JAKARTA – PT Bumi Resources Tbk (BUMI) memperkenalkan teknologi boya pintar atau pelampung pintar dalam konservasi terumbu karang. Boya pintar memiliki sensor arah mata angin, suhu air laut dan kecepatan udara. Data dari sensor tersebut dapat diakses secara daring maupun real time serta digunakan untuk pemantauan kondisi ekosistem terumbu karang skala luas. Selain itu boya pintar digunakan untuk meningkatan akurasi navigasi pariwisata dalam melihat arus perairan yang aman untuk kegiatan snorkling serta diving. Boya pintar juga bisa difungsikan sebagai tempat labuh kapal sehingga dapat mengurangi kerusakan terumbu karang akibat penggunaan jangkar.
Pada Juni lalu, BUMI bersama perangkat desa Pulau Tunda dan Korpolairud Wargasara berhasil melepaskan dua boya pintar di area laut dangkal Selatan dan Utara Pulau Tunda. Program ini sudah berjalan selama 11 bulan dan akan berakhir di bulan Juli 2024. Dalam kurun waktu tersebut telah dilakukan penanaman 6 terumbu karang buatan dan penanaman 300 fragmen karang yang terbagi di bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat Pulau Tunda. Keterlibatan multi-stakeholder pada kegiatan ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar boya pintar dapat berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyaraka serta lingkungan Pulau Tunda.
Adika Nuraga Bakrie, Presiden Direktur BUMI, menyatakan, pilot project boya pintar merupakan terobosan pada program CSR. “Diharapkan Program Konservasi Terumbu Karang ini akan meningkatkan keanekaragaman ekosistem bawah laut di Pulau Tunda serta dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar,” jelasnya, Jumat (26/7).
Sebagai salah satu perusahaan penghasil batu bara terbesar di Indonesia, BUMI kata Adika berkomitmen untuk mendukung penuh Sustainable Development Goals (SDGs) yang memiliki 17 indikator pembangunan berkelanjutan. Salah satu indikator yang menjadi perhatian adalah ekosistem laut, melalui pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera. Targetnya adalah mengelola dan melindungi ekosistem laut dan pesisir untuk menghindari dampak buruk, termasuk memperkuat ketahanannya. “Dan melakukan restorasi untuk mewujudkan lautan yang sehat dan produktif,” ujar dia.
Langkah konservasi ekosistem laut yang tengah dilaksanakan BUMI sebagai bagian dari kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah Program Konservasi Terumbu Karang di Pulau Tunda, Banten. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2017 hanya terdapat 6.39% terumbu karang yang berada dalam kondisi sangat baik sehingga diperlukan berbagai usaha untuk melestarikannya. Terumbu karang merupakan penopang utama kehidupan biota laut dan pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. (RI)
Komentar Terbaru