Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia. Aktivitas manusia yang bergantung pada energi berbasis fosil seperti minyak, gas, dan batubara telah menghasilkan emisi karbon berjumlah besar, menyebabkan peningkatan suhu global. Maka, transisi menuju energi bersih menjadi langkah penting untuk mengurangi emisi gas karbon demi menjaga kelestarian bumi. Melalui target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, menunjukkan seluruh emisi karbon yang dihasilkan harus seimbang dengan jumlah karbon yang diserap kembali.

Sedangkan, energi fosil masih mendominasi pasokan internasional karena ketergantungan pemakaian sehingga diperlukan inovasi berkelanjutan dalam mengatasi solusi ini. Solusi yang dapat menjadi pembaharuan iklim Indonesia, yakni Carbon Capture and Storage (CCS) Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) memiliki peran strategis dalam mendukung transisi energi menuju NZE.

Dalam konteks transisi energi, CCS berfungsi sebagai jembatan antara penggunaan energi fosil yang masih dominan dan pengembangan EBT. Untuk itu, CCS memungkinkan penggunaan energi fosil tetap berjalan sambil menekan emisi karbon dan memberikan waktu untuk pengembangan infrastruktur EBT secara lebih luas.

Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) memiliki peran strategis dalam mendukung transisi energi menuju era energi baru terbarukan (EBT) dan pencapaian target zero carbon. Meskipun pengembangan EBT seperti tenaga surya, angin, dan biomassa semakin pesat, ketergantungan dunia pada energi fosil tetap signifikan.

Jika dikaitkan pada aturan mengenai penurunan emisi karbon telah tertuang pada Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Upaya lainnya juga ditunjukkan Indonesia dengan keluarnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Peraturan menteri ESDM) No.2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.

Proses CCS terdiri dari beberapa tahap. Mulai dari penangkapan (Capture) menggunakan teknologi dan mengonversi nya terlebih dahulu sebelum diangkut ke lokasi penyimpanan. Proses pengangkutan ini disebut dengan Transportasi (Transport). Karbon/CO₂ yang diangkut akan memasuki tahap terakhir, yaitu Penyimpanan (Storage). Pada proses ini CO₂ yang sudah ditangkap dan dipindahkan ke tempat penyimpanan yang aman akan disuntikkan ke dalam struktur geologi, di mana karbon dapat disimpan selama ribuan tahun tanpa adanya kebocoran.

Dampak CCS terhadap target zero carbon sangat signifikan. Teknologi ini memungkinkan pengurangan emisi karbon secara drastis dari sektor-sektor yang sulit dialihkan ke EBT, seperti industri semen, baja, dan kimia. CCS juga mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) dengan mengurangi emisi karbon hingga level minimum yang tidak dapat dihindari dan membantu mengimbangi sisa emisi melalui penyerapan karbon yang tersimpan secara aman.

Selain itu, CCS memberikan manfaat ekonomi dengan menjaga stabilitas energi selama transisi dan mendorong inovasi teknologi rendah karbon. Dengan mengintegrasikan CCS dan EBT, dunia dapat mempercepat pencapaian zero carbon dan memastikan keberlanjutan energi untuk masa depan.

Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) sebagai solusi untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060 dengan menangkap dan menyimpan CO₂ dari sektor industri dan pembangkit listrik berbasis fosil. Meskipun energi terbarukan seperti solar dan angin berkembang, ketergantungan pada energi fosil masih tinggi. CCS memungkinkan pengurangan emisi karbon tanpa menghentikan operasional sektor energi fosil, serta mendukung transisi energi yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Indonesia juga aktif mengembangkan CCS untuk menurunkan emisi GRK dan mendukung komitmennya terhadap perubahan iklim.