Subtema: “Strategi Mendorong Pemanfaatan EBT Demi Net Zero Emission 2060”

Di balik gemerlap kota-kota besar, terdapat kenyataan pahit kemiskinan energi di Nusantara. Puluhan ribu desa masih terkurung dalam kegelapan, di mana anak-anak penerus bangsa terpaksa belajar dengan cahaya remang-remang dari lilin. Potret ini secara nyata menantang semangat keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam sila kelima Pancasila, yang menghendaki pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Transformasi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) tidak bisa ditunda lagi. Jika kita tidak segera membangun infrastruktur yang mendukung, generasi muda kita akan kehilangan harapan dan cita-cita mencapai Net Zero Emission pada 2060 akan semakin sulit terwujud.

Inilah saatnya kita benar-benar menerjemahkan sila kelima Pancasila ke dalam tindakan nyata memastikan setiap warga negara, tidak peduli di mana mereka tinggal, mendapatkan akses energi yang layak, adil, dan berkelanjutan. Ketimpangan ini bertentangan dengan semangat keadilan sosial Pancasila.

Data Kementerian ESDM 2023 menunjukkan 185.662 desa belum teraliri listrik, mayoritas berada di Pulau Papua. Tanpa listrik, desa-desa ini terjebak dalam lingkaran kemiskinan, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah, rata-rata 53,42–67,90, jauh di bawah rata-rata nasional 74,202.

Ketiadaan listrik juga menghambat akses teknologi pendidikan modern, seperti komputer dan internet, serta mengurangi produktivitas ekonomi lokal. Kemudian, ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi turut menambah tantangan masyarakat dari Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Emisi karbon dari sektor energi mencapai >80% dari 1.3 gigaton juta ton CO₂ pada 2022 yang mempercepat perubahan iklim dan merusak ekosistem.

Meski Indonesia memiliki potensi energi terbarukan (EBT) yang besar, persentasi EBT baru mencapai 13.09% pada 2023, jauh dari target 23% pada 2025. Hambatan seperti biaya investasi tinggi dan kurangnya infrastruktur memperlambat pengembangan energi terbarukan.

Penggunaan bahan bakar tradisional seperti kayu bakar dan genset solar di daerah terpencil kian memperburuk situasi di Indonesia. Selain meningkatkan emisi karbon, biaya energi di desa terpencil jauh lebih mahal dibandingkan di perkotaan sehingga memperberat beban ekonomi masyarakat.

Ketimpangan ini mencerminkan rendahnya prioritas pembangunan infrastruktur energi di wilayah terpencil. Transisi energi berbasis EBT menjadi keharusan
untuk mencapai Net Zero Emission 2060. Namun, subsidi energi fosil yang mendominasi anggaran, Rp443,6 triliun untuk IPC pada 2022 dibandingkan hanya Rp138,2 triliun untuk EBT menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam mengatasi EBT.

Mahasiswa memiliki peran penting dalam mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia, khususnya energi matahari. Sebagai generasi penerus bangsa, mereka dapat berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mencapai target Net Zero Emission 2060, dan memecahkan masalah akses listrik di daerah terpencil.

Pengembangan solar panel tidak hanya membantu mitigasi perubahan iklim, tetapi juga berpotensi menciptakan peluang ekonomi baru, membuka lapangan kerja, dan mengembangkan desa-desa berbasis energi terbarukan.

Sebuah contoh nyata implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah di Kalurahan Sumbersari, Sleman, Yogyakarta. Proyek pengabdian masyarakat ini berhasil mengatasi tantangan pertanian dan perikanan dengan memasang sistem aerasi dan pompa air bertenaga surya. Hasilnya, masyarakat dapat mengakses air bersih untuk kolam ikan dan lahan pertanian, meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya listrik, dan berkontribusi pada tujuan berkelanjutan.

Melalui pelatihan dan keterlibatan aktif, masyarakat diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam penerapan teknologi energi terbarukan di masa depan. Saatnya Indonesia berani bergerak mewujudkan masa depan energi yang adil, bersih, dan berkelanjutan.

REFERENSI:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, “Tren Penjualan Listrik di Indonesia Terus Naik, Ini Strategi Pemerintah Penuhi Demand”(https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/tren-penjualan-listrik-di-indonesia-terus-naik-ini-strategi-pemerintah-penuhi-demand, Diakses pada 15 Desember 2024, 13:18)
Badan Pusat Statistik, “[Metode Baru] Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi, 2022-2024”(https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NDk0IzI=/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi.html,Diakses pada 15 Desember 2024, 19:36)
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, “Transportasi Umum Massal Indonesia Menuju Zero Emission”(
https://dephub.go.id/post/read/transportasi-umum-massal-indonesia-menuju-zero-emission, Diakses pada 15 Desember 2024,
19.42)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, “Pemerintah Kejar Target Tingkatkan Bauran EBT”
(https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/pemerintah-kejar-tingkatkan-bauran-ebt, Diakses pada 15 Desember 2024, 19.57)
Tempo, “Sri Mulyani: Anggaran Subsidi dan Kompensasi Energi Naik Jadi Rp 443,6 T”(https://www.tempo.co/ekonomi/sri-mulyani-anggaran-subsidi-dan-kompensasi-energi-naik-jadi-rp-443-6-t-352467, Diakses pada 15 Desember 2024, 20.37)
6 Warta Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan, “Pendanaan Pembangkit Listrik EBT tak Memadai”(https://wartapemeriksa.bpk.go.id/?p=56613, Diakses pada 15 Desember 2024, 22.18)
Muntini, M. S., Rahayu, L. P., Fatimah, I., Faridawati, S., Yuwana, L., & Indrawati, S. (2024). Implementasi Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Peningkatan Produktivitas Budidaya Ikan dan Pertanian di Kalurahan Sumbersari. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 2(2), 188-199.