JAKARTA – Kebijakan Pemerintah membuka kembali izin ekspor pasir laut setelah selama 20 tahun dilarang dinilai membahayakan kedaulatan negara dan lingkungan. Pemberian izin ekspor pasir laut itu kebijakan yang gegabah di ujung akhir Pemerintahan Jokowi.

“Sudah 20 tahun dilarang masak di ujung Pemerintahan yang tinggal satu bulan lagi, justru malah dibuka. Ini kan terkesan kejar tayang,” tegas Mulyanto, Anggota Komisi VI DPR RI, Kamis (19/9).

Meski ditujukan untuk pengerukan sedimen dan untuk prioritas dalam negeri namun karena juga membolehkan pengerukan pasir laut untuk keperluan ekspor ini sangat berbahaya bagi lingkungan kelautan di masa depan.

“Kita mengkhawatirkan dampak bagi lingkungan dan kedaulatan negara. Pengaruh pada ekosistem laut, apalagi pada pulau-pulau kecil akan sangat negatif, karenanya selama 20 tahun ekspor pasir laut dilarang,” ujar Mulyanto.

Menurut dia keuntungan ekonomi yang diperoleh bisa tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan laut. Dia khawatir kebijakan ini akan memperluas wilayah negara importir dan mengurangi wilayah NKRI, apalagi kalau yang mengimpor adalah negara tetangga seperti Singapura.

“Anehnya lagi, Kementerian yang bertanggung jawab dalam PP tersebut berbeda dengan Kementerian yang berwenang memberi izin usaha penambangan pasir laut (Kementerian ESDM). Ini kan jadi ada dualisme,” ujar Mulyanto.

Indonesia secara resmi membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Kedua aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Mei 2023. (RI)