JAKARTA – Pengelolaan karbon dengan metode Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di sektor hulu migas dinilai jadi syarat wajib yang harus dijalankan oleh pelaku usaha. Sejauh ini sudah ada beberapa proyek yang secara nyata bakal menerapkan CCS maupun CCUS.
Noor Arifin Muhammad, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan posisi pemerintah sudah jelas mendukung penerapan CCS maupun CCUS ini ditunjukkan dengan insentif yang diberikan bagi pelaku usaha yang menerapkan. “Untuk di kami Kementerian ESDM, pak Menteri sudah menetapkan adanya keputusan menteri bahwa biaya dari CCS itu bisa di-recover jadi cost recover,” kata Noor Arifin saat sesi media briefing dengan tema CCS Sebagai Peluang Bisnis Baru di Indonesia, Rabu (27/3).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja menerbitkan angka Potensi Penyimpanan Karbon Nasional Tahun 2024 dalam rangka mendukung program CCS. Potensinya sebesar 572 miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan sebesar 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir. Potensi penyimpanan yang besar tersebut akan cukup signifikan dalam mendukung target penurunan emisi jangka panjang,
Potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sebesar 572 miliar ton CO2 dilakukan melalui perhitungan dengan kriteria antara lain potensi berada pada cekungan migas yang telah berproduksi, kedalaman 800-2.500 meter, ketebalan lebih dari 20 meter, porositas lebih dari 20%, permeabilitas lebih dari 100 mD, dan dan salinitas air formasi lebih dari 10.000 ppm.
Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. Sebelumnya, telah diterbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, Serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Selain itu, telah ada Pedoman Tata Kerja SKK Migas Nomor 70 Tahun 2024 terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS pada Wilayah Kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Selanjutnya akan disiapkan Rancangan Peraturan Menteri ESDM terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS pada Wilayah Izin Penyimpanan Karbon. “Ditargetkan Juli nanti sudah terbit Permennya,” ujar Noor Arifin.
Belladonna Troxylon Maulianda, Direktur Eksekutif Indonesia CCS Centre, menyatakan dukungan tinggi sebenarnya telah diberikan pemerintah dalam penyusunan Perpres CCUS. Kini tinggal menunggu pelaksanaannya. Dia menyatakan pengaplikasian CCS bukan hal baru di dunia migas, utamanya di lapangan CO2 tinggi.
“Teknologinya sudah mature. Yang baru di bisnis lainnya itu hal baru, PLN, pupuk dan lain-lain. Kita sedang menunggu cost turun, sekarang itu sudah mulai turun. Teknologi cost akan turun, kita sudah mulai bisa beradaptasi. Ditambah lagi kita sudah ada tanggung jawab net zero emission,” ujar Belladona.
Indonesia, kata dia, bisa menjadi role model bahkan unggul dalam implementasi CCS di kawasan regional karena memiliki storage capacity terbesar dibandingkan dengan Malaysia, Timor Leste dan negara lain. Selain itu, dari sisi lokasi juga lebih unggul ketimbang Australia karena lebih strategis.
Benefit lainnya di Indonesia banyak industri petrokimia yang berasal dari Korea Selatan, Jepang Amerika dan lainnya.
“Itu harus ikut aturan negara asal untuk mengurangi emisi. Jadi, caranya di-CCS-kan. Kita ada banyak kombinasi benefit yang bisa membuat kita leading. Meskipun kita kurang di dana pemerintah. Kita negara berkembang pertama yang akan lakukan CCS cross border. Kita bangun bisnis baru untuk bantu GDP Indonesia, bawa investasi baru,” ujar Belladona.
Sementara itu, Marjolijn Wajong, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), menyambut baik sikap pemerintah yang kooperatif mengajak pelaku usaha hulu migas membahas pembangunan ekosistem CCS dan CCUS.
“Kami ikuti stage dari progres pemerintah. Kita tahu ada Perpres 14, critical, implementasi regulasi harus ada, tapi investor akan lihat ini peluang bisnis atau tidak. Aturan yang ada bisnis itu dimungkinkan. Tahap awal ini memang ada pemain migas khususkan bisnis jadi CCC Hub. Tapi ada juga untuk keperluan sendiri karena harus mengurangi emisi. Jadi, untuk keperluan sendiri tapi juga akan menerima emisi dari luar migas. Ini sudah dimungkinkan dengan adanya Perpres 14. Jadi ini bisa jadi bisnis baru,” jelas Marjolijn. (RI)
Komentar Terbaru