JAKARTA – PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), perusahaan distributor bahan bakar minyak (BBM), bahan kimia dasar, dan penyedia jasa logistik dan supply chain, memproyeksikan kinerja keuangan perseroan tidak terganggu kebijakan pemerintah yang mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM), jenis Premium maupun Solar dibawah harga keekonomian. Pada 2018, AKR memperoleh kuota sebesar 250 ribu kiloliter (KL) untuk jenis BBM tertentu atau Solar dengan penugasan di seluruh wilayah Indonesia.
Haryanto Adiekoesoemo, Direktur Utama AKR, mengungkapkan bisnis penjualan BBM, termasuk penyaluran solar bukan bisnis yang menopang kinerja keuangan. Penyaluran solar hanya 10% dari keseluruhan volume BBM yang disalurkan perseroan. Sisanya merupakan BBM nonsubsidi yang ditujukan untuk korporasi di sektor pertambangan dan perkebunan.
“Volume BBM subsidi hanya 10%, jadi bebannya tidak berat. Diluar itu kami punya bisnis logistik, kimia dan sebagainya,” ujar Haryanto saat ditemui di Gedung DPR Jakarta, Senin malam (19/3).
Pada 2017, AKR membukukan pendapatan Rp18,28 triliun, naik 20,2% dibanding raihan 2016 sebesar Rp15,21 triliun. Pendapatan dari perdagangan dan distribusi BBM mencapai Rp12,02 triliun, naik dibanding 2016 sebesar Rp10,29 triliun. Selain itu, pendapatan AKR juga berasal dari perdagangan dan distribusi kimia dasar sebesar Rp4,54 triliun. Sisanya, pendapatan berasal dari kontribusi jasa logistik, yakni operasi pelabuhan dan transportasi, penyewaan tangki penyimpangan serta tanah kawasan industri.
Menurut Haryanto, skema distribusi yang dilakukan AKR adalah mengimpor BBM yang kemudian dimasukkan ke tangki penyimpanan di pelabuhan. Dari pelabuhan BBM diangkut truk hingga masuk ke tangki Stasiun Pengisian Baham Bakar Umum (SPBU) dan dispenser BBM milik AKR dan belum tergolong BBM subsidi.
“Hanya setelah keluar itu baru dihitung jumlah subsidi, sehingga tidak ada risiko untuk subsidi yang hilang,” ungkap dia.
Haryanto menambahkan untuk mendukung pola atau skema distribusi BBM subsidi, AKR menerapkan sistem dan mekanisme yang ketat untuk mencegah kebocoran, sehingga perhitungan pembayaran subsidi dengan kuota tepat. Skema mengandalkan penggunaan teknologi dan sistem online yang dilaporkan secara real time ke kantor pusat AKR.
“Sistem IT untuk mencatat transaksi. Diwajibkan input ID (no polisi kendaraan), kontrol kuota penyaluran perkendaraan setiap hari. Kami bisa monitor ketersediaan stock. Data dikirim ke kantor AKR real time, sehingga kami bisa kontrol pembelian,” kata dia.
Nantinya ID yang telah tercatat tersebut akan kembali di cek oleh Samsat serta melalui verifikasi Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas hingga nanti diverifikasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum subsidi dibayarkan pemerintah. Karena itu biasanya subsidi tidak dibayarkan full karena sebagai alokasi bagi penyaluran bagi kendaraan yang seharusya tidak disubsidi.
“Akan dicek BPH Migas atau BPK itu ke Samsat, sehingga kalau tidak ada maka subsidi tidak diakui. Sebesar 95% pembayaran subsidi, 5%-nya itu alokasi yang tidak diakui subsidi,” tandas Haryanto.(RI)
Komentar Terbaru