Berbagai analisis ekonomi meramalkan bahwa resesi global akan melanda banyak negara pada 2020. Berbagai tanda angin krisis ini sudah tampak selama 2019 dengan melemahnya beberapa mata uang dunia, volatilitas suku bunga serta lesunya iklim investasi.
Kondisi ekonomi global yang cenderung melemah akibat berbagai isu membuat lesunya pasar investasi. Investor cenderung mengambil langkah wait and see serta sangat berhati-hati menempatkan dana investasinya. Ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang, kondisi geopolitik hingga ancaman resesi dialami sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berada pada level 5,02 persen. Laju yang cukup stagnan di kisaran 5 persen ini menurut Indef masih cukup rentan untuk terpengaruh resesi yang ditularkan oleh lesunya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju yang diproyeksikan akan tumbuh di bawah 2 persen pada 2020. Kemelut lesunya perekonomian global akan berimbas pada perekonomian Indonesia yang bertumpu pada konsumsi.
Selain itu, perang dagang dan kondisi geopolitik dunia juga menjadi ancaman bagi investor. Memanasnya konflik antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran, resmi berpisahnya Inggris dengan Uni Eropa dengan Brexit serta pemakzulan Trump adalah beberapa kejadian yang memicu goncangan pasar finansial.
Tercapainya kesepakatan pertama perjanjian dagang AS dan Tiongkok pada akhir 2019, salah satunya tentang penghapusan tarif menjadi angin segar di tengah goncangan perang dagang yang selama ini menghantui pasar finansial. Meski demikian, kesepakatan dagang tahap selanjutnya diperkirakan bakal lebih rumit dan penuh ketidakpastian. Hal ini tentu saja akan tetap menjadi pemicu ekskalasi perang dagang yang akan masih menjadi ancaman pada 2020.
Pilihan Investasi
Selain berbagai sumber krisis yang sudah diproyeksikan akan terjadi di 2020, ternyata ada goncangan besar yang tidak pernah terprediksikan sebelumnya. Munculnya wabah virus Corona di Tiongkok menjadi unpredictable shock dalam perekonomian dunia. Wabah ini telah menekan aktivitas produksi dan perdagangan Tiongkok sebagai salah satu negara dengan share ekonomi terbesar di dunia sehingga tekanannya berimbas ke seluruh dunia dengan cepat.
Tiongkok saat ini berkontribusi sekitar 16 persen terhadap perekonomian dunia (Bloomberg, 2019). Maka, wajar apabila krisis akibat wabah Corona menyebabkan turunnya permintaan dan terganggunya rantai pasokan barang.
Bayang-bayang resesi yang menghantam Tiongkok dampaknya sangat dirasakan oleh negara-negara mitra ekonominya terutama Korea Selatan. Selain itu, bayang-bayang krisis Tiongkok ini juga menghantam ekonomi Jepang, Jerman dan Singapura.
Indonesia yang memiliki hubungan ekonomi cukup erat dengan Tiongkok juga sangat terdampak krisis akibat wabah Corona ini. Badai krisis global menjadi semakin merajalela ke segala sektor, terutama perdagangan, industri dan pariwisata. Investor mengalami kepanikan karena saham dan obligasi menjadi instrumen yang sangat terpukul dengan goncangan ini. Langkah antisipatif perlu segera dilakukan untuk menyelamatkan aset.
Bagaimana dengan investasi emas? Hasil penelitian Li dan Lucey yang dimuat di Resources Policy Journal, 2019, Vol 63, menyatakan bahwa saat instrumen investasi portofolio mengalami penurunan di pasar finansial, emas tidak terpengaruh karena sifatnya yang independent. Krisis akibat Corona yang mengakibatkan penurunan nilai saham dan obligasi justru malah berdampak positif pada kenaikan harga emas. Di pasar spot global, emas mencapai harga tertinggi pada minggu ini mencapai US$ 1.656.62 per troy ounce (oz), naik sekitar 26 persen dibanding periode tahun lalu.
Kondisi yang sama terjadi di Indonesia. Harga emas acuan emas yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk. (ANTAM) sangat meroket hingga mencapai Rp 819.000,- pada minggu ini. Harga ini mencetak rekor harga tertinggi selama ini. Diproyeksikan penguatan harga emas ini akan terus berlangsung selama penyebaran virus Corona di Tiongkok dan di negara-negara lain belum dapat diatasi.
Emas Sebagai Aset Safe Haven
Untuk mengantisipasi dampak krisis global, para ahli investasi berpendapat bahwa emas adalah instrumen investasi yang sangat andal. Sejak jaman dahulu kala emas telah menjadi ukuran kesejahteraan serta sebagai alat pengukur nilai untuk menyimpan kekayaan, yang saat ini disebut investasi. Tingginya kedudukan emas sebagai logam mulia yang sangat berharga dipandang investor sebagai aset safe haven ketika pasar finansial melemah.
Hal ini diakibatkan oleh stabilnya emas sebagai penyimpan nilai investasi dan tidak dipengaruhi oleh kekacauan atau ketidakpastian pasar finansial. Aset safe haven tidak berkaitan atau memiliki hubungan negatif dengan aset dan portofolio investasi lain saat krisis finansial. Emas menjadi pilihan yang dianggap melindungi investor karena dapat bertahan atau bahkan mengalami peningkatan nilai saat kondisi pasar sedang mengalami goncangan, sementara aset dalam bentuk lainnya mengalami penurunan nilai.
Investor berpendapat bahwa emas tidak memiliki risiko kehilangan nilai di tengah ketidakjelasan finansial dan politik. Sebaliknya, uang dan aset lainnya akan sangat dipengaruhi oleh goncangan finansial dan politik. Emas dalam portofolio investasi dapat diandalkan untuk mengurangi kerugian saat pasar saham ambruk. Emas sangat disarankan untuk dibeli oleh investor saat imbal hasil aset investasi lain negatif.
Brian Lucey dan Sile Li (2019) menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan peran emas sebagai safe haven di banyak negara ketika terjadi pergolakan pasar. Mereka menyatakan emas adalah aset investasi yang hampir tidak memiliki korelasi dengan aset finansial lain dengan nilai korelasi mendekati nol. Jenis investasi ini cenderung memiliki pergerakan sendiri. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Lucey dan Li bahwa korelasi emas dengan berbagai indeks saham global sangat rendah. Hal ini menjawab pertanyaan mengapa emas dapat tetap berperfoma sangat baik di saat pasar keuangan melemah. Korelasi nol ini terjadi saat pasar dalam situasi normal maupun selama dalam tekanan.
Emas memiliki fungsi nilai lindung yang tinggi dalam kondisi abnormal karena saat pergerakan harga aset portofolio lain mengalami penurunan drastis, emas memiliki kecenderungan peningkatan harga. Emas dapat mengatasi dampak kondisi pasar yang tidak stabil akibat tekanan dalam pasar uang, ketidakjelasan kondisi politik serta sentimen konsumen (Li dan Lucey, 2019). Oleh karena itu, emas memiliki kelembaman nilai investasi yang lebih tinggi dibanding saham dan obligasi.
Selain kemampuannya dalam melindungi nilai aset investasi, berinvestasi emas itu relatif lebih mudah dan sederhana dibandingkan pilihan investasi lainnya. Hal ini semakin membuat emas menjadi pilihan menarik bagi investor pemula. Pilihan membeli dan menjual emas sangat luas. Emas bersertifikat diterima ketika dijual di mana saja, bahkan di luar negeri. Kemudahan ini memberi keleluasaan investor untuk memilih di mana akan membeli logam mulianya. Saat ini bahkan banyak stakeholders yang dapat menyediakan emas dengan sistem delivery atau melalui toko daring.
Selain itu, sifat emas dengan likuiditas tinggi membuat investasi ini sangat menarik. Investor dengan mudah mencairkan investasinya kapan saja saat dibutuhkan dengan nilai yang stabil sesuai pasar. Investasi emas dapat dijual maupun digadaikan dengan mudah untuk memperoleh dana investasi. Investasi emas juga mudah karena dapat dilakukan secara mandiri. Setiap orang dapat melakukannya sendiri tanpa harus melibatkan pihak lain untuk mengelola investasi emas. Berbeda dengan reksadana dan saham yang memerlukan pihak ketiga untuk melakukan investasinya.
Berdasarkan data ANTAM, investasi emas pada kondisi normal dapat memberikan hasil 10 persen per tahun, sedangkan pada kondisi abnormal seperti krisis dapat memberikan imbalan hasil 25 hingga 30 persen per tahun.
High Return High Risk, Low Return Low Risk
Hukum investasi secara umum juga berlaku pada investasi emas logam mulia. Investasi dengan imbalan hasil tinggi tentu akan berisiko lebih besar dibanding investasi yang memberikan imbalan hasil lebih kecil. Return rate emas saat ekonomi stabil cenderung lambat, sehingga investasi emas cocok diterapkan untuk investasi jangka panjang dibandingkan jangka pendek atau menengah. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan harga emas yang cukup lambat saat ekonomi tidak mengalami goncangan tertentu.
Kecuali itu, risiko menyimpan emas juga cukup besar. Jika sudah investasi emas dalam jumlah besar maka risiko kesulitan serta kehilangan cukup besar. Untuk mengantisipasi ini, maka banyak disediakan jasa sewa safe deposit box di bank agar emas yang dimiliki dapat tersimpan dengan aman.
Risiko lain investasi emas adalah adanya penipuan praktek investasi emas fiktif. Biasanya ini dilakukan melalui transaksi online dan bentuk emas tidak dicetak secara fisik. Oleh karena itu sebaiknya investor menghindari jenis investasi emas jika fisik emas tidak dapat dicetak atau diwujudkan dalam bentuk fisik. Risiko penipuan dengan fisik emas palsu juga dapat terjadi. Tetapi hal ini relatif jarang terjadi. Risiko emas palsu sudah diantisipasi dengan penerbitan emas logam mulia dengan kemasan reinvented sehingga bentuk fisik terlindungi dengan sertifikat keaslian yang dapat dicek melalui aplikasi online.
Investasi emas dengan segala kekurangan dan kelebihannya tetap merupakan instrumen investasi yang cukup layak dijadikan pilihan oleh masyarakat luas saat ini. Sifat emas sebagai aset safe haven sangat cocok untuk menyimpan nilai aset saat ancaman resesi mulai bergejolak. Berinvestasi emas saat ini lebih bernilai ekonomis dibandingkan menabung dalam bentuk uang di bank karena memberikan return rate yang lebih baik serta menjaga nilai aset dari penurunan nilai akibat inflasi.(*)
Komentar Terbaru