JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merubah aturan main dalam pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas untuk kontrak kerja sama yang akan berakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2021. Salah satu ketentuan yang diatur dalam beleid itu adalah tentang diperbolehkannya PT Pertamina (Persero) untuk melepas hak partisipasi (Particpating Interest/PI) dalam pengelolaan blok migas lebih dari 51 persen, atau menjadi minoritas di blok migas yang habis masa kontraknya. Padahal selama ini pemerintah mengamanatkan Pertamina untuk tetap memiliki PI mayoritas di suatu blok migas, meskipun baru dialihkan ke Pertamina setelah selesai masa kontraknya dari kontraktor lain.
Dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan Pertamina dalam pengelolaan wilayah kerja untuk kontrak kerja sama yang akan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dapat bermitra dengan badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap selain kontraktor.
Kemudian ayat 2 berbunyi kemitraan Pertamina dengan badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan sejak mengajukan permohonan pengelolaan kepada Menteri. Kemudian pada ayat 3 tertulis, dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pertamina menjadi pemilik mayoritas hak partisipasi dan bertindak sebagai operator.
Dalam pasal 21 ayat 1 tertulis bahwa Pertamina dan afiliasinya harus mempertahankan hak partisipasi paling sedikit 51% sebagai pengelola sejak ditetapkan sampai dengan berakhimya kontrak kerja sama.
Diperbolehkannya Pertamina untuk melepas lebih banyak PI kepada mitra usaha dengan berbagai syarat. Ini diatur pada pasal 21 ayat 2 yang tertulis Pertamina dan afiliasinya dapat mengalihkan PI lebih dari 51 persen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak lain dalam hal terjadi perubahan keekonomian yang signifikan dalam pengelolaan wilayah kerja atau ditemukannya cadangan, baik yang akan dikembangkan sehingga membutuhkan modal, teknologi, dan/atau kemampuan sumber daya manusia yang belum dapat dipenuhi Pertamina dan afiliasinya.
Kepemilikan PI minoritas juga diperbolehkan untuk pengelolaan wilayah kerja di luar negeri ini sesuai dengan pasal 21 ayat 2 huruf b untuk melaksanakan kesepakatan kemitraan strategis dalam pengelolaan satu atau lebih wilayah kerja secara bersama-sama di luar negeri, dengan mekanisme kemitraan antamegara dan/atau kemitraan antarperusahaan minyak dan gas Bumi nasional negara lain.
Kemudian dalam pasal 21 ayat 3 tertulis dalam mengalihkan PI lebih dari 51% sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. PT Pertamina (Persero) dan aflliasinya memastikan pihak penerima pengalihan akan melaksanakan Komitmen Pasti atau Komitmen Kerja Pasti; dan
b. Pihak penerima pengalihan wajib menjamin pelaksanaan Komitmen Pasti atau Komitmen Kerja Pasti yang akan dicantumkan dalam Kontrak Kerja Sama.
Lalu dalam ayat 4, dalam hal PT Pertamina (Persero) dan aflliasinya mengalihkan participating interest lebih dari 51 persen, calon penerima pengalihan wajib memiliki kemampuan modal dan sumber daya manusia (SDM) serta menguasai teknologi untuk meningkatkan penemuan cadangan dan/atau menjaga tingkat produksi.
Komaidi Notongeoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan keberadaan aturan main baru ini cukup baik, tapi itu jika dilihat dari sudut pandang bisnis semata.
“Dari perspektif bisnis dan keberlanjutan proyek hulu migas ketentuan Permen ESDM No.23/2021 tersebut bagus. Saya melihat semangatnya bahwa pemerintah berupaya agar produksi bisa dipertahankan dan bahkan dinaikkan,” kata Komaidi, kepada Dunia Energi, Kamis (12/8).
Di sisi lain aturan ini juga memiliki risiko yang tidak kecil. Dalam perspektif kedaulatan dan amanat Pasal 33 UUD 1945 ada yang mesti diperhatikan. Misalnya bagaimana dengan aspek penguasaannya. “Tentu ini akan menjadi banyak pro kontra saya kira. Pasti akan ada pihak-pihak yang kecewa dengan ketentuan ini,” ungkap Komaidi.
Komaidi menilai akan menjadi preseden kurang baik juga untuk ke depannya. Misalnya untuk apa dukung dikasih ke Pertamina blok yang akan habis kontraknya tapi toh nanti dijual lagi. “Pasti akan ada pemikiran semacam itu,” kata Komaidi.(RI)
Komentar Terbaru