SIANG itu tangan-tangan gemuk tapi mungil dengan lincah menggunting potongan sampah plastik menjadi bagian kecil-kecil. Tangan lainnya dengan sigap mengumpulkan potongan tersebut dan memasukkannya ke dalam botol air mineral kemasan ukuran 1 liter.
Senyum merekah dari wajah Bilal Benazier yang bersemangat tanpa kenal lelah menggunting potongan sampah plastik kopi saset berbagai merk. “Nggak cape, sudah biasa dari kelas 4,” kata Bilal malu-malu. Rupanya dia sudah duduk di bangku kelas 5 dan sudah membuat ecobrick sejak setahun lalu.
Selain Bilal, ada Fuad Sabilillah Arkarna. Badannya boleh lebih mungil daripada Bilal tapi bermodalkan sebatang kayu ditangannya sesekali Fuad mampu menekan potongan kertas yang yang kita pikir sudah penuh ternyata masih kurang. Kalau memang dirasa belum padat, maka Bilal harus sigap menambah potongan plastik untuk dimasukkan kembali ke dalam botol. Lingkaran kecil kelompok lainnya melakukan hal serupa. “Kalau ngga padat nanti nggak keras. Gampang rusak,” kata Fuad. Ecobrick tersebut kini sudah bisa terlihat jelas manfaatnya yakni sebagai bahan bangunan alternatif pembangunan kawat berduri.
Di bagian lain sekolah lain ada Novita, Selpiani dan Moza. Mereka adalah tim khusus perawatan tanaman. Meski berasal dari kelas yang berbeda tapi mereka kompak membersihkan potongan daun mati di sebuah bangunan khusus yang penuh dengan bibit tanaman. Novita menceritakan bibit yang sudah besar nanti langsung dipindahkan ke karung beras bekas dan siap di tanam. “Macam-macam pohonnya. Ada Jahe putih, kunyit strawberry, Durian juga ada,” ujar Novita sambil tersenyum bahagia.
Nursery menjadi rumah kedua mereka di sekolah. Setiap pulang sekolah tim Novita dan rekan sekelompoknya pasti mampir ke Nursery. Bibit yang ada di Nursery itu bak anak asuh mereka.
Di sudut sekolah lainnya ada gerombolan anak yang tampak asyik dengan gadget-nya. Jarang-jarang di sekolah dasar ini siswa – siswinya dibebaskan untuk menggunakan gadget. Rupanya gadget tersebut adalah gadget khusus untuk belajar. Ragam materi sudah tersedia di gadget anak-anak tinggal menonton. Bukan hanya tentang pelajaran biasa tapi di gadget tersebut ada aplikasi khusus berisikan materi tentang cara menjaga lingkungan dari limbah sampah. Paling menarik adalah dibagian belakang sekolah. Dua siswi sudah duduk rapih. di meja mereka menumpuk buku-buku tulis, penggaris serta pulpen atau pensil dalam kotaknya. Masih wangi pabrik.
Dibelakang mereka ada bak khusus bertuliskan sampah plastik, besi/aluminium. Rupanya dua siswi tersebut adalah “Teller” bank sampah. Siswa/siswi yang membawa sampah plastik atau besi akan ditimbang dan bisa ditukarkan dengan uang yang nanti bisa diambil setiap semester atau dengan buku atau alat tulis lainnya.
Sekolah Dasar di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan ini memang lain dari yang lain. Ketiadaan plastik berserakan di dalam dan sekitar sekolah jadi pembeda. Plastik yang terlihat justru sudah berubah bentuk. Ada berbentuk tas, piring anyam, pajangan, yang paling menarik perhatian adalah lambang Pancasila berukuran hampir 3×3 meter di tembok luar sekolah yang terbuat dari tutup botol bekas air minum kemasan.
SDN 2 Sukajaya memang dari luar memang tampak tidak berbeda dengan sekolah dasar lainnya. Bahkan seperti SDN di daerah kebanyakan yang tampak lusuh dengan umur bangunan tidak lagi terlihat muda. Tapi seperti kata pepatah. Don’t judge the book form the cover. Jangan nilai dari penampakan luar. Masuk ke dalam sekolah kita berada di dunia berbeda. Dunia tanpa sampah plastik. Boleh dicari secuil plastik berserakan di tanah atau lantai kelas tidak ada sama sekali. Itu juga akhirnya yang membawa SDN 2 Sukajaya menjadi spesial karena terpilih menjadi Sekolah Penggerak oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Dari 40 ribuan sekolah,kami masuk dalam jajaran 4.700 yang ditunjuk menjadi sekolah penggerak dan satu dari empat sekolah dari Kabupaten Musi Banyuasin,” kata Sukasmino, Kepala Sekolah SDN 2 Sukajaya ditemui Dunia Energi di SDN 2 Sukajaya, Rabu (9/11).
Selain itu SDN 2 Sukajaya juga sukses menyabet gelar Adiwiyata tingkat kabupaten dan akan dilakukan penilaian Adiwiyata tingkat provinsi Sumatera Selatan. “Tinggal satu lagi ini untuk tingkat provinsi baru kemudian nasional. Kami sih optimis bisa tembus nasional,” ungkap Sukasmino.
Tahun 2019 adalah titik balik kehidupan sekolah SDN 2 Sukajaya ketika Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang bagian dari Regional I Sumatera Pertamina mulai program Sekolah Cinta Bumi Zero Plastik Berbasis Teknologi. Pelatihan pembuatan ecobrick, lalu ilmu bercocok tanam sudah diberikan.
“Kami diberi pelatihan lalu kami kembangkan sendiri. Kantin, Nursery yang diberikan PHE Jambi Merang itu tetap berfungsi,” kata Pak Kepala Sekolah.
Tidak ada yang protes dengan langkah pihak sekolah dan PHE Jambi Merang dalam membangun konsep zero plastik bagi anak-anak. Sebaliknya aksi anak-anak yang peduli terhadap kondisi sampah justru didukung oleh orang tua murid. Mereka bahkan rela untuk ikut mengumpulkan limbah plastik sekali pakai di rumah dan lingkungan sekitar. Ini kata Sukasmino jadi nilai plus yang tidak disangka sebelumnya. Suksesnya membuat keterlibatan siswa siswi berarti tujuan agar program ini bisa berkembang ternyata sukses.
“Saya ke warung, ketemu orang tua murid, saya bilang buang aja botolnya. Orang tua murid itu justru jawab “Jangan dibuang ini buat anak saya dikumpulkan di sekolah,” kata Sukasmino sambil tertawa menirukan jawaban orang tua murid.
Pengembangan lainnya adalh kantin sehat. Ada 500 paket tempat makan dibagikan oleh PHE Jambi Merang. Sudah jalan tiga tahun ini tidak ada lagi jajanan kemasan di sekolah. Yang ada hanya jajanan sehat berupa makanan atau minuman yang dimasak terlebih dulu.
Handri Ramdhani, Manager Relation and CID Pertamina Hulu Rokan Regional I Sumatera, mengungkapkan inisiatif manajemen PHE Jambi Merang untuk terlibat dalam pembentukan mindset atau karakter anak-anak yang ditempa agar lebih peduli dengan lingkungan. Ini sebagai salah satu misi perusahaan guna meningkatkan kesadaran generasi masa depan akan bahayanya sampah plastik bagi lingkungan.
“Kita berharap apa yang mereka dapatkan disekolah di bawa ke rumah masing-masing dan dipraktikan kemudian jadi menular. Saya kira ini langkah kecil yang bisa berpengaruh besar jika dilakukan secara berkelanjutan,” kata Handri.
Dia pun berharap baik pihak sekolah maupun PHE Jambi Merang bisa menemukan lagi ide baru untuk bisa diaplikasikan sehingga program yang sudah ada bisa terus berkembang dan nantinya akan direplikasi di tempat lain. “Pemberdayaan masyarakat itu proses. Ada satu titik kita akan exit dan replikasi di sekolah lainnya dan apa yang sudah ada dan terbangun di sekolah ini diharapkan tetap berlanjut,” ungkap Handri. (RI)
Komentar Terbaru