JAKARTA – Sebagai salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong penelitian dan pengembangan teknologi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), pemanfaatan energi nuklir merupakan salah satu pilihan. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) sebagai lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia tentu memiliki kewajiban untuk mendukung implementasi kebijakan pemerintah tersebut.
Seiring dengan diimplementasikannya Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 21 Maret 2023 lalu, Bapeten berkomitmen untuk mendukung peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, terutama di sektor ketenaganukliran. Komitmen ini diwujudkan dengan dikeluarkannya kebijakan layanan konsultasi perizinan (pre-licensing) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kebijakan pre-licensing ini memberikan kesempatan kepada pelaku usaha ketenaganukliran untuk melakukan konsultasi dengan Bapeten terkait aspek 3S (Safety – Keselamatan; Security – Keamanan; dan Safeguards – Garda Aman), sebelum nantinya pelaku usaha ketenaganukliran mengajukan permohonan izin ke Bapeten.
Sugeng Sumbarjo, Plt Kepala Bapeten, mengungkapkan saat ini terdapat beberapa pelaku usaha yang berminat untuk berinvestasi di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan PLTN menggunakan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) KBLI 43294, dan untuk penelitian dan pengembangan ketenaganukliran menggunakan KBLI 72107. Salah satu pelaku usaha yang telah memulai studi teknis dan studi ekonomi, serta menyatakan minatnya secara serius untuk berinvestasi dengan membangun PLTN pertama di Indonesia adalah PT Thorcon Power Indonesia (PT TPI).
“Yang betul-betul serius itu Thorcon, yang masuk sih banyak tapi mereka hanya menawarkan, punya teknologi, mau beli atau engga. Nah kalau ini (Thorcon) serius. Kita lihat saja, kita kawal,” ungkap Sugeng kepada Dunia Energi, usai Executive Meeting Pengawasan PLTN Dalam Rangka Kick Off Perizinan PLTN dan Penandatangan Kerangka Kerja dengan PT Thorcon Power Indonesia, di Gedung Bapeten, Selasa(28/3/2023).
Sugeng menyampaikan bahwa pada bulan Desember 2022, Thorcon Power menyampaikan permohonan ke Bapeten untuk dapat melaksanakan kegiatan konsultasi pembangunan dan pengoperasian PLTN tipe TMSR500 dan fasilitas lainnya. Bapeten menyambut baik permohonan ini dan didokumentasikan dalam Perencanaan Konsultasi 3S.
Thorcon telah menyampaikan dokumen High Level Safety Assessment (HLSA) yang disusun bersama konsultan engineering nuklir Spanyol, Empresarios Agrupados (EA) dan Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika (DTNTF) UGM.
Saat ini Thorcon International Pte.Ltd yang merupakan perusahaan pengembang nuklir asal Amerika Serikat (AS), melalui Thorcon Power Indonesia menyatakan keseriusannya untuk pengembangan dan pembangunan Thorium Molten Salt Reactor Power Plant 500 MW (TMSR500) atau yang lebih dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) dengan nilai investasi sekitar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 17 triliun.
PLTT akan dibangun dengan menggunakan model desain struktur kapal dengan panjang 174 meter dan lebar 66 meter, yang setara dengan tanker kelas Panamax ini rencananya akan di bangun oleh Daewoo Shipyard & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan, yang merupakan galangan kapal nomor 2 terbesar di Dunia. PLTT pertama di targetkan akan memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sekitar 10%.
Berdasarkan hasil review dan kerangka regulasi, Bapeten memberikan pandangan bahwa TMSR500 (desain konseptual) didesain untuk dapat memitigasi kecelakaan Fukushima dan bahaya eksternal lainnya, serta bahaya eksternal tipikal Indonesia.
“TMSR 500 standarnya harus sudah mengikuti standar setelah insiden Fukushima, bisa tahan tsunami, kalau tidak ada suplai listrik itu bisa tetap aman. Jadi kalau pasif, tanpa air bisa mendinginkan sendiri. Semoga bisa terwujud. Kami akan memastikan itu semua, perhitungannya, simulasinya. Sebelum di operasikan kita minta mereka bangun plant demo lebih dulu. Selama demo itu kita pastikan, kalau memang oke akan kita berikan, kalau tidak ya tidak kita berikan,” ujar Sugeng.
Di penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor ketenaganukliran, pembangunan PLTN menggunakan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) KBLI 43294, dan untuk penelitian dan pengembangan ketenaganukliran menggunakan KBLI 72107.
Diharapkan melalui proses layanan konsultasi perizinan (pre-licensing) ini, calon pelaku usaha ketenaganukliran bisa mempersiapkan dokumen persyaratan izin sesuai dengan regulasi yang diterbitkan Bapeten sehingga proses perizinan berjalan dengan cepat, tentu saja tanpa mengorbankan pemenuhan aspek 3S tersebut.(RA)
Komentar Terbaru