JAKARTA – Proses transisi energi di Indonesia terutama pada sektor kelistrikan kemungkinan besar tidak akan berjalan dengan mudah selama kegiatan penyediaan tenaga listrik masih sangat bergantung pada pembangkit listrik berbahan baku batu bara.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan porsi realisasi produksi listrik dari batu bara mencapai 66,30% dari total produksi listrik pada 2020. Sejalan dengan mulai tercapainya Commercial Operating Date (COD) program 35 Ribu MW, porsi produksi listrik dari batu bara diproyeksikan akan meningkat menjadi sekitar 70,10% pada 2024 mendatang.

Hingga saat ini, realisasi porsi produksi listrik berbasis EBT yang terbesar terjadi pada 2020, sekitar 14% terhadap total produksi listrik nasional. Peningkatan porsi listrik berbasis EBT akibat berkurangnya produksi listrik dari gas sebesar 13.368 GWh, namun penambahannya juga tidak signifikan yang membuat porsi penggunaan EBT meningkat pesat.

“Sementara produksi listrik berbasis EBT pada tahun tersebut tercatat hanya meningkat sebesar 4.906 GWh,” kata Komaidi, Rabu (23/6).

Komaidi menilai bahwa 2025 akan menjadi periode krusial bagi industri listrik berbasis EBT. Produksi listrik berbasis EBT ditargetkan meningkat sebesar 35.974 GWh, dari 46.202 GWh pada 2024 menjadi 82.176 GWh pada 2025. “Peningkatan produksi listrik berbasis EBT tersebut memiliki peran penting untuk dapat menggantikan produksi listrik berbasis fosil yang pada 2025 ditargetkan turun sebesar 14.897 GWh,” kata Komaidi.(RI)