JAKARTA – Seluruh jajaran pemerintah dan aparat keamanan negara, diminta bertindak tegas atas pencurian minyak mentah di Sumatera Selatan khususnya di jalur Tempino – Plaju yang sudah sangat mengancam perekonomian negara. Diantaranya dengan memberikan sanksi seberat-beratnya kepada oknum Polri maupun TNI yang terlibat, serta membatasi pengelolaan sumur-sumur tua.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rofi Munawar mengatakan, “Illegal Tapping” atau pencurian minyak mentah yang tejadi pada pipa Pertamina EP jalur Tempino – Plaju, Sumatera Selatan, telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 290 miliar.
Ironisnya, kata Rofi, kegiatan itu dilakukan dengan sangat terang-terangan. “Oleh karenanya, peran serta Pemerintah Daerah (pemda) dan tindakan tegas dari aparat keamanan sangat dibutuhkan dalam mengamankan aset negara tersebut,” tegas Rofi di Jakarta, Senin, 29 Juli 2013.
Anggota DPR dari Komisi VII yang membidangi energi ini, menilai pemerintah khususnya pemerintah daerah (pemda) di Sumatera Selatan, kurang tegas dalam menindak illegal tapping yang dilakukan di sepanjang jalur Tempino – Plaju, yang telah berlangsung cukup lama.
“Proses illegal tapping telah dilakukan secara terang-terangan, seharusnya Pemda turut serta dalam mengamankan objek vital ini, dan aparat hukum menindak dengan tegas pada pelakunya,” tukas wakil rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
“Kepada petinggi Polri maupun TNI, sebaiknya segera melakukan investigasi jika memang ada dugaan keterlibatan oknum institusi itu, yang melakukan pembekingan terhadap akitivitas pencurian, mengingat pipa Tempino – Plaju merupakan salah aset urat nadi minyak nasional,” tegasnya lagi.
Ancaman Krisis BBM
PT Pertamina EP menyatakan, sejak dihentikannya pengiriman pasok minyak mentah dari Pusat Penampungan Produksi (PPP) Tempino pada 24 Juli 2013, telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 290 miliar. Penghentian pengiriman dilakukan, karena minyak yang disalurkan tidak berhenti dicuri, dan aktivitasnya semakin meningkat mendekati Lebaran.
Situasi ini, kata Rofi, jelas mengancam terjadinya krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) akibat kilang kekurangan pasokan minyak mentah. Ia pun telah mendapatkan data, aktivitas pencurian minyak tersebut dilakukan secara terstruktur, massif, dan terogranisir.
Rofi menambahkan, tentu penghentian sementara aktivitas pasokan pipa Tempino – Plaju akan mempengaruhi pasokan minyak mentah nasional secara umum, dan distribusi BBM di wilayah Sumsel. Kasus illegal tapping di Sumael marak terjadi, khususnya di wilayah Bayung Lencir, Musi Banyuasin, dan Tempino hingga Plaju.
“Namun ironisnya, berbagai tindakan penegakan hukum yang dilakukan selama ini belum maksimal sehingga tidak memberikan efek jera. Padahal aktivitas penjarahan ini bukan hanya telah menimbulkan kerugian material yang luas biasa, namun juga seringkali menelan korban jiwa akibat pipa yang meledak atau terbakar,” ungkapnya.
Penyalahgunaan Sumur Tua
Untuk mengatasi tindak kejahatan pencurian minyak mentah ini, Rofi pun meminta seluruh jajaran pemerintah dan pemda, juga aparat kepolisian dan TNI, melakukan tindakan yang simultan dan sinergis. Hal ini, ujarnya, bisa diawali dengan cara setiap insititusi menertibkan oknum yang ada dilingkungannya, sehingga kemudian dapat fokus dalam melakukan penindakan dan pencegahan.
Katua Kelompok Komisi (Kapoksi) VII Fraksi PKS ini, juga meminta kepada pemda khususnya di Musi Banyusasin, Sumatera Selatan yang banyak terdapat lokasi penjarahan minyak, untuk mengawasi dan membatasi pengelolaan sumur-sumur minyak tua yang dilakukan oleh masyarakat.
Karena dari pengkajian dan pendalaman situasi lapangan yang dilakukan Fraksi PKS, diketahui salah satu penyebab penjarahan adalah penyimpangan aktivitas pemanfaatan sumur tua. Sumur-sumur tua itu digunakan untuk menampung minyak hasil penjarahan dari pipa Pertamina, di sepanjang jalur pipa Tempino – Plaju.
Manager Humas Pertamina EP, Agus Amperianto pun mengungkapkan, pengelolaan sumur tua kerap dijadikan kedok tindak pencurian minyak. Saat kepergok, para pelaku beralasan sedang menimba minyak dari sumur tua. Padahal lubang tempat pelaku menimba, bukanlah sumur tua melainkan lubang yang sengaja dibuat untuk menampung minyak hasil jarahan dari pipa.
“Jika kegiatan penjarahan ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan mempengaruhi pasokan minyak mentah nasional,” sesal Rofi.
Dalam sepekan, akibat penjarahan di pipa Tempino – Plaju, Pertamina telah kehilangan minyak sekitar 17.500 barel atau setara dengan Rp17,5 miliar. Jika kehilangan dihitung dari 1 Januari hingga 23 Juli 2013, nilai kerugian telah mencapai sekitar Rp280 miliar.
(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru