JAKARTA – PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) salah satu emiten pertambangan batu bara terbesar di Indonesia catatkan porsi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 69% dari total konsumsi listriknya. Hal ini dinyatakan oleh Analis ESG Bloomberg Intelligence (BI) Michelle Young, yang menjelaskan bahwa dari berbagai produsen batu bara yang mereka ulas pada 2022 lalu, baru 30% yang mengadopsi energi terbarukan. Di dalamnya, dua produsen batu bara Indonesia melaporkan penggunaan EBT dalam persentase terbesar, yakni PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) dan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menjadi yang paling menonjol, dengan energi terbarukan menyumbang masing-masing 69% dan 64% dari total konsumsi listriknya.
Dileep Srivastava, Direktur BUMI menyatakan bahwa pihaknya mengimplementasikan komitmen pemanfaatan energi baru terbarukan melalui berbagai skema, seperti elektrifikasi armada pada unit-unit usaha, mendorong penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, serta pemanfaatan energi angin, surya, juga biomassa pada area bekas tambang di daerah terpencil.
BUMI berharap dapat mencapai net zero pada 2050—2060, serta mendorong penerapan strategi dekarbonisasi pada 2030.
“Untuk semua proyek baru kami, dekarbonisasi akan menjadi bagian dari blueprint strategi kami. Bahkan ketika kami membicarakan feasibility, kami juga membicarakan dekarbonisasi pada saat yang sama,” kata Dileep, Rabu (31/1).
Saat ini, upaya mendukung transisi energi menurut Dileep tetap menjadi perhatian berbagai pihak dan membutuhkan kolaborasi lintas sektoral dalam pelaksanaannya. Mengingat penggunaan energi fosil belum sepenuhnya dapat ditinggalkan, pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) merupakan langkah nyata yang diambil sejumlah produsen batu bara di Indonesia diwujudkan pada pemanfaatan EBT dalam proses ekstraksi dan produksi.
Sementara itu, Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Kementerian ESDM, menyatakan, proses transisi energi menuju net zero emission (emisi nol bersih), di mana dominasi energi fosil akan digantikan oleh EBT, masih membutuhkan waktu.
“Meski sudah ada upaya memacu energi terbarukan, namun penggunaan energi fosil termasuk batu bara tidak akan hilang dalam waktu dekat,” jelas Irwandy.
Irwandy menyatakan, dari target bauran EBT sebesar 23–25% pada 2025, saat ini dalam perkembangannya baru tercapai sekitar 13%. Terkait pemanfaatan batu bara, ia pun mengimbau adanya implementasi dari green coal technology atau teknologi batu bara bersih.
Industri batu bara sendiri secara global sejak lama memiliki ketergantungan akan energi fosil dalam tahap ekstraksi dan produksi. Karena penggunaan energi tersebut masih belum dapat sepenuhnya ditinggalkan, namun para produsen batu bara nusantara terus berupaya mengurangi ketergantungan akan energi fosil dalam setiap kegiatan usahanya dan bersiap-siap beralih kepada energi terbarukan. (RI)
Komentar Terbaru