JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pembebanan biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery senilai US$956,04 juta atau setara Rp12,73 triliun. Selain itu, ada 17 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) belum menyelesaikan kewajiban pajaknya sampai tahun 2015 senilai US$209,25 juta atau setara Rp 2,78 triliun.
Temuan tersebut merupakan koreksi perhitungan bagi hasil migas pada SKK Migas yang dilaporkan BPK kepada Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (10/10) siang. BPK penyampaian Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017.
Dalam laporan tertulis BPK disebutkan, dari 687 laporan hasil pemeriksaan lembaga pemerintah terdapat 14.997 permasalahan yang perlu ditindaklanjuti. Ketidakcocokan angka pembebanan cost recovery dan tunggakan pajak KKKS merupakan salah satu dari temuan BPK tersebut.
Sementara terkait penyampaian laporan keuangan instansi pemerintah, menurut data BPK, sekira 91% dari target 85% pemerintah provinsi memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); pemerintah kabupaten sejumlah 66% dari target 60%; dan pemerintah kota sejumlah 77% dari target 65%.
Mengenais respon Presiden Jokowi atas laporan IHPSI I Tahun 2017 yang telah disampaikan, Ketua BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan yang belum direkomendasikan akan ditindak lanjuti tadi oleh Pak Presiden akan ditindak lanjuti. “Ada poin yang penting bahwa untuk ke depan masalah laporan keuangan pemerintah pusat untuk kita mesti bikin lagi, kita sudah mau masuk pemeriksaan, jadi harus ada komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan. Menyangkut akuntabilitasnya, transparansinya,” jelasnya.
Adapun mengenai masalah ada ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, Ketua BPK itu meminta supaya ditindaklanjuti untuk disetor. “Tapi ada juga tadi kita bicara ada masalah koreksi dari subsidi ada beberapa, ada juga penyerahan aset, kita sampaikan itu tadi,” sambung Moermahadi.
Terkait 447 temuan yang diindikasikan pidana dengan nilai Rp44,74 triliun sepanjang 2003 hingga Juni 2017, Ketua BPK mengatakan bahwa kalau ada hubungannya dengan temuan yang ada unsur pidana korupsi itu oleh BPK diserahkan kepada kepolisian, ke KPK, dan Kejaksaan.
“Nah semua temuan ada indikasi itu kita serahkan, masalah tindak lanjutnya nanti itu tinggal kita menanyakan saja, tapi kita bisa tidak punya alat untuk mengeksekusi. Jadi, kalau ada perbedaan antara, kok ini tidak ditindaklanjuti, kita enggak bisa. Kita hanya melaporkan saja kenapa ini tidak ditindak lanjuti gitu,” jelas Mormahadi.
Tampak mendampingi Presiden Jokowi dalam kesempatan menerima pimpinan dan anggota BPK itu adalah Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.(LH)
Komentar Terbaru