JAKARTA – Pelaku usaha di sektor pertambangan yang tergabung dalam Indonesia Mining Association (IMA) dengan tegas menolak rencana pemerintah yang akan melakukan kenaikan terhadap tarif royalti. Para pelaku usaha mengaku sudah makin tersudut dengan berbagai aturan main yang diterbitkan pemerintah ditambah lagi dengan rencana kenaikan tarif royalti.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif IMA, menyatakan secara resmi sudah menyampaikan ke pemerintah alasan pelaku usaha menolak rencana pemerintah tersebut. “IMA juga sudah menyampaikan surat ke pemerintah, menyampaikan argumentasi yang data-datanya kita olah bersama-sama juga, kemudian kita ada beberapa posisi yang kita sampaikan, bahwa di saat sekarang industri sudah terbebani dengan berbagai kewajiban, akibat regulasi yang terus berubah-ubah,” kata Hendra dalam sesi diskusi di Jakarta, Senin (17/3).

Lebih lanjut dia mengingatkan bahwa dengan adanya penurunan harga komoditas pemerintah seharusnya lebih bijak dalam membuat kebijakan. Belum lagi ekonomi global kondisinya tidak baik-baik saja, kemudian ekonomi lokal juga dikhawatirkan terjadi kontraksi pertumbuhan, sehingga situasi dan kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi pelaku usaha, bahkan juga target-target pemerintah bisa saja tidak sesuai dengan yang diharapkan.

“Jadi kami sama dengan pelaku usaha yang lain, asosiasi yang lain, kita menyampaikan ke pemerintah untuk mengkaji lagi rencana tersebut, karena akan berdampak bukan hanya bagi perusahaan, tapi juga target pemerintah terutama untuk menjaga rencana pemerintah menarik investasi di hilirisasi yang akan sangat memukul investor, investor akan berpikir ulang-ulang rencana investasinya,” jelas Hendra.

Berikut usulan kenaikan tarif royalti komoditas mineral dan batu bara:

Batu Bara
– Tarif royalti IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diusulkan naik 1% untuk Harga Batubara Acuan (HBA) ≥ US$90, dengan tarif maksimum 13,5%.

– Tarif IUPK direvisi dalam rentang 14-28%, menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PP 15/2022.

Nikel
– Bijih Nikel: Dari tarif flat 10% menjadi progresif 14-19% mengikuti Harga Mineral Acuan (HMA).
– Nikel Matte: Dari tarif flat 2% menjadi tarif progresif 4,5-6,5% (windfall profit dihapus).
– Ferro Nikel & Nikel Pig Iron: Dari tarif flat 5% menjadi tarif progresif 5-7% menyesuaikan HMA.

Tembaga:
– Bijih Tembaga: Dari tarif flat 5% menjadi tarif progresif 10-17% menyesuaikan HMA

– Konsentrat Tembaga: Dari tarif flat 4% menjadi tarif progresif 7-10% menyesuaikan HMA
– Katoda Tembaga: Dari tarif flat 2% menjadi tarif progresif 4-7% menyesuaikan HMA

Emas & Perak
Emas: Dari tarif progresif 3,75-10% menjadi 7-16% menyesuaikan HMA
Perak: Dari tarif flat 3,25% menjadi 5 persen.
Platina: Dari tarif flat 2% menjadi 3,75%.

Timah:
Logam timah: Dari tarif flat 3% menjadi tarif progresif 3-10% mengikuti harga jual