TAPANULI SELATAN – Sekitar 2.000 karyawan G – Resources Martabe saat ini terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul penghentian sementara operasi tambang tempat mereka bekerja.
Manajemen G – Resources Martabe terpaksa menghentikan sementara aktivitas produksinya, karena hingga saat ini pipa pembuangan sisa proses pengolahan bijih emas di tambang itu belum terpasang. Pemasangan pipa yang mestinya dimulai 14 September 2012 lalu ditolak warga Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, tempat tambang itu beroperasi.
Presiden Direktur Tambang Emas Martabe, Peter Albert mengungkapkan, pihaknya sudah berbulan-bulan melakukan pendekatan dan sosialisasi maksimal kepada warga, terkait rencana pemasangan pipa tersebut. Namun musyawarah yang dilakukan perusahaan dan warga tak kunjung mendapatkan titik temu.
Padahal, pemasangan pipa untuk mengalirkan air sisa proses pengolahan bijih emas ke sungai Batang Toru itu, sudah melalui studi kelayakan intensif dan mendapat izin seperti tertera dalam dokumen AMDAL yang disetujui Bupati Tapanuli Selatan pada Maret 2008.
Sesuai AMDAL, sebelum dialirkan ke sungai, kelebihan air akan diproses dalam Instalasi Pemurnian Air Proses (IPAL, atau Water Polishing Plant – WPP) yang telah dirancang dan dibangun di dalam areal Tambang Emas Martabe. Air yang akan dialirkan sudah memenuhi standarbakumutu, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 tahun 2004.
Manajemen Tambang Emas Martabe juga telah melakukan konsultasi dengan Pemerintah Pusat, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Gubernur Sumatera Utara, Kapolda Sumatera Utara, Bupati Tapanuli Selatan, Polres Tapanuli Selatan, dan masyarakat wilayah Batangtoru dan Muara Batangtoru.
Pipa itu sendiri merupakan salah satu perangkat vital dalam operasi Tambang Emas Martabe. Maka dari itu, sejak 19 September lalu, PT Agincourt Resources selaku pengelola Tambang Emas Martabe telah mengumumkan, jika sampai akhir September 2012 pipa itu tidak terpasang, terpaksa perusahaan menghentikan aktivitas produksinya.
Apa yang dikhawatirkan itu pun terjadi. Pada Senin, 1 Oktober 2012, Manajemen Agincourt Resources mengumumkan penghentian sementara operasional tambang itu. Jika tambang tak kunjung beroperasi, maka sulit dihindari sekitar 2.000 karyawan yang mayoritas berasal dari 10 desa di lingkar tambang, harus berhenti bekerja.
“Kami tidak punya pilihan, selain menyelamatkan setiap dolar yang kami miliki untuk melindungi perusahaan, agar kami tetap mampu kembali beroperasi setelah persoalan ini diselesaikan,” kata Peter di Batang Toru, Senin, 1 Oktober 2012. Seperti diketahui, sejak awal beroperasi hingga saat ini, investor pada Tambang Emas Martabe telah mengucurkan dana hingga USD 700 juta.
Lebih menyedihkan lagi, masyarakat Tapanuli Selatan dan Sumatera Utara bakal kehilangan kesempatan pertumbuhan, lewat maju dan beroperasinya tambang emas ini. Mengingat saham Tambang Emas Martabe 5%-nya merupakan milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Peter mengaku pihaknya masih terbuka terhadap berbagai masukan, yang dapat menjadi peluang terselesaikannya persoalan ini. Terlebih, proyek Martabe merupakan salah satu program pemerintah dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Jika proyek ini tak dapat dilanjutkan, kerugian terbesar tentu pada masyarakat dan PemerintahIndonesia. (Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru