JAKARTA – Pandemi Covid-19 memberikan tantangan baru bagi para auditor sebagai salah satu pelaku utama penerapan good corporate governance (GCG) di industri hulu migas nasional. Para auditor menghadapi keterbatasan untuk melakukan audit secara tatap muka.
Medi Apriandi, Koordinator Pengawas Internal Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sekaligus Ketua Forum Auditor Migas Indonesia (FAMI) Group Discussion (FGD) 2020, mengatakan untuk mengawal visi bersama industri hulu migas, yaitu memproduksi satu juta barel minyak di tahun 2030, para auditor hulu migas dituntut untuk melakukan penyesuaian dalam cara kerja, sinergi, kolaborasi dan tingkat pengetahuan.
“Pandemi Covid-19 telah mengubah cara kerja auditor. Para auditor harus menyesuaikan diri dan menyepakati role model pelaksanaan audit dengan adanya keterbatasan untuk melakukan audit secara fisik,” kata Medi dalam pembukaan FAMI Group Discussion 2020, Senin (2/11).
Taslim Yunus, Pengawas Internal SKK Migas, menambahkan SKK Migas memiliki tugas berat untuk memastikan penerimaan negara dapat dijaga dan direalisasikan baik dari aspek jumlah maupun kesesuaian tata kelolanya.
Sebagai pengawas dan pengendali kegiatan hulu migas, SKK Migas terus berupaya meningkatkan standar serta efektivitas pengawasan dan audit di sektor strategis ini.
“Membangun industri hulu migas dengan tata kelola yang baik dan memiliki standar internasional adalah salah satu kunci untuk menarik investor ke sektor yang memiliki risiko bisnis yang tinggi ini,” ujar Taslim.
Menurut Taslim, visi produksi 1 juta barel membutuhkan dukungan investasi yang massif dan agresif.
“Tata kelola hulu migas yang baik adalah salah satu kunci yang dapat menyakinkan dunia usaha baik nasional maupun asing terhadap daya saing hulu migas Indonesia yang semakin kuat dan efisien,” kata dia.(RA)
Komentar Terbaru