JAKARTA – Revisi Undang-Undang Migas dinilai sebagai salah satu pemicu utama dalam peningkatan gairah investasi hulu migas dalam rangka mencapai target lifting. Parlemen kembali menjanjikan akan ada pembahasan revisi pada tahun depan.

Sama seperti tahun tahun sebelumnya, pembahasan RUU Migas harus menunggu penyelesaian pembahasan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

Eddy Soeparno, Wakil Ketua MPR RI sekaligus anggota Komisi XII DPR RI mengungkapkan dalam satu tahun hanya ada jatah dua pembahasan undang-undang. UU EBET bakal jadi prioritas baru kemudian jatah satu pembahasan bakal digunakan untuk RUU Migas.

“Mudah-mudahan ini sudah bisa kita laksanakan segera setelah undang-undang yang energi baru dan energu terbarukan itu disahkan,” kata Eddy di Jakarta, Kamis (12/12).

Lebih lanjut dia menuturkan untuk UU EBET sendiri ditargetkan baru akan rampung pada Februari 2025. “Perkiraan kita bulan Februari undang-undang EBET selesai, kita akan melaksanakan, kita hanya boleh membahas dua undang-undang per tahunnya.Dan kalau pada saat undang-undang EBET selesai, kita memang bermaksud untuk membahas satu undang-undang lagi, revisi juga, tetapi bersama itu langsung bisa kita lakukan pembahasan untuk revisi undang-undang migas,” jelas Eddy.

Tidak sedikit kalangan yang meragukan RUU Migas akan bisa diselesaikan dalam waktu dekat pasalnya meskipun telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) RUU Migas ridak kunjung rampung dalam beberapa tahun ke belakang. Apalagi tahun depan juga tidak masuk dalam prolegnas

Namun menurut Eddy posisi RUU Migas sebenarnya tidak perlu masuk prolegnas jika mau dibahas dan diselesaikan.

“RUU Migas tidak perlu masuk di dalam prolegnas prioritas. Karena RUU Migas itu kumulatif terbuka. Artinya, kumulatif terbuka itu ketika ada pasal-pasal di dalam sebuah undang-undang, sudah menyatakan tidak berlaku lagi, itu bisa langsung diajukan tanpa melalui mekanisme prolegnas prioritas,” ujar Eddy.

RUU Migas memang selama ini diyakini sebagai kunci untuk meningkatkan gairah investasi yang ujungnya bisa menggenjot produksi migas yang sangat dibutuhkan.

“Ada suatu hal yang membuat sektor migas kita tidak menarik bagi investasi. Itulah makanya kita perlu melakukan perubahan undang-undang. Dengan harapan bahwa itu nanti akan menjadi lebih investor friendly,” jelas Eddy.