SEJAK digulirkannya program hilirisasi secara masif dan besar-besaran di sektor mineral dan batubara (Minerba) beberapa tahun lalu dengan dilarangnya ekspor nikel ore, pemerintah sudah punya mimpi untuk menjadikan Indonesia sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia. Indonesia ditargetkan tidak lagi menjadi corong penyedot bahan mineral mentah yang memasok kebutuhan pabrikan baterai dunia tapi Indonesia ditargetkan menjadi magnet bagi para konsumen baterai listrik. Mimpi itu segera jadi kenyataan, pabrik-pabrik smelter yang mengolah bahan raw meterial bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik memang tengah berproses pembangunanannya. Tapi tidak lama lagi jika tidak aral melintang, 2028 akan menjadi tahun pembuka lahirnya raja baru  di ekosistem baterai kendaraan listrik dunia, yaitu Indonesia.

Aktor utama dibalik segera terwujudnya mimpi itu adalah Mineral Industry Indonesia (MIND ID) atau holding BUMN pertambangan. MIND ID merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk memastikan proses hilirisasi yang dibangun bisa berjalan smooth dan efektif.

Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia saat ini mulai dari nikel dan turunannya berupa kobalt, aluminium, bauksit, tembaga hingga timah menjadi komponen utama kendaraan listrik

Dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) MIND ID selama periode tahun 2025-2029 akan terbangun berbagai fasilitas pengolahan bahan mineral yang menjadi berbagai macam produk turunan. Ketika sudah terbagun dari hulu ke hilir maka era baru industrialisasi ekosistem baterai kendaraan listrik di tanah air resmi dimulai.

Pertama dari komoditas bauksit melalui proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase 1 di Mempawah, Kalimantan Barat, berhasil melaksanakan injeksi bauksit perdana pada September lalu, menandai awal terbentuknya ekosistem industri aluminium yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Proyek ini telah memasuki tahap commissioning dengan target produksi alumina pertama pada November 2024 dan diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan domestik sekaligus mendukung hilirisasi industri. Kebutuhan aluminium Indonesia mencapai 1,2 juta ton, yang 56% berasal dari produk impor. Melalui SGAR akan berpotensi menghentikan masuknya aluminium impor 56%, dan membantu pemerintah dalam menghemat devisa sekitar US$ 3,5 miliar setiap tahunnya.

Hendi Prio Santoso, Direktur Utama MIND ID menyatakan SGAR memiliki dampak positif yang berkelanjutan bagi ekonomi sekaligus sosial lingkungan di daerah operasional. Momentum dari pembangunan infrastruktur pabrik dan operasional mampu menyerap tenaga kerja serta menggerakkan ekonomi sektor terkait.

Operasional pertambangan dan industri juga dijalankan dengan prinsip berkelanjutan sehingga dampak sosial dan lingkungan dapat dimitigasi dan dikurangi.

“SGAR ini adalah proyek kebanggan sebagai penggerak masa depan. Tentunya semua operasional akan dijaga sesuai dengan standar sustainable mining sehingga mampu memberikan dampak positif yang optimal dalam jangka panjang,” kata Hendi saat peluncuran proyek beberapa waktu lalu.

Lalu, ada pula untuk proyek smelter aluminium di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, oleh Inalum dengan partner potensial yakni Emirates Global Aluminium (EGA), perusahaan industri aluminium terbesar di Uni Emirat Arab (UEA). Adapun, jika sudah beroperasi, pabrik ini digadang-gadang bisa memproduksi 600 ribu-1,2 juta ton aluminium per tahun.

Selanjutnya adalah pengolahan nikel jenis limonit yang merupakan salah satu komponen utama ekosistem baterai kendaraan listrik. Indonesia saat ini menjadi negara penghasil nikel terbesar di dunia dimana sebanyak 40% peradaran nikel di dunia berasal dari Indonesia.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat saat ini secara keseluruhan cadangan nikel baik jenis nikel kadar tinggi atau saprolit dan nikel kadar rendah atau limonit terkira sebesar 5,2 miliar ton dimana 3,5 miliar ton merupakan cadangan bijih nikel kadar tinggi atau saprolit dan 1,5 miliar ton merupakan cadangan bijih nikel kadar rendah atau limonit.

Sumber cadangan nikel di Indonesia paling banyak tersimpan di wilayah Sulawesi. Sementara sumber daya nikel tercatat sekitar 17 miliar ton di luar green area yang belum dieksplorasi.

Kemudian berdasarkan data hasil olahan dari United States Geological Survey (USGS) Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni.

Dengan keberadaan cadangan nikel yang besar tersebut wajar jika MIND ID bersama dengan para anggota holdingnya fokus untuk mengembangkan potensi nikel beserta produk turunannya.

Saat ini PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang merupakan bagian dari MIND ID melalui Industry Battery Corporation (IBC) bekerjasama dengan dua mitra yakni Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL), cucu usaha CATL, dan LG Energy Solution (LGES) membangun pabrik yang memproduksi beterai kendaraan listrik. Dalam proyek tersebut Antam berperan sebagai seluruh pemasok bijih nikel sebanyak 16 juta ton per tahun. Bijih nikel tersebut nantinya akan diolah dengan teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) menjadi feronikel dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) menghasilkan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) 50 ribu ton per tahun.

Selanjutnya MHP tersebut diolah menjadi nikel sulfat sebesar 150 ribu ton per tahun dan precursor 220 ribu ton per tahun. Kemudian, dengan LGES akan memproduksi katoda baterai 42 ribu ton per tahun dan pada akhirnya bisa memproduksi sel baterai. Pada tahap awal, produksi baterai ditargetkan dapat mencapai 30 Giga Watt hour (GWh). Total kapasitas produksi baterai yang ditargetkan nantinya bisa mencapai 400 GWh.

Investasi proyek mencapai US$ 9,8 miliar yang dimulai dengan pembangunan pabrik sel baterai senilai US$ 1,1 miliar di Karawang. Selanjutnya, proyek akan melibatkan pembangunan pabrik smelter, prekursor, dan katoda, serta kerja sama pertambangan di lokasi milik Antam di Buli, Halmahera.

Pada Oktober lalu, IBC dan CBL juga menandatangani interim agreement dan akta pendirian perusahaan patungan atau joint venture (JV) manufaktur sel baterai. IBC bakal mengambil peran dalam rantai nilai di segmen hilir antara lain manufaktur material baterai, manufaktur sel baterai, dan daur ulang baterai. Total investasi dalam kerjasama tersebut mencapai US$ 1,18 miliar dengan target kapasitas produksi sel baterai sebesar 15 GWh per tahun.

MIND ID melalui IBC juga terlibat dalam produksi sel baterai oleh perusahaan patungan dengan Hyundai Motor Company, LG Energy Solution yaitu PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power. Juli lalu pabrik sel baterai sudah selesai dan memiliki kapasitas 30 GWh.

Melalui PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang sekarang juga merupakan bagian dari MIND ID, nantinya nikel limonit bakal bisa diolah menjadi MHP. Proyek smelter Proyek High-Pressure Acid Leach (HPAL) saat ini sedang digarap Vale Indonesia di Blok Pomalaa bersama dengan dua mitranya yakni Zhejiang Huayou Cobalt Co. (Huayou) China dan Ford Motor Co. Proyek HPAL senilai Rp 70 triliun ini memiliki kapasitas produksi nikel berupa MHP sampai 120.000 ton per tahun yang diestimasikan selesai pada 2026.

Masih melalui Vale, yang saat ini tengah mengembangkan smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah. Pada proyek ini Vale menggandeng Taiyuan Iron & Steel (Group) Co Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co Ltd (Xinhai). Dalam proyek tersebut, smelter di Bahodopi akan memproduksi produk feronikel (besi nikel) sebanyak 73.000 metrik ton per tahun yang ditargetkan selesai tahun 2026 dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam memproduksi nikel berkualitas tinggi guna mendukung ekosistem beterai kendaraan listrik.

Lalu ada proyek smelter di Sorowako bekerja sama dengan Huayou Cobalt Co dan SK On Co. Pabrik ini diperkirakan bisa menghasilkan 60 ribu ton MHP per tahun yang ditargetkan selesai tahun 2027 sehingga bisa memasok kebutuhan produksi baterai.

Dari komoditas tembaga, melalui PT Freeport Indonesia (PTFI) yang juga bagian dari MIND ID kini sudah bisa mengolah konsentrat menjadi katoda tembaga. Nantinya dalam RJPP direncanakan produk katoda tembaga juga dapat diolah menjadi wiring/kabel tembaga dan copper foil yang merupakan bahan baku dalam aplikasi teknologi smelter HPAL serta sebagai bahan baku dalam pembuatan kendaraan listrik.

Kemudian terbaru adalah pengembangan hilirisasi batubara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), anggota Grup MIND ID, bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memulai pilot project konversi batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet untuk bahan baku baterai Lithium-ion (Li-ion). Konversi batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet ini merupakan yang pertama di dunia.

Artificial Graphite merupakan bahan utama untuk pembuatan anoda. Adapun Anode Sheet adalah elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi (kutub positif), salah satu komponen penting untuk baterai Li-ion.

Dilo Seno Widagdo, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, mengungkapkan bahwa MIND ID mendapatkan mandat dari pemerintah untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik sehingga arah hilirisasi setiap komoditas yang berada di bawah MIND ID memang didorong untuk mendukung program tersebut. Untuk itu MIND ID tidak lagi fokus untuk mendorong hilirisasi batubara menjadi bahan bakar seperti dulu yang sempat dijalankan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu Demithyl Ether (DME).

Dilo menjelaskan bahwa dalam komponen baterai dibutuhkan anoda dan itu bisa dihasilkan dari batubara. “Anodanya itu karbon. Karbonnya hari ini seluruh dunia pakai graphite. Bukit Asam bersama BRIN sudah bisa membuat sintetik karbon pakai batubara. Karbon itu di anoda volumenya atau konsentrasinya sekitar 30%. Paling besar. Jadi kalau bicara EV battery, Bukit Asam kemana? (hilirisasinya) Anoda-nya itu,” jelas Dilo.

Saat ini kajian hilirisasi batubara menjadi Anoda terus dikejar agar tahun 2028 nanti produksi secara maksimal bisa tercapai sehingga bisa mensuplai kebutuhan pembuatan baterai secara komersial. ”Masih dilakukan penyempurnaan ada reaksi yang masih belum maksimal. Kira-kira target 2028 sudah bisa produksi,” tegas Dilo kepada Dunia Energi di Jakarta belum lama ini.

Rampungnya kajian hilirisasi batubara tersebut bakal menyempurnakan rangkaian proses pembentukan ekosistem baterai kendaraan listrik yang diusung MIND ID. ”Diprogramnya kita di 2027 ini sudah mulai (rampung). Mulai dari HPAL, nikel sulfat, prekursor, battery cells, battery pack, sampai battery recycling kita harapkan tahun 2027-2028 selesai semua,” ungkap Dilo.

Sumber : MIND ID, Diolah : Dunia Energi

 

Fundamental Keuangan Kuat

Untuk memastikan RJP serta program hilirisasi bisa terealisasi maka MIND ID sudah mengalokasikan investasi mencapai US$30 miliar dalam lima tahun ke depan.

Dilo menegaskan investasi merupakan salah satu langkah yang paling efektif untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan ekonomi lebih agresif di masa depan dimana manajemen mencanangkan MIND ID bisa segera masuk dalam jajaran Fortune 500.

“Investasi kita sampai dengan 5 tahun ke depan yang dari ekuitas MIND ID sendiri itu hampir sekitar US$20 miliar. Kami berharap akan ada yang penyertaan dari investor itu masuk ke Indonesia. Jadi mungkin bisa sampai US$30 miliar,” kata Dilo.

Adapun, investasi di sektor hulu mineral batubara (minerba) di Indonesia mampu memberi return investasi hingga 25%, dan menjadi 15% hingga 20% untuk segmen midstream dari sektor minerba. Di sektor hilir, return investasi juga tetap baik dengan kesempatan kapitasisasi pasar yang besar.

“Kita ingin investor itu masuk ke Indonesia. Investor tentu akan sangat tertarik untuk mengembangkan ekosistem hilirisasi di Indonesia. Jadi kami berharap invetasi di Indonesia akan semakin lebih baik,” katanya.

Melalui investasi ini, grup MIND ID juga bisa berkontribusi terhadao penyediaan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pemerataan ekonomi di daerah.

“Terlebih, kita mengtahui bahwa sektor industry pengolahan ini telah mampu menyerap hampir 18 juta tenaga kerja atau sekitar 20% dari total lapangan pekerjaan di Indonesia, dan kami berkomitmen untuk terus meningkatkan angka ini,” ujar Dilo.

Kinerja keuangan perusahaan terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Hal itu tentu bisa jadi modal bagus dalam mengejar cita-cita hilirisasi. Pada tahun 2020 raihan laba bersih MIND ID hanya Rp1,8 triliun dan tumbuh pesat pada tahun 2021 menjadi Rp14,33 triliun atau melonjak 687%. Selanjutnya pada tahun 2022 laba bersih tercatat Rp22,5 triliun dan pada tahun 2023 pertumbuhan laba bersih MIND ID terus terjadi dengan perolehan laba bersih tembus Rp27,5 triliun.

Sepak terjang MIND ID yang gerak cepat menggarap berbagai proyek baterai kendaraan listrik dengan menggandeng beberapa mitra usaha yang telah berpengalaman dalam industri baterai kendaraan listrik ini jelas menjadi signal positif bagi posisi Indonesia di dunia. Bukan tidak mungkin ketika semua pabrik pengolahan nikel dan mineral turunan lainnya selesai dibangun dan mulai beroperasi maka Indonesia bakal memiliki jaringan rantau suplai baterai kendaraan listrik yang kuat dan berkelanjutan dan menggeser kekuatan industri baterai yang selama ini dikuasai China.

Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM bahwa hingga Juni 2024 total investasi untuk hilirisasi nikel, terutama yang terkait dengan pembangunan smelter dan pabrik baterai kendaraan listrik, telah mencapai US$30 miliar.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam lima tahun terakhir, lebih dari 2.000 GWh kapasitas baterai lithium-ion telah digunakan secara global, guna mendukung 40 juta kendaraan listrik dan ribuan proyek energy storage. Kondisi tersebut tentu menjadi peluang bagi Indonesia yang sangat berpotensi untuk bisa menjadi pemain kunci global dalam produksi baterai dengan menyuplai baterai kendaraan dengan volumebisa mencapai 210 GWh per tahun.

Airlangga Hartarto, Menko Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa berbagai negara melihat Indonesia penting menjadi bagian dari critical minerals. Indonesia sedang bicara dengan Amerika Serikat terkait critical minerals agreement, berbicara juga dengan Uni Eropa.

“Dan juga dengan negara lain seperti Kanada dan Australia, di mana kalau Indonesia-Kanada dan Indonesia-Australia bergabung maka kekuatan dari ekosistem EV itu akan kuat, baik itu berupa lithium maupun nikel, bahkan sekarang ada yang sedang dikembangkan lagi berbasis sodium atau garam,” ujar Airlangga.

Ahmad Heri Yusuf, Peneliti INDEF, menyatakan MIND ID tidak bisa sendiri mendorong hilirisasi mineral dan membentuk ekosistem baterai kendaraan listrik. Peran pemerintah justru juga lebih krusial untuk memastikan proses pembentukan ekosistem itu bisa berjalan maksimal. Salah satunya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan kepastian pasar .

Heri mencontohkan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia sekarang ini sangat didorong oleh pemerintah melalui berbagai insentif berupa keringanan berbagai perpajakan yang semuanya bertujuan untuk memanjakan konsumen sehingga mau melirik kendaraan listrik.

Selain itu, pelaku usaha juga dimanjakan dengan relaksasi berupa bebas biaya masuk beberapa komponen krusial. Sekarang ini mobil listrik yang diimpor secara Completely Built Up (CBU) atau utuh bebas dari Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan bea masuk hingga akhir 2025.

Tapi tetap harus ada ketegasan dari pemerintah sehingga tidak lagi kecolongan. Menurut Heri hal itu niat pemerintah memberlakukan aturan itu memang baik tapi tetap harus ada roadmap yang jelas agar Indonesia tidak dibanjiri kendaraan listrik impor.

Hal itu berkaitan dengan kepastian pasar yang langsung berhubungan ekosistem baterai kendaraan listrik yang terlihat sulit berkembang terintegrasi dari hulu ke hilir.

”Kalau kita sekarang punya industri turunannya itu pengolahan MHP-nya itu sampai ke produk mungkin nikel sulfat gitu ya. Tapi di prekursor sama katodannya masih kosong. Tapi di sel baterainya baru ada masuk. Jadi di tengah-tengahnya kosong, di ujung hilir sama ujung hulunya ada. Ini kan yang nantinya bakal diisi sama MIND ID. Jadi, upaya-upaya memberikan kepastian pasar buat satu investor itu penting ya untuk mereka mencanakan investasinya ke depan seperti itu,” jelas Heri.

Putra Adhiguna, Direktur Eksekutif Energy Shift Institute, menilai rencana MIND ID dalam mengejar terwujudnya ekosistem baterai kendaraan listrik perlu diapresiasi tapi realisasinya yang perlu dikawal lebih pasti. Salah satunya pergerakan pasar dan teknologi dunia yang sangat cepat sehingga banyak pihak menanti kepastian realisasi rencana yang sudah dicanangkan.

Bahkan untuk konteks pabrik baterai dunia menurut Putra tengah mengalami kelebihan kapasitas sehingga pabrik-pabrik china beroperasi pada setengah kapasitas produksi mereka. Disinilah waktu yang krusial yang harus bisa segera ada keputusan cepat pemerintah untuk mendukung terbentuknya ekosistem yang diinginkan.

”Pemerintah perlu memetakan ulang dengan MIND ID peta baterai dunia dan peran apa yg dengan cepat bisa diambil, bila terlalu lambat maka sangat mungkin akan terlewat kesempatan tersebut,” kata Putra kepada Dunia Energi, Selasa (5/11).

 

Dorong Lompatan Ekonomi

Hilirisasi mineral di Indonesia telah menjadi motor penggerak utama bagi pertumbuhan ekonomi yang signifikan, terutama di kawasan operasional pertambangan dan pengolahan mineral.

Berdasarkan data dari INDEF, hilirisasi berdampak langsung terhadap perekonomian daerah. Di wilayah industri pengolahan mineral seperti Halmahera Tengah, pertumbuhan ekonomi mencapai 161,9% pada tahun 2023, yang menjadi bukti strategisnya hilirisasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hilirisasi juga menciptakan lapangan kerja baru. Di Maluku Utara, serapan tenaga kerja meningkat hingga 402% selama 2019-2023, yang turut menurunkan tingkat pengangguran dan menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal.

Ekspor produk hasil hilirisasi, khususnya nikel, telah meningkat sebesar 315% antara 2019 dan 2023. Hal ini berdampak positif pada nilai tambah produk dalam negeri dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.

Penerimaan pajak dari daerah penghasil mineral juga meningkat seiring berkembangnya industri hilir. Di Sulawesi Tengah, penerimaan pajak daerah naik hingga 82% pada tahun 2023 sebagai dampak dari hilirisasi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim manfaat dari hilirisasi berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah yang menjadi pusat hilirisasi.

Yuliot, Wakil Menteri ESDM, menyatakan Provinsi Maluku Utara merupakan wilayah yang tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi di dunia. Di Maluku Utara ada industri smelter nikel yang sedang berkembang pesat berada di Kawasan Industri Terpadu untuk pengolahan logam berat yang berlokasi di Desa Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara.

“Kalau kita lihat berapa aliran investasi hilirisasi untuk Maluku Utara. Pada Januari sampai dengan September 2024 ini, aliran investasi yang masuk dalam rangka hilirisasi di Maluku Utara lebih kurang sekitar Rp55 triliun. Dampaknya adalah pertumbuhan perekonomian Maluku Utara adalah yang tertinggi di seluruh dunia. Pada tahun 2023 yang lalu mencapai 20,49%,” kata Yuliot saat ditemui Dunia Energi disela peresmian BBM satu harga di Ternate, Rabu (30/10).

Maluku Utara kata Yuliot adalah contoh sukses penerapan hilirisasi di tanah air yang nantinya bakal terus ditingkatkan tahapan hilirisasinya. Untuk program hilirisasi itu baru dalam tahap pertama juga mengharapkan ada hilirisasi pada tahap-tahap selanjutnya. Kementerian ESDM juga sudah memetakan pohon industri yang bisa dilakukan proses hilirisasi yang lebih dalam lagi bukan hanya pada tingkat pertama.

“Tetapi kita akan masuk pada tahap kedua, tahap ketiga, dan tahap keempat, sehingga nilai tambah yang terjadi lebih besar di daerah, khususnya di Maluku Utara,” ungkap Yuliot.

Heri Yusuf, Corporate Secretary MIND ID, menyatakan bahwa MIND ID terus mendukung hilirisasi sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang progresif.

“Kami percaya dengan mandat hilirisasi ini, Indonesia akan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, tidak hanya di sektor mineral batubara, tapi juga dalam upaya mendorong sektor yang lebih hilir yakni industri manufaktur,” ungkap Heri.

Demi menjalankan hilirisasi yang berkelanjutan kepastian pasokan bahan baku tentu harus dijaga. MIND ID berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, menuju target Indonesia Emas 2045. Untuk mewujudkan ini, Grup MIND ID memastikan cadangan dan pasokan mineral selalu tersedia dalam jumlah yang mencukupi.

Dilo menyatakan bahwa MIND ID menerapkan strategi reserve replacement ratio atau rasio penggantian cadangan untuk memastikan setiap mineral yang dieksploitasi dapat digantikan dengan cadangan baru melalui proses eksplorasi organik.

“Ini adalah wujud komitmen kami dalam mendukung hilirisasi yang berkelanjutan sekaligus menjaga ketahanan industri strategis Indonesia di masa depan,” kata Dilo.

Secara detail grup MIND ID memiliki cadangan tembaga yang berfungsi sebagai penghantar Listrik sebesar 13,1 juta ton-Cu, dan nikel sebagai materal katoda sebesar 1.330 juta wmt. Ada juga timah sebagai material solder sebesar 338.000 ton-Sn, bauksit sebagai rangka & casing sebesar 121,7 wmt WBX, dan batu bara sebagai material anoda (karbon) sebesar 2,9 miliar ton.

Selain eksplorasi mineral baru, MIND ID juga mulai fokus dalam pengembangan mineral hasil daur ulang untuk masa depan sektor pertambangan dan manufaktur. Ini sudah dilakukan oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (IAA), Anak usaha dari INALUM Anggota MIND ID, yang memproduksi Billet Aluminium Recycle yang menggunakan hingga 30% molten aluminium daur ulang sebagai bahan baku.

Indonesia telah diberi anugerah berupa cadangan mineral dalam jumlah besar, meskipun baru sadar dalam beberapa tahun terakhir tapi mimpi untuk jadi pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik belum berakhir. Meskipun banyak tantangan, MIND ID sukses menjaga momentum kebangkitan industri hilirisasi mineral. Jalan masih panjang tapi terbuka lebar dan dengan berbagai inisiatif yang dilakukan MIND ID kita harus bersiap. Indonesia segera jadi magnet ekosistem baterai kendaraan listrik dunia.