TIDAK ada yang salah dengan ide pulang ke desa. Setidaknya itu juga sebenarnya yang sedang digalakan pemerintah. Masyarakat desa yang menimba ilmu di kota, sudi kembali dan membangun masyarakat kampung halaman.
Stigma negatif masyarakat memang tidak mudah dikalahkan. Cibiran dari tetangga di kampung halaman jadi makanan sehari-hari Yanuar Betra Kurniawan hanya karena berpegang teguh pada pendiriannya untuk membuat profesi orang tua sebagai petani lebih dihargai. “Sarjana kok balik lagi ke desa,” kata Yanuar menirukan kata-kata para tetangganya dulu.
Keyakinan Yanuar untuk kembali ke desa usai menamatkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sriwijaya, Palembang bukan tanpa alasan. Kampung halamannya di Kecamatan Selangit, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan adalah rumah bagi para petani karet tradisional yang selama bertahun-tahun kehidupannya tidak banyak berubah, padahal olahan komoditas karet di pasaran bukanlah produk murahan. Ada sekitar 100-an petani yang meneruskan pekerjaan para orang tua dan leluhur mereka sebagai petani karet.
“Kami bersama teman-teman mulai sadar, harga karet begini-begini aja,nggak ada perubahan,” kata Yanuar kepada Dunia Energi belum lama ini.
Pada akhir 2016, Yanuar jadi inisiator terbentuknya Kelompok Tani Uma Inovasi Selangit. Awalnya, anggota kelompok tani itu justru beranggotakan bukan petani langsung, tapi generasi muda anak-anak para petani di Selangit. Hampir setahun lamanya Yanuar dkk mencoba merumuskan berbagai cara untuk menemukan solusi dari masalah tidak kunjung meningkatnya pendapatan petani Selangit. Selain karet, mereka juga fokus ke berbagai komoditas lain yang biasa ditanam seperti jamur Tiram dan kopi. Nama terakhir ini kemudian dalam perjalanan jadi “kartu AS” Uma Inovasi Selangit.
Keberadaan kopi mencuri perhatian Yanuar dkk. Potensi besar kopi di Selangit ternyata tersembunyi dibalik rapatnya hutan pohon karet. Pemuda berusia 26 tahun ini menceritakan bahwa kopi memang jadi tanaman alternatif sambil menunggu pohon karet tumbuh besar. Tapi kopi yang dihasilkan hanya sekadar saja. Pun demikian dengan kualitas dan harga yang seenaknya ditentukan oleh tengkulak. “Di Selangit itu, ketika orang tua mau berkebun, pasti tanam karet 1-3 tahun sebelum karet menghasilkan, ya diselingi tanam kopi dulu. Ternyata ketika karet sudah besar, kopi yang dihasilkan jadi nggak bagus kualitasnya,” cerita Yanuar.
Anak – anak muda di Uma Inovasi Selangit mulai bergerak setelah menyadari olahan kopi dari kampung halaman mereka ternyata sudah jauh melanglangbuana di Nusantara bahkan mancanegara. Mereka tak tinggal diam membiarkan tengkulak ketiban untung sedangkan orang tua mereka buntung. Inisiatif untuk meracik olahan kopi Selangit pun dilakukan dengan bermodalkan kopi pinjaman dari segelintir petani yang percaya dengan ide-ide dari Uma Inovasi Selangit.
Hanya ada tiga petani yang mau pinjamkan kopi dengan total volume 5-10 kg. Saat itu, Uma Inovasi Selangit meracik kopi yang biasa dibuat oleh para orang tua secara temurun. Biasanya, kopi memang disediakan di rumah-rumah orang Selangit sebagai menu utama jika ada yang bertamu.
Untuk tahap awal, kopi racikan anak-anak Selangit hanya jadi salah satu menu jika ada tamu-tamu delegasi pemerintah maupun perusahaan datang meninjau kegiatan petani dan produk hasil tani. Dapat respons positif, Uma Inovasi Selangit memberanikan diri untuk memasok kopi di beberapa warung kopi di Kabupaten Musi Rawas. Seiring waktu berjalan, inisiatif tersebut mulai menunjukkan hasil. Kopi racikan mereka disambut baik oleh para penikmat kopi. Meningkatnya permintaan membuat Uma Inovasi Selangit memberanikan diri membeli kopi para petani tentu dengan harga yang berbeda dari tengkulak.
“Dulu kami beli grade asalan di angka Rp14 ribu – Rp16 ribu per kg. Kami belum berani ambil banyak, maksimal 50 kg per bulan. Sekarang kami ambil grade asalan Rp19 ribu – Rp21 ribu per kg, dengan volume 0,5 ton dalam sebulan. Kalau tengkulak dulu, ya terserah mereka saja, mereka yang tetapkan, orang tua kami terima saja,” ujar Yanuar.
Uma Inovasi Selangit tidak hanya membeli kopi para petani tapi juga memberikan pengetahuan tentang teknik mengolah biji kopi agar kualitasnya terjaga. Sebelumnya para petani hanya menjemur kopi dengan ala kadarnya sehingga cita rasa kopi tidak optimal.
“Dulu dijemur cuma di tanah itu nggak sesuai dengan cita rasa, harusnya jangan dijemur secara langsung, ada green house. Setelah itu kita edukasi ada macam-macam tipe pasca panen. Ada natural dan lainnya. Maunya biar petani memperbanyak itu sebagai pilihan teknik pasca panen,” jelas Yanuar.
Volume kopi yang dipasok oleh para petani dibawah koordinasi Uma Inovasi Selangit terus meningkat mengikuti permintaan kopi dari para konsumen. Jika dulu paling banyak permintaan hanya 50 kg, kini rata-rata Uma Inovasi Selangit bisa menyerap biji kopi mencapai 500 kg setiap bulan.
Paling mencengangkan adalah potensi kopi Luwak. Wilayah Selangit yang berbatasan langsung dengan jajaran pegunungan Taman Nasional Kerinci Seblat adalah rumah bagi Musang Luwak. Bertahun-tahun orang-orang tua Selangit tidak mengetahui potensi besar Luwak yang bisa hasilkan kopi bercitarasa tinggi.
Awalnya Yanuar dan kawan-kawannya belum membeli biji kopi Luwak dari petani tapi harus langsung ke area perbatasan wilayah pegunungan provinsi Bengkulu untuk mencari kotoran Musang Luwak. Maklum petani benar-benar buta soal dunia kopi. “Biji kopi Luwak itu dulu ambil aja di kebun petani karena tidak dimanfaatkan, jadi nggak beli awalnya,” kata Yanuar.
Hal itu berubah ketika kopi Luwak Selangit sudah semakin banyak peminat. Sejak 2018 para petanilah yang mengumpulkan feses Luwak yang kemudian dibeli Uma Inovasi Selangit dengan harga Rp150 ribu per kg. Dalam setahun biasanya feses yang bisa dikumpulkan sebanyak 50 kg.
Peningkatan produksi olahan kopi yang juga ikut mengkerek permintaan kopi ke petani tentu tidak lepas dari peningkatan kualitas pengolahan kopi. Nilai kopi Selangit jauh meningkat setelah PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu—sebelum menjadi bagian dari upstream subholding PT Pertamina Hulu Energi sejak akhir Juni 2020—ikut terlibat pada akhir 2018.
Yogi Banavinto, Staf CSR Pertamina EP Aset 2 Pendopo Field, unit bisnis Pertamina EP, yang kini menjadi bagian dari Regional 1 PT Pertamina Hulu Energi, menuturkan pertemuan dengan Uma Inovasi Selangit terbilang singkat. Namun bukan berarti penilaian terhadap calon mitra diabaikan. Komitmen para generasi milenial yang terlihat dengan gamblang jadi satu jaminan bagi manajemen untuk mendukung inovasi yang coba ditawarkan Uma Inovasi Selangit ini.
Pemilihan Uma Inovasi Selangit menjadi mitra binaan tidak terlepas dari hasil assesment ke kelompok Uma Inovasi Selangit. Beberapa poin penting hasil assesment tersebut diantaranya kelompok Uma Inovasi Selangit sudah memiliki struktur kelompok yang jelas dan akta pendirian kelompok.
“Assesment dilakukan selama sebulan dengan narasumber dari kelompok dan juga Camat dan Lurah Selangit untuk memperkaya informasi yang diterima,” kata Yogi kepada Dunia Energi, belum lama ini.
Sebentar kemudian, Kelompok Uma Inovasi Selangit memiliki banyak kegiatan Usaha (Kopi, Jamur Tiram, Budidaya Lele dan Patin, serta pengolahan Karet). Kelompok sudah bisa membuat kemasan untuk produk-produk hasil panen kopi dan jamur serta ikan, namun masih memerlukan bantuan peralatan serta packaging yang lebih baik.
Kelompok pun masih mengolah kopi secara tradisional dan dengan peralatan seadanya sehingga proses produksi belum maksimal. Di luar itu, belum ada perusahaan yang mendampingi Uma Inovasi Selangit padahal potensi Uma Inovasi Selangi sangat besar untuk maju dan berkembang. “Beberapa alasan inilah yang mendasari Pertamina EP Pendopo untuk menjadikan Uma Inovasi Selangit mitra binaan perusahaan,” kata Yogi.
Tidak perlu waktu lama bagi Pertamina EP untuk segera terjun dalam pendampingan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk bantuan seperti pelatihan budidaya jamur dan pengolahannya. Pertamina EP memberangkatkan beberapa anggota kelompok untuk mengikuti pelatihan budidaya jamur di Sentra Budidaya Jamur di Bogor. Kemudian diberangkatkan juga ke pelatihan kopi (Roasting, Cupping dan Brewing) di Indonesia Coffee Academy Jakarta yang digelar oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI).
Selain soft skill bantuan peralatan juga diberikan seperti alat sortir biji kopi, peralatan roasting kopi berkapasitas 15 kg, peralatan seduh kopi lengkap. “Mereka juga diberikan pelatihan desain kemasan untuk meningkatkan kualitas packaging produk-produk kelompok,” ujar Yogi.
Pertamina EP tidak mau terus-menerus menyokong Uma Inovasi Selangit. Jika itu terjadi, artinya kemitraan tidak mencapai target dimana seharusnya mereka bisa mandiri dalam peta jalan yang sudah ditetapkan manajemen selama lima tahun pendampingan. Untuk tahun pertama atau pada 2019, fokus pendampingan pada berbagai pelatihan dasar bisnis inti kelompok. Dilanjutkan tahun ini, bantuan peralatan produksi dan tahun depan direncanakan pengembangan dan penguatan manajemen kelompok Uma Inovasi Selangit. Pada 2022 ekspansi bisnis Uma Inovasi Selangit diharapkan bisa dilakukan dengan penguatan kelembagaan Uma Inovasi Selangit sehingga bisa melakukan perluasan jangkauan pasar dengan target pasar internasional.
“Indikator exit strategy program pengembangan Uma Inovasi Selangit pada 2023 itu Uma Inovasi Selangit sudah memiliki 10 gerai kopi di Sumatera Selatan (Sumsel), lalu berhasil ekspor kopi ke mancanegara dan Uma Inovasi Selangit menguasai pasar kopi Sumsel,” ungkap Yogi.
Kehadiran pandemi Covid-19 juga dirasakan dampaknya oleh Uma Inovasi Selangit. Sempat mengalami masa surut penjualan kopi diawal pandemi, untungnya mereka segera bangkit. Teknologi internet semakin diandalkan dengan menjual kopi dalam bentuk beberapa pilihan paket di platform e-commerce sehingga petani tidak perlu berhenti memanen kopi ditengah pandemi.
Pertamina EP juga tidak tinggal diam. Yogi menuturkan, ditengah pandemi Covi-19 sejak pertengahan Maret 2020 hingga saat ini, Pertamina EP tetap konsisten berusaha menjaga mitra binaan tetap bisa bertahan dan terus berkembang. Salah satu upaya adalah dengan membeli produknya. “Pekerja kami banyak juga yang merupakan penikmat kopi,” katanya.
Selain itu, menurut Yogi, di pengujung Idul Fitri 2020, perusahaan juga mengapresiasi kreativitas Uma Inovasi Selangit yang menyediakan hampers kopi. Pesanan hampers kopi pun datang cukup banyak dan salah satunya dari perusahaan. Selain itu, perusahaan juga ikut menjaga semangat mitra binaan dengan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap keberlangsungan program.
Menurut Yanuar paket hampers kopi memang jadi andalan saat awal pandemi terjadi. “Pas pandemi justru meningkat, pas pandemi masih bisa bertahan, saat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lain menyerah setop produksi, kami bertahan dengan adanya sistem paketan itu, pas Lebaran lalu bisa 100 paket, dijual Rp200 ribu – Rp350 ribu per paket,” ungkap Yanuar.
Bahkan Uma Inovasi Selangit masih bisa membuka dua gerai kopi baru pada masa pandemi yakni Ro’Se Dempo di Kota Lubuklinggau dan yang paling baru adalah Ro’Se Pendopo di Kabupaten PALI.
Kini Yanuar dan rekan-rekan sejawatnya dari berbagai kampus lain seperti Universitas Musi Rawas dan Universitas Bengkulu boleh sedikit menepuk dada. Masyarakat yang memelihara stigma “sarjana turun derajat jika kembali ke desa” berangsur-angsur mulai membuka matanya. Mereka kini justru mendapatkan manfaat besar dari ide para sarjana yang kembali ke desa.
Tidak sedikit tetangga yang dulu mencibir upayanya meningkatkan kesejahteraan petani Selangit, sekarang justru meminta agar anak-anak mereka bisa bergabung dan bekerja di Uma Inovasi Selangit. “Jadi, yang dulu menganggap negatif malah sekarang bertanya apa ada lowongan buat anak-anak mereka,” kata Yanuar.
Uma Inovasi Selangit sekarang sudah memiliki enam gerai kopi di Sumsel yang tersebar di beberapa wilayah diantaranya Ro’se Megang yang merupakan gerai kopi pertama di Selangit. Lalu Ro’se Dempo dan Ro’se Mandiriana di Lubuklinggau, lalu Ro’se Taman Beregam di Musi Rawas, Ro’se Pendopo, di PALI dan Ro’se Bengkulu. Beberapa produk kopi unggulan Uma Inovasi Selangit diantaranya adalah Coffee Drip Bujang Juaro yang dijual Rp80 ribu per box, Kopi Luwak Liar Rp100 ribu per 100 gram, Bujang Juaro Robusta dibandrol seharga Rp50 ribu per 200 gram, Kopi Ro’Se Premium seharga Rp25ribu per 200 gram, serta paket Hampers dengan pilihan harga antara Rp200 ribu – Rp350 ribu.
Kesuksesan dalam mendorong peningkatan kemandirian ekonomi masyarakat Selangit diakui bisa jadi model pengelolaan sumber daya baik alam berupa kopi dan sumber daya manusia secara berkelanjutan membuat Uma Inovasi Selangit diganjar beberapa penghargaan diantaranya Smesco Award kategori Youth Entrepreneur pada tahun 2018, Local Hero Award Pertamina Kategori Berdikari Terbaik ke -II di 2019 serta penghargaan Penggiat Kopi Sumsel dari Gubernur Sumatera Selatan tahun 2019.
Yanuar tidak mau jumawa karena usaha kecilnya mulai tampakan hasil. Dia sudah cukup bahagia dengan berubahnya pola pikir warga desanya yang tidak lagi mengangap sebelah mata orang yang kembali ke desa dan tidak lagi mendewakan kehidupan kota. Dia meyakini bagaimanapun bisa apa orang kota tanpa orang desa?
Reza Yanuar, Kepala Bidang Pemberdayaan UMKM Dinas Koperasi UKM Kabupaten Musi Rawas, mengungkapkan pemerintah daerah sangat mendukung kemitraan antara pelaku UMKM dalam hal ini Uma Inovasi Selangit dengan Pertamina EP. Kolaborasi tersebut bisa jadi contoh atau role model untuk kemitraan antara perusahaan dan UMKM.
“Karena dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi antar berbagai lintas sektoral dalam pengembangan UMKM di daerah terutama BUMN seperti Pertamina, dengan adanya kerjasama dengan Pertamina, input teknologi modern dan sistem pemasaran yang lebih baik akan didapat UMKM,” kata Reza saat dihubungi Dunia Energi.
Uma Inovasi Selangit lanjut Reza sebagai wadah pemuda dan masyarakat Selangit berwirausaha merupakan bentuk positif keterlibatan generasi milenial sebagai pelaku UMKM yang melek teknologi sehingga perlu didukung dan menjadi skala prioritas untuk dikembangkan.
Menurut Reza, Pemerintah Kabupaten Musi Rawas melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, telah terlibat cukup intens dalam membantu perizinan, sertifikasi halal produk Uma Inovasi Selangit.
“Ada juga bantuan peralatan dan pembinaan mengikuti Pameran dan promosi keluar daerah dan nasional pemerintah daerah juga pernah mengundang Bukalapak.com, Blibli.com dan Belanja.com untuk memudahkan pelaku usaha dalam memasarkan produk secara online,” ujarnya.
Pemerintah berharap pola kemitraan antara Uma inovasi dan Pertamina EP bisa terus berlangsung bahkan bisa menjangkau ke pelaku UMKM lain yang ada di Kabupaten Musi Rawas dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Ini menjadi penting karena menunjukkan bahwa dengan komunikasi dan koordinasi yang baik maka kemitraan antara perusahaan dan UMKM serta didukung oleh stakeholder lainnya bisa mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat.
Reza pun berharap sesuai dengan namanya maka Uma Inovasi Selangit bisa terus berinovasi karena kemajuan zaman dan teknologi sangat membutuhkan inovasi.
“Semoga usaha semakin berkembang dan bisa menembus pasar ekspor tahun lalu masih fokus di produk jadi kopi tahun ini sudah bisa merambah ke Cafe dengan produk turunan kopi Selangit. Alhamdullah, tingkatkan manajemen pengelolaan dan selalu kompak,” katanya.
Krisdyatmiko, Ketua Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) FISIPOL Universitas Gadjah Mada, mengatakan kunci utama pilihan program Corporate Social Responsibility (CSR) adalah pada kebermanfaatannya bagi masyarakat, bukan monoton atau tidaknya. Jika program mampu mengoptimalkan potensi lokal dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, hal itu sudah merupakan pilihan yang tepat. Meskipun ada anggapan bahwa pengelolaan kopi seperti yang dilakukan oleh Pertamina EP Pendopo sudah banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat di berbagai wilayah.
“Akan menjadi semakin baik jika bisa menerapkan konsep corporate social innovation, yaitu perusahaan yang mampu merumuskan program CSR yang sesuai dengan core of the business, maka akan menghasilkan program CSR yang juga memberi kontribusi secara ekonomi bagi perusahaan,” ujar Kris kepada Dunia Energi.
Peran perusahaan sebagai pendamping kelompok masyarakat dalam program kemitraan semakin penting saat era pandemi seperti sekarang. Pandemi yang semula menimbulkan bencana dari sisi kesehatan, telah berkembang menjadi bencana ekonomi karena banyaknya warga yang kehilangan mata pencaharian dan jatuh miskin. “Di sinilah dibutuhkan kreativitas perusahaan untuk mampu mengadaptasi program CSR yang sedang dilakukan (existing program) untuk dimodifikasi sesuai kondisi dan kebutuhan pandemi,” ungkap Kris. (Rio Indrawan)
Komentar Terbaru