JAKARTA – Pemerintah tidak jadi menurunkan porsi penggunaan gas dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (2019-2028). Pembangkit listrik tenaga gas tetap akan dijadikan sebagai peaker atau pembangkit cadangan.
Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) cocok sebagai peaker karena sifatnya yang bisa cepat mengalirkan gas apabila ada gangguan dalam jaringan PLN.
“Tetap (gas) 22%. Tadinya mau turun, tapi tidak jadi, tetap stabil. Peaker itu justru harus cepat, begitu turun (daya) langsung cepat naik lagi,” kata Andy saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis malam (24/1).
Dalam dokumen draf RUPTL 2019-2028, bauran energi gas direncanakan sebesar 17,7% sementara draf 2018 – 2027 sebesar 22%. Dalam draf, pembangkit gas diturunkan dan digantikan dengan batu bara yang baurannya mencapai 58,9%. Padahal di draf 2018-2027 bauran batu bara sebesar 54,4%.
PT PLN (Persero) sebelumnya mengusulkan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dikedepankan sebagai pembangkit peaker. Namun usulan tersebut dinili akan sulit terlaksana lantaran EBT bersifat intermiten.
“Misalnya. kita pakai matahari jam 6-7, oke karena ada matahari. Kalau jam 3 sore itu kan jadi turun matahari, terus ada penurunan daya. Ini siapa (pembangkit) yang harus dipilih. yang harus dipilih pembangkit yang ramping-nya harus cepat, contohnya gas,” ungkap dia.
Untuk pembangkit batu bara juga dinilai tidak ideal jika dijadikan sebagai peaker. Ini disebabkan perlu waktu lama dalam mempersiapkan batu bara sampai bisa menghasilkan listrik. “Batu bara ramping time lama, masaknya lama, kecuali ada PLTU yang ramping time cepat dalam sekian menit, nah itu oke sama seperti gas,” tukas Andy.
PLN sebelumnya mengusulkan agar penggunaan EBT ditingkatkan, karena harga EBT dinilai lebih murah daripada menggunakan gas. PLN bisa mengandalkan pembangkit EBT seperti Pembangkit Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
“Kalau semua menggunakan gas kan tarif harus naik. Ke depan itu peaker-nya diganti air, Pembangkit listrik panas bumi, karena jauh lebih murah,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama PLN.(RI)
Komentar Terbaru