Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang besar, tersebar, dan beragam, untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT. Pemerintah secara konsisten terus berupaya melakukan berbagai langkah untuk mencapai ketahanan energi dengan memperhatikan aspek lingkungan.

Dalam jangka pendek, pemerintah menargetkan kontribusi EBT sebesar 23% di tahun 2025, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pengembangan EBT juga menjadi tumpuan dalam mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca, sebagaimana tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, serta upaya mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.

Gambar 1. Proyeksi Bauran Energi Nasional Indonesia: Perkembangan dan Target Energi Baru Terbarukan hingga 2050 (Sumber: Kementerian ESDM, 2024)

Salah satu sumber EBT yang memiliki potensi besar adalah energi panas bumi. Indonesia, sebagai negara dengan potensi energi panas bumi terbesar kedua di dunia, memiliki cadangan mencapai 23,9 gigawatt (GW) pada tahun 2021. Namun, hingga akhir 2023, kapasitas terpasang energi panas bumi baru mencapai 2,3 GW, atau sekitar 9,6% dari total potensi yang ada, menunjukkan bahwa pengembangan sektor ini masih jauh dari optimal (Kementerian ESDM, 2023).

Gambar 2. Trend Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT (Sumber: Dirjen EBTKE, 2023)

Pengembangan energi panas bumi di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk kompleksitas regulasi dan perizinan yang memakan waktu hingga 4-5 tahun, yang mengurangi daya tarik investasi (World Bank, 2019).

Untuk mengatasi permasalahan ini, skema “government drilling” menjadi solusi yang menjanjikan. Melalui skema ini, pemerintah menggunakan dana publik untuk melakukan pengeboran awal, sehingga mengurangi risiko investasi bagi pengembang.

Jika tidak ditemukan cadangan komersial yang layak, pemerintah menanggung biaya tersebut, sehingga investor tidak harus menanggung risiko sepenuhnya. Pendekatan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investor ke sektor panas bumi, yang selama ini terhambat oleh biaya awal yang tinggi, yang diperkirakan mencapai USD 4-5 juta per megawatt (IEEFA, 2021).

Gambar 3. Skema Government Drilling melalui BLU Geothermal oleh Kementerian ESDM

Skema government drilling adalah pendekatan yang dapat diterapkan untuk proyek energi terbarukan seperti energi surya dan angin, selain energi panas bumi. Dengan menggunakan dana publik untuk pengembangan awal, skema ini mengurangi risiko finansial bagi investor swasta, terutama pada tahap
awal yang memerlukan investasi besar.

Dalam konteks energi surya, tantangan biaya awal sering menghambat proyek. Pemerintah dapat mendanai instalasi awal panel surya di lokasi strategis, termasuk pengujian potensi energi. Data yang diperoleh akan memberikan keyakinan lebih bagi investor untuk berinvestasi.

Untuk energi angin, skema ini juga dapat digunakan untuk melakukan studi kelayakan dan pengujian lokasi sebelum melibatkan investor. Dengan mendanai survei angin, pemerintah dapat menarik lebih banyak investasi swasta, mempercepat pengembangan proyek.

Pendanaan berkelanjutan melalui skema ini, seperti revolving funds, memungkinkan dana yang digunakan untuk proyek awal diputar kembali setelah mencapai titik komersial. Ini menciptakan siklus pendanaan yang berkelanjutan, mendukung peningkatan kapasitas energi terpasang di Indonesia.

Keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap pengembangan juga menjadi kunci untuk mengurangi resistensi terhadap proyek energi. Pendekatan partisipatif dapat meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat energi terbarukan.

Dengan melibatkan masyarakat, proyek-proyek energi dapat berjalan lebih lancar dan mendapatkan dukungan yang lebih besar. Melalui sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat memanfaatkan potensi EBT untuk mencapai target energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat mempercepat transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Referensi:
BloombergNEF (2024) Climatescope Emerging Markets Power Factbook.
Ghazvinil, M. Milad, S., Ahmadi, M. H., Moosavil, S., dan Fathollah, P. (2019). Geothermal energy use in hydrogen production. Int J Energy Res. (1–29)
Hari, Om., Anirbid, S., Tejaswini G., Kriti Y., dan Namrata, B. (2024). Comprehensive review of hydrogen generation utilizing geothermal energy. Journal Elsevier: Unconventional Resources. (2025)
10: 1-12. Katadata (n.d.) DEN: Bauran Energi Terbarukan Akan Meleset dari Target, Tidak Lebih dari 17% pada
2025. Available at: https://katadata.co.id/ekonomi-hijau/energi-baru/670664b55c91c/den-bauran-ebtakan-meleset-dari-target-tidak-lebih-dari-17-pada-2025 (Accessed: 9 Oktober 2024).
Karayel, G. K., Javani, N., dan Dincer, I. (2022). Effective use of geothermal energy for hydrogen production: A comprehensive application. Journal Elsevier: Energy. (249). 1-9.
Kumparan (n.d.) Target RUPTL Tak Tercapai, PLN Masih Utang 8,2 GW Pembangkit Listrik Energi
Terbarukan. Available at: https://kumparan.com/kumparanbisnis/target-ruptl-tak-tercapai-pln-masihutang-8-2-gw-pembangkit-listrik-ebt-23UUB5gUuxg. (Accessed: 9 September 2024).
Sucofindo (n.d.) Perkembangan Potensi Energi Terbarukan di Indonesia. Available at: https://www.sucofindo.co.id/artikel-1/perkembangan-potensi-ebt-di-indonesia/. (Accessed: 11 Maret
2024).