MAKASSAR – Upaya pemerintah menata kembali pertambangan Indonesia lewat verifikasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak berlangsung mulus. Akibat lemahnya pelaksanaan di lapangan, proses penetapan IUP Clear and Clean yang dilaksanakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menuai masalah.
Pakar hukum pertambangan Prof Dr Abrar Saleng, SH MH mengungkapkan, dari kajian yang dilakukannya, proses verifikasi IUP yang berlangsung kurang lebih dua tahun belakangan ini, hanya mempertimbangkan kelengkapan adminsitratif, tanpa melakukan verifikasi lapangan.
“Asal surat-suratnya lengkap, status Clear and Clean diberikan. Sementara dari sisi pelaksanaan Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL) misalnya, tidak diperhatikan. Lalu sinkronisasi antara tanggal terbitnya IUP dengan kegiatan pertambangan yang dilakukan juga tidak dicek,” ungkap Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin Makassar ini kepada Dunia Energi, Jumat, 14 September 2012.
Abrar mencontohkan pengelolaan bekas lahan tambang nikel PT INCO Tbk. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM nomor 483.K/30/DJB/2010, tanggal 25 Oktober 2010 tentang penciutan III Wilayah Kontrak Karya pada tahap kegiatan operasi produksi PT INCO,Tbk, lahan yang dilepas meliputi Blok Malapulu 3.000 hektar (Bombana), Torobulu 13.000 hektar (Konawe Selatan), Lasolo 4.000 hektar (Konawe Utara) dan Lapao-pao 6.000 hektar (Kolaka).
Sebelum adanya Keputusan Menteri ESDM itu, lahan bekas INCO tersebut mestinya tidak dikelola swasta. Namun faktanya, kata Abrar, di Blok Malapulu, Torobulu, dan Lasolo telah berlangsung kegiatan pertambangan, dengan IUP yang diterbitkan bupati setempat, sejak sebelum adanya pelepasan dari INCO.
Lucunya, tiga IUP di Blok Malapulu, Torobulu, dan Lasolo itu, saat ini sudah mendapatkan status Clear and Clean dari Kementerian ESDM. Abrar pun mengaku menemukan fakta, status Clear and Clean bisa diberikan karena data penerbitan tiga IUP itu menggunakan tanggal palsu (back date).
Sebaliknya, tambah Abrar, IUP di Blok Lapao-pao, Kolaka, Sulawesi Tenggara yang diterbitkan pasca INCO melepaskan lahan, justru dinyatakan tidak Clear and Clean oleh Kementerian ESDM. Padahal penerbitan IUP itu sudah mematuhi prosedur.
Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka, karena wilayahnya berada di satu Kabupaten. Lelang Blok Lapao-pao itu sendiri telah diselesaikan pada September 2011, dan IUP Eksplorasi terbit pada 3 Oktober 2011.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kegiatan Usaha Pertambangan dan PP Wilayah Pertambangan, mestinya IUP di Blok Lapao-pao itu sah, clear and clean,” jelasnya.
Oleh seorang pejabat Kementerian ESDM, Bupati Kolaka dan pemegang IUP di Blok Lapao-pao juga sempat disarankan melakukan back date, agar IUP-nya bisa dinyatakan Clear and Clean. Namun menurut Abrar, Bupati Kolaka menolak. “Bisa masuk penjara saya kalau sampai melakukan itu,” ujar Bupati Kolaka seperti ditirukan Abrar.
Berangkat dari kenyataan ini, Abrar pun menilai tujuan dari penetapan status Clear and Clean IUP sudah meleset. Yang semula diharapkan bisa menata kembali pertambangan Indonesia, ternyata menjadi “proyek” baru bagi aparat pemerintah.
“Dalam kasus ini, saya menilai legalitas dimainkan oleh aparat. Verifikasi IUP di Kementerian ESDM harus diteliti ulang, karena bukan tidak mungkin kasus di bekas lahan INCO ini, terjadi di tempat lain,” tandasnya. (Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru