JAKARTA – Corporate Communication Manager Chevron Indonesia, Dony Indrawan tak menampik kemungkinan karyawan perusahaan minyak dan gas (migas) itu akan mogok kerja, akibat vonis Majelis Hakim dalam kasus bioremediasi. Bukan karena ngambek (protes, red) tetapi karena merasa tidak safety (aman) dalam bekerja.
Dihubungi Dunia Energi pada Kamis, 9 Mei 2013, Dony membantah rumor yang berkembang bahwa karyawan Chevron akan melakukan mogok kerja, guna memprotes vonis hakim terhadap pimpinan dua perusahaan kontraktor Chevron dalam proyek bioremediasi. Menurutnya, Chevron tetap berkomitmen untuk menjalankan operasi migas sesuai mandat Production Sharing Contract (PSC) secara selamat dan taat hukum.
“Manajemen dan karyawan Chevron terus bekerja keras menghasilkan minyak yang sangat dibutuhkan negara dan penting bagi kelangsungan pembangunan sesuai dengan hukum yang berlaku. Justru kasus ini menimbulkan isu tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi kami, pelaku di industri ini,” ujarnya.
Setiap saat karyawan dan mitra kerja Chevron, lanjut Dony, dituntut oleh perusahaan untuk selalu mengutamakan keselamatan serta ketaatan kepada peraturan dan hukum yang berlaku, dalam melakukan semua pekerjaan, juga harus menghentikan pekerjaan jika ada potensi mengganggu keselamatan atau melanggar hukum.
“Di Chevron, kami menerapkan Stop Work Authority (SWA) yaitu kewenangan yang diberikan kepada setiap karyawan untuk menghentikan suatu pekerjaan atau operasi jika berpotensi membahayakan keselamatan atau melanggar peraturan,” terangnya.
Menurut Dony, selama puluhan tahun ribuan karyawan Chevron bekerja dengan semangat dan produktif, karena di hati mereka tidak ada keragu-raguan soal keamanan dari sisi hukum, terhadap seluruh proyek Chevron. Mereka yakin betul bahwa seluruh operasi Chevron taat hukum. Namun setelah mencuatnya kasus bioremediasi dan vonis bersalah yang dijatuhkan hakim, bukan tidak mungkin karyawan Chevron merasa tidak aman lagi dari sisi hukum dalam bekerja.
“Jika karyawan ragu bahwa suatu peraturan yang mereka ikuti bisa ditafsirkan berbeda seperti yang terjadi pada kasus bioremediasi sehingga bisa dianggap menjadi tidak taat hukum, maka karyawan mungkin saja memutuskan untuk menghentikan dulu pekerjaan mereka sampai mendapat kejelasan dan kepastian,” pungkasnya.
(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru