JAKARTA – Pembangunan kilang agar memberikan dampak pengganda (multipler effect) yang luar biasa terhadap perekonomian nasional harus digabung dengan pengembangan pabrik petrokimia dalam satu kompleks yang berdekatan. Konsep tersebut dapat dikembangkan di Cilacap yang telah memiliki fasilitas kilang pengolahan minyak.
“Rencana pemerintah untuk membangun industri petrokimia di sekitar kilang TPPI Tuban dapat dilakukan di Cilacap,” tutur Berly Martawardaya, Ekonom dan Pengajar Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) Energi dan Mineral Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rabu. Sejauh ini, pembangunan kilang baru berdampak pada pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM) dan penghematan dollar AS sehingga nilai tukar rupiah mudah melemah.
Dia menuturkan biaya bangun kilang memang mahal, apalagi yang kompleks (multiinput dan multioutput). “Bisa di atas Rp100 triliun dan kecil marginnya,” tegasnya. Untuk itu, pemerintah atau perusahaan yang akan membangun kilang seperti PT Pertamina (Persero) perlu menyiapkan pendanaan besar dengan cara-cara yang kreatif.
Berapa kilang yang dibutuhkan di Indonesia? Menurut Berly, jumlah kilang harus melihat perbandingan produksi BBM dari kilang domestik dengan peningkatan konsumsi.
Komaidi Notonegoro, Pengamat Energi dari Reforminer Institute, menambahkan selama ini pembangunan kilang terkendala insentif fiskal. “Insentif yang diminta calon investor tidak diberikan karena dinilai berlebihan,” tuturnya. Akibatnya, saat ini kapasitas kilang domestik hanya sekitar 1 juta barel sementara konsunsi minyak mencapai 1,6 juta barel per hari.
Sebelumnya, VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan untuk menjamin pasokan gas bagi masyarakat dan mengurangi impor BBM, Pertamina mulai mengopersikan unit Residu Fluid Catalytic Cracking (RFCC) yang terletak di Refiner Unit (RU) IV Cilacap. Operasional secara komersil RFCC Cilacap yang menelan investasi lebih dari Rp11 triliun tersebut mulai dilakukan pada awal Oktober 2015.
RFCC Cilacap mampu menghasilkan 30 ribu barel premium per hari atau sekitar 10,5 juta barel premium per tahun. Jumlah tersebut menurut Wainda, setara dengan 10% impor nasional premium. “Itulah penghematan devisa yang dapat dilakukan dengan berkurangnya impor Premium. Karena itu, kami upayakan maksimal RFCC Cilacap dapat beroperasi dengan baik,” ujar Wianda.(RA)
Komentar Terbaru