Di tengah kebutuhan global akan energi bersih dan tantangan perubahan iklim, Indonesia sebagai negara berkembang dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, berada di persimpangan jalan untuk menentukan masa depannya.

Di satu sisi, Indonesia dihadapkan pada tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak, yang menuntut pengurangan emisi karbon secara signifikan. Di sisi lain, Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil sebagai tulang punggung ketahanan energi nasional.

Dalam tulisan ini, kami akan membahas bagaimana Indonesia dapat memenuhi kebutuhan energi nasional dengan menyeimbangkan energi fosil dan energi baru terbarukan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 sesuai komitmen global.

Pemerintah melalui Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat, persentase bauran energi tertinggi tahun 2023 masih didominasi Batubara (40,46%), Minyak Bumi (30,18%), Gas Bumi (16,28%), EBT (13,09%)[1]. Data tersebut menunjukkan bahwa Pada tahun 2023 Bauran energi nasional indonesia masih didominasi oleh energi fosil, Hal tersebut menjadi bukti bahwa Eksistensi energi fosil masih tetap dibutuhkan.

Di lain sisi, kenaikan presentase penggunaan EBT hanya meningkat 0,79%. Didukung oleh analisa Pertamina Energy Institute yang memproyeksikan Bauran Energi Primer sampai dengan tahun 2058
pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Proyeksi Bauran Energi Primer Indonesia
Sumber: Analisis PEI (2023)

Ditinjau dari setiap skenario diatas kebutuhan Indonesia terhadap energi fosil masih tetap diperlukan dalam jangka panjang. Meskipun presentase penggunaan energi fosil berkurang namun kapasitas kebutuhan akan energi fosil masih tetap eksis, terutama kapasitas minyak dan gas pada Skenario Economic Renaissance yang memberikan perspektif masa depan jika Indonesia berhasil dalam mencapai transisi energi dan transformasi ekonomi, yang sejalan dengan visi pemerintah.

Namun di sisi lain dalam penggunaan energi fosil, diperlukan teknologi yang mampu mengurangi dampak emisi karbon yang ditimbulkan. Terutama pada sektor Migas salah satunya dengan mengaplikasikan teknologi carbon capture storage / carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS) yang mengurangi emisi secara langsung serta diharapkan dapat menghilangkan CO2 dari atmosfer, dengan menangkap CO2 di udara secara langsung (direct air capture)[2].

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menerapkan teknologi (CCS/CCUS) juga gencar sedang dikerjakan, pada tahun 2023 Kementerian ESDM menunjukkan lokasi pengembangan (CCS/CCUS).

Gambar 2.2 Lokasi Pengembangan CCS/CCUS di Indonesia
Sumber: Kementerian ESDM, 2023

Upaya ini dilakukan dengan tujuan demi mewujudkan target pemerintah yaitu Net Zero Emmision 2060, dan disinergikan dengan pengembangan Energi Baru sehingga bisa menciptakan ketahanan energi nasional yang bersih dan terjangkau.

KESIMPULAN
Eksistensi Sumber Energi Fosil masih diperlukan dalam jangka panjang, mengingat kebutuhan energi nasional Indonesia yang kian meningkat dan pengembangan Energi Baru Terbarukan yang belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan energi nasional. Namun penggunaan energi Fosil harus diimbangi dengan penerapan teknologi yang dapat mengurangi emisi karbon demi menjaga
keberlanjutan serta mewujudkan Indonesia Net Zero Emission 2060.

REFERENSI
[1]. https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/pemerintah-kejar-tingkatkan-bauran-ebt (Diakses pada 1 Desember 2024).
[2]. IEA, (2020), Energy Technology Perspectives 2020 Special Report on Carbon Capture, Utilisation and Storage
https://iea.blob.core.windows.net/assets/181b48b4-323f-454d-96fb-0bb1889d96a9/CCUS_in_clean_energy_transitions.pdf (Diakses pada 4 Desember 2024).