045 dengan fasilitas eksisting,” kata Rizal di area tambang Vale, Rabu (3/8).
Dalam proses penambangannya, Vale menggunakan teknik pertambangan terbuka (surface mining) dengan metode open cast dengan rata-rata produksi nikel dalam matte oleh PT Vale setiap tahun mencapai 78 ribu metrik ton, atau sekitar 5% pasokan nikel dunia.
Vale sendiri memang dinilai jadi salah satu role model pengelolaan tambang di tanah air. Manajemen Vale memastikan pengelolaan tambang nikel di Sorowako dilakikan secara berkelanjutan. Paling terlihat adalah pengelolaan lahan bekas tambang.
Berdasarkan data perusahaan total bukaan lahan yang dilakukan sebesar 5.376,5 ha. “Dan total lahan yang telah direklamasi hingga Juli 2022 sebesar 3.338,61 ha,” kata Erlin Hari, Reclamation Engineer Vale.
Sementara untuk tahun ini, Vale menargetkan lahan yang direklamasi seluas 293,44 ha dengan realisasi sejauh ini sudah mencapai 119,25 ha.”Biaya sekitar Rp 350 juta untuk reklamasi 1 ha,” ungkap Erlin.
Selain reklamasi, Vale juga mengklaim menjaga komitmennya untuk mengelola limbah air tambang sehingga tidak mencemari lingkungan. Sejak tahun 2015, Vale sudah memiliki water treatment terintegrasi Lamella Gravity Settler (LGS), dengan kapasitas total seluruh unit mencapai 16 juta meter kubik. LGS merupakan unit treatment air limpasan tambang terintegrasi yang mampu mengelola TSS dan Cr6+ sekaligus dengan luas area yang lebih kecil daripada unit konvensional lainnya.
Vale melakukan pengelolaan air limpasan tambang sesuai standar yang berlaku agar kualitas effluent selalu di bawah baku mutu yang dipersyaratkan.
Kegiatan pemantauan kualitas air limpasan tambang dilakukan secara reguler untuk parameter TSS (Total Suspended Solid), Cr6+ (chromium hexavalent) dan parameter lainnya oleh operator yang kompeten. Pemantauan kualitas Danau Matano dan Danau Mahalona secara berkala pun rutin dilakukan, di mana hasilnya masih jauh dibawah baku mutu standar (kualitas air masih sangat baik).
Komentar Terbaru